Konten dari Pengguna

Suku Dayak: Wajah Asli Kalimantan

Muhammad Dzakir Mulya Al-Baihaqi
Mahasiswa Universitas Pamulang
23 Desember 2024 16:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Dzakir Mulya Al-Baihaqi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi wanita suku dayak, (sumber: https://pixabay.com/id/photos/wanita-indonesia-budaya-suku-7030494/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi wanita suku dayak, (sumber: https://pixabay.com/id/photos/wanita-indonesia-budaya-suku-7030494/)
ADVERTISEMENT
Suku Dayak adalah kelompok penduduk asli di pulau Kalimantan, Indonesia. Kelompok mereka tersebar di lima provinsi Kalimantan, yaitu Kalimatan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara. Dilansir dari laman Kemendikbud, Suku Dayak memiliki asal-usul keturunan imigran yang berasal dari Provinsi Yunnan di Cina Selatan, tepatnya di Sungai Yang Tse Kiang, Sungai Mekong, dan Sungai Menan.
ADVERTISEMENT
Kelompok ini awalnya pernah membangun sebuah kerjaan di Kalimantan Selatan. Dalam tradisi lisan, penduduk yang berdiam di daerah tersebut, seringkali disebut Nansarunai Usak Jawa, yang artinya kerajaan Nansarunai kerjaan yang di dirikan oleh suku Dayak Ma’anyan. Kerajaan ini merupakan kerjaan yang besar yang berada di Kalimantan selatan, kerajaan ini dipimpin oleh Raden Japutra pada tahun 1309 Masehi.
Kerajaan ini pernah menjadi pusat kekuatan dan kemakmuran bagi suku Dayak Ma’anyan yang tersebar di wilayayah Kalimatan Selatan dan Kalimantan Tengah. Namun kerajaan Nansararui yang di pimpin oleh Raden Japutra tidak berlangsung selamanya. Pada tahun 1389 Masehi badai keruntuhan kerajaan Nansarunai di hancurkan oleh kerajaan majapahit yang dipimpin oleh pemimpin generasi ke tiga yang bernama Raja Hayam Wuruk. Terjadinya keruntuhan kerajaan Nansaruni, karena kerjaan ini menjadi kerajaan yang di takuti, karena memiliki kekuatan militer yang kuat dan kekayaan sumber daya alam yang dimilikinya sangat banyak. Sehinggah kerajaan ini menjadi daya tarik bagi kekuatan lain untuk mengincar kekayaan alam yang berada di Kalimantan. Saat kehancuran kerajaan Nansaruni, kelompok mereka menjadi terdesak dan terpencar.
ADVERTISEMENT
Terpencarnya kelompok meraka dari kerajaan yang telah hancur, kelompok mereka mulai memilih meninggalkan tanah kelahiran mereka. Mereka menyebarkan kelompoknya ke berbagai daerah di pedalaman Sungai Barito, Buntok, Puruk Cahu, dan Tamiyang Layang di Kalimantan tengah, suku-suku Dayak yang kita kenal saat ini di Borneo. Setelah kejadian kelompok mereka terdesak dan terpencar, arus penyebaran agama islam tersebar dari kerajaan Demak melalui para pedagang asal Melayu pada tahun 1520. Ketika pengaruh islam masuk, sebagian besar kelompok Suku Dayak yang berada di Timur dan Selatan Kalimantan pun keluar dari suku karena memeluk agama islam, para kelompok yang memeluk agama islam tidak lagi mengakui dirinya sebagai kelompok suku Dayak, terjadinya penyebaran ini memulai membuat hadirnya pengaruh perubahan budaya, bahasa, dan genetika pada perubahan alkuturasi dan asimilasi budaya.
ADVERTISEMENT
Namun ada juga sebagian besar kelompok suku Dayak dari kehancuran kerajaan meraka yang menolak masuk ajaran agama islam, kelompok mereka membangun kembali kehidupan di tempat-tempat baru, mengembangkan komunitas-komunitas yang mandiri dan mempertahankan tradisi-tradisi leluhur mereka. Sehingga kelompok mereka masih mempertahankan sejarah kerajaan mereka yang jaya dan hancur sebagai identitas dan warisan budaya mereka. Syair “Nansarunai Usak Jawa” terus dituturkan dari generasi ke generasi, untuk mengingat keberanian nenek moyang mereka dalam menghadapi pasukan majapahit yang tangguh. Warisan.
Dari sejarah kerajaan Nansarunai di Borneo, kita ketahui seberapa tangguh kelompok Suku Dayak mempertahankan kerajaanya yang di bangun pada masa itu. Dari kerjaan tempat mereka di lahirkan dan kekayaan alam yang dimilikinya sampai mempertahankan kerajaan nya atas penyerangan kerjaan majapahit. Sehingga ketangguhan mereka dari kehancuran kerjaan mereka, kelompok mereka tetap masih membangun kebudayaan aslinya agar terjaga identitas budayanya generasi ke generasi.
ADVERTISEMENT
Zakariya Cahya Aulia, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang.