news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Mengapa Presiden Jokowi Tetap Mengundang Presiden Putin ke KTT G20 di Bali?

Dadang I K Mujiono
Dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Mulawarman
Konten dari Pengguna
16 Agustus 2022 17:38 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dadang I K Mujiono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Presiden Vladimir Putin (Sumber:Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Vladimir Putin (Sumber:Pixabay)
ADVERTISEMENT
Rangkaian pertemuan G20 yang dimulai sejak 1 Desember 2021 akan berakhir dengan dilaksanakannya pertemuan puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Bali pada tanggal 15-16 November 2022.
ADVERTISEMENT
Pasca serangan yang dilakukan oleh Rusia terhadap Ukraina, banyak spekulasi yang beredar apakah Presiden Jokowi akan mengundang Presiden Putin atau tidak ke KTT G20 di Bali.
Negara-negara barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS), bahkan sempat mengancam akan memboikot rangkaian pelaksanaan G20 apabila pejabat Rusia datang, termasuk Presiden Putin.
Tidak hanya itu, AS juga meminta kepada negara anggota G20 agar Rusia dapat dicabut statusnya sebagai anggota G20. Hal yang sama terjadi ketika AS dan sekutunya memutuskan untuk mendepak Rusia dari G8 (kelompok 8 negara demokrasi maju) karena menginvasi dan kemudian menganeksasi Semenanjung Krimea di Ukraina pada tahun 2014.
Namun terlepas dari kegaduhan apakah Rusia dalam hal ini Presiden Putin akan datang atau tidak ke KTT G20 di Bali. Lebih – lebih mempertimbangkan pengalaman yang cukup memalukan bagi Presiden Putin pada KTT G20 di Brisbane, Australia 2014 di mana tidak ada kepala negara G20 yang ingin duduk satu meja dengan beliau pada saat makan siang. Faktanya, Presiden Jokowi tetap mengundang Presiden Putin ke KTT G20 di Bali.
ADVERTISEMENT
Berangkat dari keputusan tersebut, menurut saya terdapat beberapa pertimbangan yang diambil oleh Presiden Jokowi selain tahu bahwa Rusia adalah anggota tetap G20.

Politik luar negeri bebas dan aktif dan Gerakan Non-Blok

Ilustrasi bendera negara-negara di dunia (Sumber:Pixabay)
Sebagaimana yang kita ketahui, politik bebas dan aktif Indonesia menyebabkan pemerintah memiliki keleluasaan untuk menentukan arah kebijakan luar negeri tanpa mempertimbangkan situasi yang sedang berkembang.
Prinsip politik luar negeri Indonesia jika dihubungkan dengan pembukaan UUD 1945 Alinea IV, yakni mewujudkan perdamaian dunia memiliki makna yang gamblang. Artinya, posisi Indonesia di antara Ukraina dan Rusia jelas - tidak memihak.
Kedatangan Jokowi ke Ukraina dan Rusia di medio 2022 hanya ingin memastikan perang bisa diselesaikan dengan memulai tahapan pertama proses terciptanya perdamaian, yakni komunikasi.
ADVERTISEMENT
Terpenting, dari kunjungan tersebut, rantai pasok makan global dapat kembali berjalan secara normal dan Indonesia dapat kembali mengimpor gandum dari Ukraina dan Rusia.
Tidak hanya itu, sebagai salah satu pelopor berdirinya GNB, Indonesia memiliki tanggung jawab moral untuk tidak memihak kepada pihak yang bertikai. Tanjung jawab tersebut, selain ditujukan kepada Indonesia sendiri karena sebagai anggota GNB, juga ditujukan kepada inisiator dan anggota GNB lainnya.

