Konten dari Pengguna

Pengaruh Politik Domestik dalam Kebijakan Luar Negeri

Dadang I K Mujiono
Dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Mulawarman
13 September 2022 17:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dadang I K Mujiono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi peta dunia (Gambar: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi peta dunia (Gambar: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Kebijakan luar negeri sebuah negara umumnya dipengaruhi oleh dua faktor utama. Pertama faktor ide atau prinsip kebijakan luar negeri. Kedua adalah faktor politik dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Politik luar negeri sendiri menurut Ludiro Madu (2021) merupakan serangkaian gagasan, ketentuan dan aturan yang menunjukkan posisi negara dalam percaturan internasional. Dengan memahami politik luar negeri sebuah negara, kita dapat memahami stance atau posisi sebuah negara dalam politik internasional, termasuk dalam hubungan bilateral dan kerja sama luar negeri.
Dalam opini kali ini, saya akan membahas bagaimana politik domestik memengaruhi proses pembuatan kebijakan luar negeri sebuah negara. Merujuk dari karya Ludiro Madu (2021) terdapat empat faktor domestik yang memengaruhi proses pembuatan kebijakan luar negeri.

Sistem atau struktur nasional

Faktor pertama ini dapat berupa sistem politik, ekonomi, dan budaya. Dengan sistem demokrasi yang diterapkan di dalam negeri, tidak tertutup kemungkinan bahwa dalam pembuatan politik luar negeri akan ada berbagai aktor yang terlibat dalam proses tersebut. Di sisi lain, jika negara menerapkan sistem otoriter, pola proses pembuatan kebijakan luar negeri akan berbanding terbalik dengan sistem demokrasi.
ADVERTISEMENT

Karakteristik geografis, lokasi, dan jumlah penduduk

Negara kecil seperti Singapura akan memiliki tujuan politik luar negeri yang berbeda dengan tujuan politik luar negeri Indonesia karena Indonesia memiliki wilayah yang luas dan jumlah penduduk yang besar.
Dengan wilayah yang kecil, 728,6 km2, kekurangan sumber daya alam, dan terletak di antara negara-negara besar seperti Indonesia dan Malaysia, tujuan kebijakan luar negeri Singapura pada tahun-tahun awal kemerdekaannya adalah fokus untuk menjadikan Singapura sebagai aset bagi masyarakat internasional dan menjaga hubungan bilateral yang baik dengan semua negara, terutama dengan tetangga terdekat (Desker dan Osman, 2022).
Tujuan ini kemudian diwujudkan dengan sikap Singapura terhadap investasi asing langsung (foreign direct investment) di mana negara tersebut menempatkan diri mereka sebagai penyedia FDI atau negara kreditur daripada menjadi negara debitur. Terbukti dalam lima dekade kemudian sejak merdeka pada tahun 1965 di mana Singapura menjadi investor asing terbesar bagi negara tetangga besarnya, Indonesia.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan Singapura, politik luar negeri Indonesia pada dekade pertama setelah memperoleh pengakuan hukum oleh masyarakat internasional sebagai negara berdaulat pada tahun 1949, ditunjukkan dengan radikalisasi politik luar negeri dan konfrontasi dengan tetangga terdekat, seperti Malaysia dan Irian Jaya (Feith, 1963).

Kelompok masyarakat

Kelompok ini bisa berbentuk partai politik, ormas, kelompok pemikir (think tanks), dll. Dalam konteks Indonesia, kelompok-kelompok seperti komunitas epistemik yang ada di beberapa universitas, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Center for Strategic and International Studies (CSIS), Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah termasuk kelompok yang sering terlibat dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri.
Misalnya, peran NU dan Muhammadiyah sangat penting dalam merumuskan politik luar negeri Indonesia terhadap proses perdamaian antara pemerintah Filipina dan kelompok pemberontak Filipina Selatan (Ludiro Madu, 2021).
ADVERTISEMENT

Peran individu

Faktor keempat ini menonjolkan peran seorang tokoh penting bangsa, sebut saja Presiden atau Perdana Menteri, menteri, atau elite nasional. Dalam kasus Singapura, politik luar negeri negara tersebut sangat dipengaruhi oleh pejabat luar negeri generasi pertama Singapura, yaitu S. Rajaratnam.
Rajaratnam dan para pemimpin Singapura lainnya percaya dan pendukung teori the state of nature purposes oleh Thomas Hobbes, di mana teori ini menggarisbawahi bahwa manusia ingin di atas segalanya untuk menjaga kehidupan dan kekuatan mereka, dan negara dalam memuaskan keinginan mereka selaras dengan kodrat manusia. Oleh karena itu, untuk menjaga kehidupan mereka dan memuaskan keinginan negara, negara dan masyarakat mengintai di mana-mana, mencari kelemahan dan peluang.
ADVERTISEMENT
Rasa kelemahan dan kerentanan Singapura dapat dikaitkan dengan ukuran negara, lokasinya di antara dua tetangga besar, dan kurangnya sumber daya alam. Oleh karena itu, rumusan utama dan tujuan utama politik luar negeri Singapura, sebagaimana dikemukakan oleh Rajaratman, adalah […] untuk menjaga kemerdekaan kita dari ancaman eksternal (Desker dan Osman, 2022). Dibandingkan dengan Indonesia, asas politik luar negeri Bebas Aktif yang dicirikan dengan independsi, anti-kolonial, dan pragmatsme dirumuskan dan kemudian diumumkan oleh Mohammad Hatta yang menjabat sebagai wakil presiden pertama Indonesia (Sukma, 1955).
Dari keempat faktor tersebut, kita dapat melihat bahwa kebijakan luar negeri sebuah negara merupakan representasi nyata dari kepentingan politik dalam negeri dan kebijakan tersebut dirancang untuk melayani kepentingan nasional.
ADVERTISEMENT