Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
5 PELUANG KEUNTUNGAN INDONESIA DI TENGAH MEROKETNYA NILAI TUKAR DOLLAR
1 November 2018 21:05 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
Tulisan dari Dyah Dinanti Puspitasari Peserta Sesdilu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Logo Hari Uang Nasional ke-72. Sumber Foto: www.kemenkeu.go.id
Tahukah anda bahwa tanggal 30 Oktober 2018 diperingati sebagai Hari Uang Nasional ke-72?
ADVERTISEMENT
Hari Uang Nasional menandai pertama kali berlakunya Oeang Republik Indonesia (ORI) sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia sejak tahun 1946. Peluncuran ORI dilakukan oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta melalui pidatonya di Radio Republik Indonesia (RRI) pada tanggal 29 Oktober 1946 yang menyampaikan betapa pentingnya peran uang sebagai simbol bangsa yang merdeka dan berdaulat serta dimulainya sejarah baru keuangan Republik Indonesia.
Uang kita, alias Rupiah, memang menjadi sorotan akhir-akhir ini karena menguatnya nilai tukar dollar terhadap rupiah secara terus-menerus.
Berdasarkan kurs Bank Indonesia (BI) pada akhir Oktober 2018, nilai tukar dollar menembus lima belas ribu rupiah dan hal ini tentunya membuat banyak orang menjadi panik. Kepanikan terjadi karena dampaknya bagi perekonomian kita dan banyaknya sektor industri kita yang terkena imbas dari menguatnya mata uang negeri Paman Sam ini.
ADVERTISEMENT
Sektor yang paling terkena dampak penguatan dollar adalah sektor yang banyak mengandalkan komponen impor, salah satunya adalah sektor barang elektronik. Memang, Indonesia masih belum mempunyai kapasitas memproduksi barang elektronik canggih dalam jumlah besar seperti laptop, smart phone, TV atau home appliances lainnya. Konsumen dalam negeri pun lebih suka membeli brand produk elektronik yang berasal dari luar negeri sehingga barang elektronik pun harganya kian meroket.
Saat nilai dollar terus menguat, maka artinya sektor impor kita akan terus tertekan. Permintaan pasar tetap tinggi namun harga kian tak terkontrol. Banyak importir mengeluhkan rupiah yang tak memiliki daya untuk melawan. Selain itu, penguatan dollar juga dikhawatirkan membawa efek domino yang mengakibatkan penurunan di sektor lainnya.
ADVERTISEMENT
Banyak orang ketakutan kalau penguatan dollar terhadap rupiah ini akan berdampak pada krisis ekonomi seperti tahun 1997. Banyak juga pihak yang sengaja menghembuskan isu kalau penguatan dollar yang berdampak pada melemahnya rupiah berarti perekonomian Indonesia akan tamat. Wah wah wah, kok negatif banget ya?
Saya jadi teringat kata-kata bijak dari Winston Churchill yang mengatakan “Never let a good crisis go to waste”. Pada saat krisis, justru kita memiliki peluang untuk berubah dan menjadi lebih baik. Pada saat krisis, kita tidak boleh berhenti mencari peluang. Pada saat krisis, justru kesempatan kita untuk berinovasi agar perekonomian Indonesia lebih berkembang.
Nah, jadi kita harus menyikapi kenaikan nilai tukar dollar terhadap rupiah secara positif karena pada saat yang sama, ada banyak sektor yang berpeluang untuk mengambil manfaat dan keuntungan.
ADVERTISEMENT
Jadi apa dong peluang manfaat bagi Indonesia kalau nilai tukar dollar terus meroket? Nih, ada lima peluang yang bisa dimanfaatkan buat kemajuan perekonomian kita.
Pertama, Saatnya Genjot Ekspor dan Produk Unggulan Kita
Melemahnya nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini bisa dijadikan momentum untuk meningkatkan ekspor khususnya untuk sepuluh komoditas unggulan Indonesia yaitu: produk tekstil, karet, kopi, kakao, kelapa sawit dan turunannya, ikan, seafood dan hasil laut lainnya, produk alas kaki, furniture, batu bara dan produk kulit.
