Konten dari Pengguna

Anak Belum 17 Tahun Memiliki Akun Media Sosial, Salahkah?

Dyah Sugiyanto
Pranata Humas Madya - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
27 Desember 2020 9:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dyah Sugiyanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bimbingan orang tua diperlukan saat anak bermedia sosial. Sumber foto: freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Bimbingan orang tua diperlukan saat anak bermedia sosial. Sumber foto: freepik.com
ADVERTISEMENT
Macam-macam saja fenomena yang terjadi selama pandemi COVID-19 melanda. Pembelajaran jarak jauh dan work from home bertahan lama menjadi trending topic dalam perbincangan di setiap kesempatan. Ketika orang tua sibuk bekerja di rumah, anak merasa kurang diperhatikan. Media sosial jadi salah satu pilihan mengisi aktivitasnya sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Awalnya anak meminjam gawai orangtuanya, lalu berkunjung ke Instagram, lama-lama merasa ingin memiliki akun sendiri. Tak heran, anak pun akhirnya 'nekat' membuat akun pribadi dengan mencantumkan data usia yang lebih tua dari usianya.
Belakangan ini jagad media sosial marak diwarnai konten video-video singkat, ringan, bermaksud menghibur, dan diperagakan berbagai usia. Kemudian saya tergelitik berfikir, siapakah pemilik akun-akun yang viral itu?
Beberapa akun pun saya intip. Sebagian yang viral adalah akun terverifikasi milik selebriti, sebagian lagi tampaknya dimiliki oleh pengguna dewasa dan remaja, dan sebagian lagi bisa jadi tidak dimiliki oleh ketiga kelompok tersebut.
Riset Sederhana
Pemikiran tentang penggunaan media sosial oleh anak-anak usia dini menimbulkan kegelisahan saya belakangan ini. Itulah yang melatarbelakangi saya melakukan riset sederhana dan menuangkan hasilnya di sini.
ADVERTISEMENT
Sepuluh orang tua (ibu) saya pilih secara acak sebagai informan. Mereka adalah ibu yang memiliki anak berusia 9-11 tahun. Saya membangun percakapan singkat untuk mendapatkan data primer.
Menariknya, saya sempat menduga bahwa anak-anak mereka adalah pengguna media sosial dan bahkan sudah mencapai level adiksi. Meskipun dugaan saya keliru, saya bersyukur karena ternyata masih banyak orang tua yang menetapkan aturan bermedia sosial bagi anak-anaknya.
Saya memilih Instagram sebagai platform media sosial yang diteliti. Ini sengaja saya lakukan agar ke-kepo-an saya terjawab dan tidak melebar ke mana-mana. Dari 10 orang ibu yang saya wawancara secara daring, rupanya hanya tiga ibu yang anaknya memiliki akun instagram. Dua di antaranya lupa awal alasan si anak memiliki akun tersebut.
ADVERTISEMENT
Riset sederhana saya mengungkapkan, satu dari 10 orang tua membuatkan akun instagram untuk anaknya sendiri. Namun, akun tersebut masih di bawah pengawasannya. Tiga dari 10 informan saya mengaku bahwa anaknya telah memiliki akun media sosial pribadi jauh sebelum adanya pandemi.
Data lainnya, tujuh dari 10 ibu menerapkan aturan ketat pada anak-anaknya. Para ibu tegas menyatakan bahwa anak-anaknya baru boleh memiliki akun media sosial nanti, saat sudah duduk di bangku SMA. Anak-anak pun menurut, walau ada satu informan menyatakan bahwa anaknya sangat ingin memiliki akun instagram pribadi.
Temuan data kualitatif juga menarik untuk saya ceritakan di sini. Anak-anak tampaknya lebih suka menggunakan fitur direct message ketimbang feed atau instastory apalagi IG TV, meskipun masing-masing mereka sudah memiliki nomor whatsapp untuk chatting.
ADVERTISEMENT
Bahas Akun Bersama Anak
Ketentuan mengenai media sosial ini, sependek pengetahuan saya adalah pada aturan pendaftaran akun. Usia pendaftar/ calon pemilik akun jelas diatur secara resmi. Namun, aturan ini masih bisa dimanipulasi dengan data palsu saat proses pendaftaran.
Ke depan, pemerintah memperketat aturan dengan menetapkan usia calon pemilik akun. Hanya orang yang sudah berusia 17 tahun ke atas yang diizinkan memiliki akun media sosial. Lalu bagaimana dengan akun-akun yang terlanjur dimiliki anak-anak?
Seperti yang pernah dilansir Kumparan mengenai wacana batas usia anak pengguna media sosial, jika usia anak Anda masih di bawah 13 tahun memiliki akun yang tidak dikelola oleh orangtuanya atau wali, maka orang tua bisa memberi laporan untuk menghapus akun. Bagian ini rasanya perlu dipertimbangkan betul, sebelum memutuskan untuk benar-benar menghapusnya.
ADVERTISEMENT
Tanpa harus dituding berbagai ‘dakwaan’ karena membiarkan anak memiliki akun media sosial, sebagian orang tua mungkin juga sudah merasa bersalah. Rasa bersalah muncul cenderung karena merasa kontrol mereka yang minim terhadap tindakan anak dalam era digital saat ini.
Suka atau tidak, melek teknologi, cara menggunakan internet yang baik, dan cara memanfaatkan akun media sosial bagi anak adalah kenyataan yang harus dihadapi orang tua saat ini. Orang tua harus bijak melihat hal ini. Untuk itu, jangan juga serta merta menganggap bahwa media sosial dianggap belum perlu bagi anak-anak.
Banyak ide muncul dari bermedia sosial. Banyak cara membuat anak sadar bahwa bermedia sosial harus dibarengi dengan tujuan yang jelas dan bertanggung jawab. Bimbingan orang tua jelas diperlukan di sini.
ADVERTISEMENT
Melalui tulisan ini, saya berharap orang tua terus membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan anak, khususnya dalam menjelaskan urgensi memiliki akun media sosial pribadi. Orang tua perlu memantau penggunaan akun dan dampak media sosial terhadap anaknya. Jangan pula langsung menyalahkan si anak.
Tidak hanya itu, orang tua juga perlu menyadari tindakan-tindakan apa saja yang dilakukan melalui akunnya. Tinjau kembali bagaimana ketika ayah atau ibu berselancar di media sosial. Boleh juga saling membahas dan mendiskusikan akun dan kontennya bersama anggota keluarga inti.
Kuncinya, semua anggota keluarga harus saling terbuka dan berdemokrasi. Jangan keki jika dikomentari, dikritik, dan diberikan saran. Dengan demikian, cara memonitor akun anak bisa dibarengi dengan strategi mengedukasi.
ADVERTISEMENT