Mengamati Peraturan Pencegahan COVID-19 di Universitas Nasional Singapura

Dadang I K Mujiono
Dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Mulawarman
Konten dari Pengguna
23 November 2021 17:37 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dadang I K Mujiono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tes usap PCR/Antigen (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tes usap PCR/Antigen (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Sudah dua tahun lebih rasanya wabah Covid-19 melanda negara di berbagai penjuru dunia. Selama dua tahun itu juga hampir seluruh negara melakukan berbagai upaya agar tingkat penyebaran Covid-19 mereda.
ADVERTISEMENT
Upaya pengendalian virus yang bermula dari Wuhan-China ini pun beragam jenisnya. Mulai dari pemakaian masker dan pelindung wajah, menghindari keramaian, tes Covid-19 seperti tes usap antigen dan PCR, sampai vaksinasi Covid-19.
Berbagai kebijakan yang mewajibkan masyarakat harus divaksin agar dapat menikmati fasilitas umum pun mulai bermunculan di awal 2021an. Awalnya banyak yang menolak untuk divaksin. Mulai dari alasan karena vaksin belum tersertifikasi halal oleh MUI sampai berita bohong yang menyatakan penggunaan vaksin justru akan tertular Covid-19.

Tes Usap Antigen Mandiri di Singapura

Terlepas dari kewajiban vaksin dan dinamika vaksinasi di berbagai negara, tujuan vaksinasi sebenarnya mulia. Yakni memperkuat kekebalan tubuh agar terhindar dari Covid-19.
Namun demikian, apakah vaksinasi saja dapat mengendalikan penyebaran Covid-19 di suatu wilayah? Jawabannya belum tentu. Program tes usap antigen secara mandiri menjadi gaya baru atau kenormalan baru di beberapa negara. Salah satunya di Singapura. Pelaksanaan tes usap antigen secara mandiri menjadi cara baru pemerintah Singapura untuk mengontrol penyebaran Covid-19.
ADVERTISEMENT
Meskipun berdasarkan data statistik pemerintah Singapura, per 21 November 2021 telah mencatat lebih dari 90% total penduduk menerima dosis vaksin Covid-19 sebanyak dua kali. Bahkan pemerintah setempat berencana akan memberikan dosis ketiga bagi kalangan manula, yang sebelumnya juga sudah diberikan kepada tenaga medis. Namun pemerintah Singapura tetap menerapkan tes usap antigen secara rutin agar pengendalian Covid-19 tetap terjaga.
Lalu bagaimana penerapan kebijakan pengendalian Covid-19 di Universitas Nasional Singapura-tempat saya menempuh pendidikan? Berdasarkan pengalaman saya, pemerintah Singapura melalui Rektor mewajibkan seluruh civitas academica untuk tetap melaksanakan tes usap antigen secara berkala.

Tes Usap Antigen di Universitas Nasional Singapura

Khusus untuk kalangan civitas academica Universitas Nasional Singapura, kebijakan tes usap antigen mandiri wajib sebanyak sekali seminggu bagi yang sudah divaksin, dan dua kali seminggu bagi yang belum divaksin. Alat tes usapnya pun bisa diperoleh melalui mesin jual otomatis yang tersebar di beberapa titik kampus.
Salah satu mesin jual otomatis tes usap Antigen merek Panbio yang ada di Stephen Riady UTown Universitas Nasional Singapura (Foto: Dokumentasi pribadi)
Untuk biaya pengambilan alat tes usap ini cuma-cuma atau gratis, sepanjang kita bisa menunjukkan identitas kita sebagai civitas academica. Dalam prosesnya, kita hanya perlu menunjukkan kode QR di aplikasi uNivus, aplikasi civitas academica yang bisa diunduh di Apple store atau Google store, dan memindai kode QR di mesin jual otomatis tersebut. Setiap kali kita memindai, maka akan ada 2 alat tes usap antigen yang akan keluar dari mesin.
ADVERTISEMENT
Setiap kali kita memindai kode QR untuk memperoleh alat tes usap antigen, kode QR hanya akan muncul ketika masa usap antigen yang kedua telah usai. Jadi jika masih ada alat tes usap yang belum terpakai, dan masa hasil tes usap masih berlaku, maka kita tidak bisa memindai untuk memperoleh alat tes usap di mesin jual otomatis.
Pasca melakukan tes usap secara mandiri, langkah berikutnya adalah kita harus mengunggah hasil tes usap ke dalam aplikasi uNivus. Hanya perlu memfoto hasil usap yang langsung terhubung dengan aplikasi uNivus. Jika hasilnya negatif maka panel kontrol keamanan di aplikasi akan berwarna hijau. Jika hasilnya positif panel kontrol akan berwarna merah dan kita harus segera menghubungi petugas kesehatan setempat.
Panel elektronik berwarna hijau yang artinya sudah mengunggah hasil tes usap (FET) dan terhubung dengan jaringan Wi-Fi kampus (Foto: Dokumentasi pribadi)