Foto Biji Kopi Sebagai Salah Satu Produk Unggulan Ekspor Indonesia. Sumber Foto: www.Pixabay.com
Untuk menggairahkan ekspor, Pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan nyata seperti:
ADVERTISEMENT
Nah, dengan menguatnya dollar, para pelaku ekspor akan mendulang keuntungan lebih banyak walaupun barang yang dijual memiliki harga yang sama. Dengan adanya selisih harga dolar terhadap rupiah, tentu para eksportir akan mendapat keuntungan yang lumayan. Makanya kita harus terus menggenjot ekspor dan mempromosikan produk unggulan kita agar perekonomian meningkat.
Kedua, Meningkatkan Promosi Sektor Pariwisata
Sektor pariwisata akan mendapatkan imbas yang cukup besar dari naiknya nilai tukar dolar terhadap rupiah. Penguatan dollar dan melemahnya rupiah berarti biaya yang dikeluarkan oleh wisatawan mancanegara (wisman) saat berwisata di Indonesia menjadi lebih murah.
Ini peluang untuk mempromosikan pariwisata kita karena banyak sekali wisman yang akan tertarik untuk datang atau berbelanja di Indonesia karena “murahnya” biaya hidup di sini. Jika sebelumnya wisman dapat menukarkan 100 dolar AS menjadi sekitar 1 juta rupiah, saat ini 100 dolar menjadi sebesar 1,5 juta rupiah. Selisih yang cukup signifikan ini akan menguntungkan mereka yang menggunakan dollar sehingga semakin banyak turis yang tertarik untuk berwisata di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, efek untuk sektor pariwisata biasanya musiman. Penguatan dollar tidak akan berjalan selamanya dan rupiah pasti akan menguat di masa depan. Itulah sebabnya mengapa saat nilai tukar dolar naik, sektor pariwisata harus gencar melakukan promosi. Semakin banyak turis yang datang artinya geliat pariwisata di Indonesia akan semakin bagus. Dampaknya tentu adanya keuntungan besar yang bisa diterima Indonesia dari sektor pariwisata yang meningkat.
Foto Seorang Wisatawan Mancanegara Menikmati Aktifitas Berselancar di Salah Satu Pantai di Bali. Sumber Foto: www.pixabay.com
Sektor pariwisata sangat strategis, itulah sebabnya Pemerintah RI menargetkan pariwisata sebagai salah satu penghasil devisa terbesar pada 2019. Berdasarkan data Kementerian Pariwisata, saat ini sektor pariwisata masih menjadi penghasil devisa kedua dengan 15 miliar dollar AS, di bawah minyak sawit mentah (Crude Palm Oil -CPO) yang mencapai 17 miliar dollar AS.
ADVERTISEMENT
Pariwisata paling strategis karena merupakan quick yielding industry, terhitung sebagai Industri yang cepat menghasilkan dan juga dapat menyerap jutaan tenaga kerja. Industri ini juga tak membutuhkan modal sangat besar, namun lebih ke modal kepiawaian, jejaring, dan hospitality alias keramah-tamahan. Memang untuk membangun infrastruktur sektor pariwisata membutuhkan biaya tidak sedikit, namun hal ini bisa diusahakan melalui Public Private Partnership (PPP) ataupun ditawarkan kepada investor swasta. Pada intinya, jika pariwisata di suatu daerah itu menguntungkan, pasti banyak deh perusahaan swasta yang mau berinvestasi dan mengembangkan bisnisnya di daerah tersebut. Lihat saja daerah-daerah wisata populer di Indonesia seperti Bali dan Yogyakarta!
Banyak pihak yang akan diuntungkan dari berkembangnya sektor pariwisata yaitu (1) biro perjalanan dan agen wisata, (2) hotel dan penyedia akomodasi alternatif lainnya, (3) restoran dan warung, (4) industri handicraft dan souvenir yang diproduksi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) serta (5) masyarakat setempat yang bekerja menjadi tourist guide dan penyedia jasa pariwisata terkait lainnya. Makanya, kemampuan menggenjot sektor pariwisata tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Pariwisata, namun juga kementerian lain dan perlu melibatkan swasta maupun masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT
Ketiga, Peluang bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Berjaya di Negeri Sendiri
Apa sih yang menjadi faktor penentu saat anda membeli barang? Kebanyakan orang akan menjawab tergantung pada kualitas dan harganya. Konsumen biasanya cenderung mencari barang yang lebih murah dengan kualitas dan fungsi sama.