Tiga besar investor asing di Indonesia

Diundang atau tidaknya diundangnya Presiden Putin ke KTT G20 di Bali menurut saya punya konsekuensi masing-masing. Namun gambar besar yang perlu kita cermati adalah bahwa Rusia merupakan sekutu utama Tiongkok dalam menandingi dominasi AS di dunia.
Dengan tidak mengundang atau ikut mengecam Rusia, hubungan diplomatik yang baik antara Indonesia dan Tiongkok bisa saja terganggu.
ADVERTISEMENT
Tiongkok mungkin, juga bisa, memutuskan untuk tidak hadir ke KTT G20 di Bali dan mengajak anggota lainnya untuk mengambil langkah yang sama karena G20 terlalu Amerika sentris.
Hal ini tentu tidak diinginkan Presiden Jokowi karena investasi Tiongkok di Indonesia menurut Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI terjadi peningkatan sebesar 559 persen selama lima tahun terakhir. Peningkatan ini terlihat sejak 2015 dengan nilai hanya sebesar USD 0,63 miliar melonjak menjadi USD 3,51 miliar di 2020.
Lebih lanjut, bahkan pada tahun 2022, menurut data yang disajikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal tidak ada negara anggota G20 yang menjadi sponsor utama pengutuk serangan Rusia di Ukraina (AS, Inggris, dan Jepang) berada pada posisi tiga besar investor asing di Indonesia. AS sebagai inisiator pengutuk serangan Rusia di Ukraina justru hanya berada di peringkat ke-5.
ADVERTISEMENT
Sedangkan Tiongkok sebagai negara yang abstain dalam serangan tersebut menjadi satu-satunya negara anggota G20 yang berada pada urutan ke-3 investor asing terbesar di Indonesia, setelah Singapura dan Hong Kong.
Singkat kata, kepentingan Indonesia mengundang Presiden Putin ke KTT G20 di Bali boleh jadi merupakan langkah yang diambil pemerintah Indonesia untuk menghargai hubungan diplomatik Tiongkok dan Rusia. Terpenting, keputusan yang diambil oleh Indonesia diharapkan dapat mengamankan kepentingan nasional.

Indonesia terikat sejarah dan ada kepentingan masa depan

Jika kita cermati pidato Presiden Putin di saat kunjungan Presiden Jokowi ke Rusia pada 1 Juli 2022, terlihat jelas bahwa posisi Indonesia dan Rusia terikat sejarah dan terdapat kepentingan pada masa depan.
Pertama, terikat sejarah artinya Indonesia di awal kemerdekaan mendapat banyak bantuan dari Uni Soviet (Rusia) untuk membangun kenegaraan dan memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional.
ADVERTISEMENT
Bahkan menurut Connie R. Bakrie, pengamat militer dan pertahanan, bahwa proposal luas wilayah perairan Indonesia yang diukur berdasarkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), pada saat itu hanya didukung oleh Tiongkok dan Uni Soviet (Rusia). Sedangkan AS dan Inggris menolak proposal tersebut karena menginginkan kebebasan dalam bernavigasi.
Kedua, terkait masa depan, artinya kita tahu bahwa Presiden Jokowi sedang gencar-gencarnya mencari investor asing untuk proyek pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur. Ibarat gayung bersambut, kunjungan Presiden Jokowi ke Istana Kremlin di Moskwa, Rusia disambut baik oleh Presiden Putin, dan beliau juga menyatakan kesediaannya untuk berinvestasi pada proyek tersebut melalui Russian railways.
Dari sini, kita dapat lihat bahwa Indonesia di era Presiden Jokowi terlihat sangat pragmatis dalam mengimplementasikan kebijakan luar negerinya.
ADVERTISEMENT
Bahkan pengamat Hubungan Internasional Dino Patti Djalal berpendapat bahwa kunjungan Indonesia ke Rusia dianggap oleh Presiden Putin tidak lebih dari sekadar kunjungan bilateral saja. Berbeda dengan tanggapan Presiden Volodymyr Zelensky yang menganggap kunjungan Indonesia fokus pada upaya perdamaian di antara kedua negara.
Terlepas dari motif utama Presiden Jokowi dalam kunjungan maraton dari Jerman ke Ukraina, lalu ke Rusia. Kita patut mengapresiasi, paling tidak Presiden Jokowi telah menunjukkan Indonesia di kepemimpinannya dapat mengimplementasikan nilai-nilai politik luar negeri bebas dan aktif dan menerapkan prinsip GNB.
Terpenting, dalam pelaksanaan G20, Presiden Jokowi dapat menunjukkan kepada masyarakat internasional bahwa Indonesia tidak dapat didikte oleh siapa pun demi menjaga kepentingan nasional negara.