Harus terhubung jaringan internet nirkabel Wi-Fi

Selain harus melakukan tes usap secara rutin seminggu sekali (bagi yang sudah vaksin), seluruh civitas academica juga diwajibkan untuk selalu terhubung dengan jaringan Wi-Fi kampus selama berada di kampus. Dua syarat tersebut yang menentukan kita dapat beraktivitas di kampus atau tidak. Jika kita tidak terhubung dengan jaringan Wi-Fi kampus, maka panel kontrol keamanan akan berwarna merah. Sama halnya jika kita belum tes usap antigen, maka panel kontrol keamanan pun akan berwarna merah.
ADVERTISEMENT
Kewajiban untuk terus terhubung ke jaringan Wi-Fi kampus ini gunanya agar pergerakan kita selama di kampus selalu terawasi oleh petugas keamanan kampus. Hal ini juga memudahkan petugas mendeteksi apabila kita tertular atau memaparkan COVID-19 maka tindakan pencegahan bisa segera diambil.
Panel kontrol berwarna merah yang menunjukan belum mengunggah hasil negatif tes usap antigen (FET). (Foto: Dokumentasi pribadi)
Sementara itu, apa yang terjadi jika panel kontrol keamanan berwarna merah? Berdasarkan regulasi yang tertera di kampus Universitas Nasional Singapura, maka civitas academica tidak bisa menikmati seluruh fasilitas yang ada di kampus. Misalnya, makan di kantin, mengunjungi perpustakaan, mengikuti kuliah tatap muka, memasuki gedung administrasi, berbelanja di pasar swalayan, mengakses fasilitas olahraga (olahraga angkat beban, berenang, basket, tenis dll), dan bahkan memotong rambut di salon yang tersedia di kampus juga harus menunjukkan panel kontrol keamanan berwarna hijau.
ADVERTISEMENT

Tes Serologi

Kemudian, bagi mereka yang telah divaksin di luar Singapura, artinya vaksinasi di negara masing-masing, maka setibanya di Singapura, harus melaksanakan tes serologi atau tes pengambilan sampel darah yang bertujuan untuk verifikasi vaksinasi. Tes serologi memerlukan biaya SGD 45 atau setara dengan Rp 450.000. Tes ini tidak gratis meskipun bagi mahasiswa. Setelah tes selesai dilaksanakan dan terbukti sudah divaksin, maka petugas kesehatan akan memperbarui data vaksinasi di aplikasi Trace Together.
Lalu bagaimana bagi pengunjung sesaat, misalnya untuk keperluan liburan, bisnis, dan berobat yang membutuhkan waktu kurang dari 30 hari? Sepanjang bisa membuktikan kepada petugas imigrasi ketika tiba di bandara internasional Changi bahwa sudah vaksinasi dua dosis (dengan cara menunjukkan sertifikat vaksin). Maka status vaksinasi akan berlaku selama 30 hari. Dengan status sudah divaksin tersebut pengunjung dapat menikmati layanan yang tersedia di Singapura, termasuk di kampus Universitas Nasional Singapura. Oleh karena itu, tes serologi umumnya diperuntukkan bagi mereka yang tinggal lebih dari 30 hari.
ADVERTISEMENT
Terakhir, selain harus tes usap dan terhubung dengan jaringan Wi-Fi kampus, dan tentunya sudah divaksin, civitas academica juga diwajibkan mengunduh aplikasi Trace Together dan mengaktifkan mode Bluetooth selama di Singapura. Aplikasi Trace Together ini yang akan memantau histori perjalanan selama di Singapura, dan model Bluetooth tersebut gunanya agar pergerakan masyarakat terpantau selama kita melakukan registrasi di berbagai tempat di Singapura, termasuk di dalam kampus. Kemudian yang paling penting, di aplikasi ini juga status vaksinasi kita terverifikasi. Jika kita bandingkan dengan di Indonesia, aplikasi ini serupa seperti Peduli Lindungi.
Sebagai penutup, berdasarkan cerita di atas, terlihat banyak sekali aturan yang harus dipenuhi bagi civitas academica Universitas Nasional Singapura. Namun biar bagaimanapun, peraturan ini harus dilaksanakan semata-mata untuk memastikan lingkungan kampus terbebas dari Covid-19 agar pelaksanaan aktivitas di kampus tidak terganggu.
ADVERTISEMENT