Imbas dari melemahnya rupiah terhadap dollar membuat barang impor mengalami kenaikan harga. Mulai dari benda elektronik, otomotif, pakaian, hingga makanan. Sebagian besar konsumen kita akan berpikir dua kali untuk membeli barang impor karena harganya. Sementara itu, produk dalam negeri harganya masih akan stabil, walau ada kenaikan mungkin tidak signifikan. Momentum ini seharusnya bisa digunakan oleh pelaku UMKM di Indonesia untuk mempromosikan produk mereka. Promosi besar-besaran perlu dilakukan agar barang lokal Indonesia laku di negerinya sendiri.
ADVERTISEMENT
Jika barang impor harganya naik karena nilai tukar dollar yang menguat, maka konsumen akan lebih mudah beralih ke produk dalam negeri karena terhitung lebih murah. Maka ini saatnya kita mendorong agar produk lokal berjaya di dalam negeri dan mengembangkan sektor UMKM kita.
Foto Ibu-ibu yang berjualan Handicraft di Pasar Souvenir di Kalimantan. Sumber Foto: www.pixabay.com
Tentunya harus diingat bahwa konsumen tidak serta merta beralih ke produk local jika tidak diiringi dengan peningkatan kualitas. Produk indonesia harus bisa bersaing dalam hal kualitas saat berhadapan dengan produk impor dari Jepang atau Eropa. Produk kita juga harus bisa bersaing dari segi harga saat berhadapan dengan produk impor dari RRT. Untuk itu, UMKM Indonesia dituntut untuk lebih kreatif lagi dan membuat suatu inovasi baru, serta terus meningkatkan kualitas produk yang dihasilkannya agar memiliki daya saing di pasar internasional.
ADVERTISEMENT
Untuk meningkatkan kemampuan pelaku usaha UMKM, Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) memberikan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan juga memberikan fasilitasi pembiayaan ekspor melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) guna meningkatkan ekspor dari pengusaha kecil menengah.
Berdasarkan data Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), UMKM memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian nasional karena menyerap tenaga kerja sebesar 97,3 persen dari total angka penyerapan tenaga kerja nasional. Hingga saat ini, kontribusi UMKM di Indonesia terhadap ekspor adalah sebesar 15,8 persen dari total perdagangan dan hal ini tentunya masih dapat terus ditingkatkan.
Keempat, Naiknya Pendapatan Negara Dari Remitansi
Ilustrasi Pekerja Migran Indonesia yang Bekerja di Sektor Konstruksi. Sumber Foto: www.Pixabay.com
ADVERTISEMENT
Penduduk Indonesia telah berdiaspora hampir di seluruh penjuru dunia. Berdasarkan keterangan Duta Besar Dino Patti Djalal, penggagas dan pendiri Kongres Diaspora Indonesia, jumlah diaspora Indonesia sebanyak 6 juta orang dan tersebar di 18 negara di dunia. Dispora Indonesia berkontribusi besar bagi Indonesia, terutama dalam penyebaran budaya, memberikan sumbangsih ekonomi, membantu investasi, serta berkontribusi bagi devisa negara melalui aset dan pajak yang cukup besar.
Tahukah anda bahwa salah satu kontribusi dispora kita adalah remitansi Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang mencapai Rp 130 triliun per tahun? Jumlah ini sangat besar sehingga tidak heran kalau remitansi PMI merupakan salah satu penghasil devisa terbesar ketiga untuk negara setelah sektor minyak dan gas (migas) dan sektor pariwisata.
ADVERTISEMENT
Menurut data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri pada tahun 2016 adalah sebanyak 234.451 penduduk. Hampir seluruh TKI tersebar di kawasan Asia Pasifik dan Amerika. Jumlah TKI di Asia Pasifik menembus 212.247 jiwa. Kemudian Timur Tengah dan Afrika 20.230. Sedangkan di kawasan Eropa, berjumlah 1.974. Di Eropa sendiri, TKI paling banyak terkumpul di Negeri Pizza, Italia, dan Spanyol.
Diaspora kita yang bekerja di luar negeri tentunya bergaji dollar dan saat nilai tukarnya menguat, maka mereka pun kebanjiran untung. Penghasilan mereka menjadi lebih besar dan nilai remitansi meningkat.
Kelima, Merubah Perilaku Konsumtif Masyarakat
Ilustrasi Display Produk pada Pusat Perbelanjaan di Kota-kota Besar di Indonesia. Sumber Foto: www.pixabay.com
ADVERTISEMENT
Sebenarnya masyarakat Indonesia memiliki sifat konsumtif yang sangat tinggi dan juga banyak termakan iklan. Sedikit-sedikit ingin membeli barang yang katanya lebih bagus, lebih hebat, dan lebih-lebih lainnya. Masyarakat kita, khususnya kaum muda di daerah perkotaan, lebih banyak menggunakan uangnya untuk membeli barang dan bergaya hidup konsumtif dibandingkan dengan menabung dan berinvestasi. Saat dolar naik tak terbendung lagi seperti sekarang, dengan sangat terpaksa kita harus hemat dalam membeli barang-barang, terutama barang impor yang berasal dari luar negeri.
Kenaikan nilai tukar dollar dapat merubah perilaku yang konsumtif, menumbuhkan perilaku hemat dan meningkatkan savings serta peran aktif masyarakat untuk berkontribusi bagi investasi dalam negeri.
Peluang ini tampaknya ditangkap dengan baik oleh Pemerintah yang baru-baru ini meluncurkan berbagai instrumen Surat Berharga Negara (SBN) seperti Savings Bond Ritel (SBR), Obligasi Negara Ritel (ORI), dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Pada paruh kedua tahun 2018, Pemerintah sudah menerbitkan SBR seri SBR004 pada bulan September dan ORI seri ORI015 pada bulan Oktober 2018. Berbeda dengan SBR004, ORI015 merupakan instrumen surat utang untuk investor ritel yang dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Berikutnya, pada bulan November ini, pemerintah akan meluncurkan SBSN berupa Sukuk Tabungan seri ST002 yang merupakan surat utang berbasis syariah yang ditujukan untuk investor ritel. Ketiganya tentunya memperkaya pilihan instrumen bagi investor ritel.
ADVERTISEMENT
Masyarakat sebagai investor ritel diuntungkan karena ketiga instrument SBN tersebut hadir sebagai alternatif investasi yang relatif lebih aman karena mengeliminasi risiko gagal bayar. Hal ini tentunya karena pembayaran bunga dan pokoknya dijamin oleh Pemerintah. Keunggulan lainnya adalah dengan berinvestasi pada Surat Berharga Negara (SBN) maka kita pun turut berpartisipasi dalam pembangunan negara.
SBN memegang peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Sebagai instrumen fiskal, penerbitan SBN digunakan pemerintah untuk membangun infrastruktur, menjalankan program pembangunan yang produktif dan berdampak pada kemajuan perekonomian kita.
Ilustrasi Penurunan Nilai Tukar Rupiah Akibat Menguatnya Dollar AS. Sumber Foto: www.katadata.co.id
Sebagai penutup, meroketnya nilai tukar dollar AS memang dapat diibaratkan seperti badai bagi perekonomian Indonesia. Namun, saat badai berlalu pasti akan ada cahaya indah yang hangat kan? Jadi pasti kita akan dapat melihat penguatan rupiah dan peningkatan ekonomi secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Tahun ini kita merayakan Hari Uang Nasional ke-72, dan hendaknya memetik pelajaran dari sejarah penerbitan Oeang Republik Indonesia (ORI), yang selanjutnya berevolusi menjadi Rupiah yang kita kenal saat ini.
Peringatan Hari Uang Nasional mengingatkan kita untuk terus bekerja keras, berjuang mengelola perekonomian Indonesia agar terus maju, bahkan saat rupiah mengalami penurunan akibat penguatan dollar AS.
Yuk, kita terus gerakkan roda perekonomian dan selalu gunakan kacamata positif agar jeli melihat peluang keuntungan dan mengambil manfaat. Saat ekspor meningkat, UMKM berkembang, sektor pariwisata maju, devisa bertambah dan investasi meningkat maka tentunya perekonomian Indonesia akan semakin kuat dan maju.