Konten dari Pengguna

Parenting di Era Digital: Melihat Fenomena Sharenting secara Sosiologis

Dzakwan Iqbal Ramadhan
Mahasiswa Sosiologi Universitas Brawijaya yang suka makan di warung bu pah, kertoraharjo
7 Juli 2024 10:32 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dzakwan Iqbal Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Parenting sebagai modal membentuk karakter anak di masa depan nanti. Foto: Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Parenting sebagai modal membentuk karakter anak di masa depan nanti. Foto: Pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Parenting di era perkembangan zaman yang semakin modern ini, banyak inovasi-inovasi yang muncul sebagai bentuk adaptasi manusia terhadap lingkungannya. Perkembangan pola asuh juga mendapatkan bermacam-macam dampak akibat digitalisasi. Oleh karena itu, munculah istilah baru yang disebut dengan Sharenting. Istilah sharenting, menurut artikel Sharenting: Balancing the Conflicting Rights of Parents and Children, berasal dari kata share dan parenting yang menunjukkan tindakan orang tua yang membagikan informasi kegiatatan sehari-hari anaknya dan bagaimana mereka mengasuh anak melalui video atau foto di akun sosial media mereka. Pola asuh sharenting dapat kita jumpai di berbagai platform media sosial, seperti TikTok, Instagram, YouTube, dan lain-lainnya. Setelah diamati, ternyata kita dapat menemukan sebuah dampak dan timbal balik yang dihasilkan dari sharenting. Berikut penjabaran melalui perspektif sosiologi melihat fenomena tersebut.
ADVERTISEMENT

Sharenting dan Media Konstruksi Sosial

Dalam praktiknya, sharenting dapat membangun sebuah pandangan dari masyarakat terhadap aktor yang ada di layar handphone mereka, dalam hal ini bukan orang tua saja yang secara tidak langsung terkonstruksi identitas sosialnya, namun sang anak juga akan mendapatkan penilaian dari masyarakat mengenai respon mereka menerima pola asuh dari orang tua mereka. Oleh sebab itu, menjaga image, seperti perilaku di media sosial, merupakan suatu kewajiban karena nantinya self-branding yang kita bangun akan menjadi jejak digital kelak di masa depan.
Orang tua menggunakan media sosial untuk membentuk dan memproyeksikan identitas sosial mereka sebagai orang tua yang pastinya berharap akan membangun citra yang baik sebagai orang tua melalui pola didik yang mereka terapkan pada anaknya. Dalam konteks ini, sharenting menjadi alat untuk memvalidasi peran mereka di mata masyarakat. Media sosial menyediakan platform digital untuk berbagi keberhasilan, tantangan, dan momen berharga dalam mengasuh anak, yang nantinya akan memberikan kontribusi pada konstruksi identitas sosial sebagai orang tua yang kompeten dan peduli.
ADVERTISEMENT
Sebagai masyarakat, kita dapat melihat pola asuh yang mereka terapkan pada anaknya, seperti pola asuh orang tua authoritarian yang berfokus pada dominasi orang tua terhadap sang anak dan menuntut agar patuh dalam kuasa orang tua, atau juga pola asuh pola asuh indulgent yang memberikan kebebasan pada anak dalam mengeksplorasi hal-hal baru sesuai kebutuhan mereka.
Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan sharenting sering kali sudah memiliki identitas digital yang terkontruksi jauh sebelum mereka memiliki akun media sosial. Dapat dikatakan bahwa sharenting merupakan sebuah modal sosial seorang anak dalam menjalani kehidupannya, apalagi jika sedari kecil sudah mendapatkan pamor dari efek orang tua ataupun penilaian dari para netizen.

Jaringan Sosial dan Komunitas

ADVERTISEMENT
Sharenting dapat memfasilitasi pembentukan komunitas virtual di mana orang tua saling berbagi pengalaman dan memberikan dukungan dari sesama orang tua lain. Komunitas yang terjalin dapat menjadi sumber dukungan emosional dan praktis yang penting bagi para orang tua. Namun, komunitas ini juga dapat menjadi ruang di mana standar sosial, bahkan sebuah tekanan untuk tampil sesuai dengan ekspektasi masyarakat semakin kuat.
Melalui sharenting, keluarga menjadi lebih terbuka terhadap pengaruh eksternal, termasuk kritik dan penilaian dari orang lain. Hal ini dapat mempengaruhi cara orang tua nantinya mengasuh anak dan bagaimana mereka mengatasi tantangan pengasuhan. Selain itu, eksposur ini dapat membawa risiko bagi anak, yaitu risiko keamanan dan potensi bullying online. Tidak hanya itu, orang tua akan dianggap mengeksploitasi anak dengan memanfaatkan nilai lebih yang dipunya, bisa dari tampang, keahlian, bahkan lebih mirisnya adalah kekurangan untuk mendapatkan iba dari masyarakat.
ADVERTISEMENT

Kesimpulan

Meskipun media sosial menyediakan platform untuk koneksi dan dukungan, sharenting juga membawa risiko signifikan terhadap privasi dan kesejahteraan anak. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari tindakan mereka dan melibatkan anak-anak dalam keputusan mengenai informasi pribadi yang dibagikan di media sosial. Edukasi dan regulasi yang lebih ketat juga diperlukan untuk melindungi hak-hak anak di era digital ini.