Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
The Legacy of Ingwer Ludwig Nommensen: Kepemimpinan Transformasional
29 Juli 2024 13:58 WIB
·
waktu baca 10 menitTulisan dari EBEN EZER NAPITUPULU tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
PENDAHULUAN
ADVERTISEMENT
“Saya dan 4,5 juta masyarakat Batak memeluk agama Kristen berkat Nommensen”
ADVERTISEMENT
Ingwer Ludwig Nommensen adalah seorang ekspatriat sejati, yang menghabiskan seluruh masa dewasa hidupnya di Sumatra, yang saat itu merupakan bagian dari Hindia Belanda (Lehmann et al, 1996). Nommensen disebut sebagai representasi dari rasul, rasul untuk orang Batak “the Apostle of the Batak”. Mengapa? Nommensen merupakan seorang misionaris terkemuka di kalangan Batak dan menjadi pemimpin tertinggi (Ephorus) pertama organisasi keagamaan terbesar ketiga di Indonesia setelah NU dan Muhammadiyah yaitu Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) (William Ciputra, 2022). Dimana saat ini, pengikut organisasi ini mencapai 4,5 juta orang. Nommensen muda pada saat umur 28 tahun meninggalkan kampung halaman beserta orangtuanya untuk tinggal dan menetap di Tanah Batak dari tahun 1864 hingga kematiannya di 1918 (54 tahun). Sehingga, dengan pengorbanan tersebut, Anderson (1998) menyebutkan bahwa Nommensen dianugerahi gelar kesatria dalam Royal Dutch Order of Orange Nassau pada tahun 1893 dan menjadi perwira dalam orde ini pada tahun 1911. Ia menerima gelar doktor kehormatan dalam teologi dari Universitas Bonn pada tahun 1904. Ketika Nommensen meninggal, gereja Batak memiliki 34 pendeta, 788 guru-pengkhotbah, dan 180.000 anggota di lebih dari 500 gereja lokal. Tulisan-tulisannya yang dipublikasikan termasuk terjemahan dalam bahasa Batak dari Katekismus Kecil Luther (1874), Perjanjian Baru (1878), Cerita Alkitab (1882), tiga buklet berjudul Berichte an seine Freunde (1882, 1883, 1886), dan sekitar empat puluh artikel pendek dan kontribusi untuk jurnal misi (Albert, 2016).
Nommensen memulai penginjilan di Rura Silindung, yang merupakan tempat tempat suku batak berasal, berkat sebuah penglihatan: “orang-orang akan berbondong-bondong ke gereja dan lonceng gereja akan terdengar dari berbagai tempat di Rura Silindung ini. Nommensen pun berdoa: “Ya Tuhan, hidup atau mati biarlah aku berada di tengah-tengah bangsa Batak ini untuk menyebarkan Firman dan KerajaanMu”. Dari sinilah panggilan Tuhan atas Ludwig Inger Nommensen dimulai (Arifin P, 2011).
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, penginjilan pertama kali masuk di Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua. Kemudian pada Abad ke-18 Penginjilan agama Kristen baru mulai masuk ke Sumatera Utara dimana masyarakat suku Batak masih menganut kepercayaan animisme dengan menyembah roh (pelebegu). Simangunsong et al, (2024) dalam penelitiannya menyebutkan, pada Tahun 1824, Richard Burton dan Nathaniel Ward dari Inggris datang dan disambut oleh orang Batak, tetapi Burton kembali ke kampung halaman karena sakit, Ward pindah ke Padang untuk melanjutkan pekerjaannya sebagai penerjemah. Tahun 1834, Henry Lyman dan Samuel Munson datang dari Amerika, tetapi di bunuh oleh masyarakat Batak karena kesalahpahaman bahasa. Sehingga pada 1840, Frans Willhelm Junghuhn datang ke Sumatera untuk belajar Bahasa dan Budaya Batak untuk di sebarkan ke Tanah Eropa. Sehingga pada 1863, Nommensen pun tiba di padang dan melanjutkan perjalanan ke Sumatera Utara.
ADVERTISEMENT
KEPEMIMPINAN NOMMENSEN DILAHIRKAN ATAU TIDAK?
Ludwig Ingwer Nommensen lahir di Nordstrand, Jerman, pada tanggal 6 Februari 1834. Saat itu, Nordstrand masih merupakan bagian dari Denmark. Nommensen tidak berasal dari keluarga kaya, sehingga sejak kecil ia terbiasa bekerja untuk membantu orang tuanya. Ia tumbuh dalam keluarga miskin dan menderita, dengan kondisi ayahnya yang sering sakit (Hotmaida 1993:1). Sejak usia 7 tahun, Nommensen sudah bekerja sebagai tukang atap, petani, dan pembajak sawah. Pada usia 12 tahun, ia mengalami kecelakaan di mana kakinya patah karena terlindas kereta kuda, sehingga ia harus berbaring di tempat tidur selama berbulan-bulan. Dalam kondisi ini, Nommensen berdoa untuk kesembuhan dan berjanji akan menyebarkan Injil kepada orang-orang kafir jika ia sembuh (Ideyani Vita et al., 2024).
ADVERTISEMENT
Nommensen menepati janjinya. Pada usia 20 tahun, ia pergi ke Barmen (sekarang Wuppertal) untuk melamar menjadi penginjil, sesuai dengan janjinya. Ia belajar selama sekitar empat tahun di seminari zending Lutheran Rheinische Missionsgesellschaft (RMG). Setelah lulus, ia ditahbiskan menjadi pendeta pada tahun 1861. RMG menugaskannya pertama kali ke Sumatra, dan ia tiba di Padang pada tanggal 14 Mei 1862.
Berdasarkan poin-poin di atas, dapat diketahui bahwa Nommensen lebih cenderung merupakan pemimpin yang dibentuk (made leaders) daripada pemimpin yang dilahirkan (born leaders). Berikut alasannya:
• Pengalaman dan Pendidikan: Nommensen mengembangkan kemampuan kepemimpinannya melalui pengalaman hidup yang berat dan pendidikan formal di seminari. Hal ini menunjukkan bahwa banyak aspek dari kepemimpinannya diperoleh melalui pembelajaran dan pengalaman.
ADVERTISEMENT
• Motivasi Pribadi: Janji pribadi Nommensen untuk menyebarkan Injil setelah sembuh dari kecelakaan menunjukkan adanya motivasi intrinsik yang kuat yang mendorongnya untuk menjadi pemimpin.
• Pengembangan Keterampilan: Proses pendidikan di seminari dan penahbisan menjadi pendeta menunjukkan adanya proses formal dalam pengembangan keterampilan kepemimpinannya.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa meskipun Nommensen mungkin memiliki beberapa sifat kepemimpinan alami, banyak dari kemampuan dan keberhasilannya sebagai pemimpin adalah hasil dari pengalaman hidup, pendidikan, dan pelatihan, yang menunjukkan bahwa ia lebih merupakan pemimpin yang dibentuk (made leaders).
KEPEMIMPINAN TRANSFORMATIONAL
• Modeling the way
Nommensen, seorang pionir dalam penyebaran agama Kristen di Tanah Batak, mempraktikkan prinsip "Modeling the way" dari kepemimpinan transformasional melalui tindakan dan teladan. Pada awal perjuangannya, Nommensen mendirikan Huta Dame, perkampungan pertama yang menampung orang Batak yang teraniaya di wilayah Silindung. Perkampungan ini tidak hanya menjadi tempat perlindungan tetapi juga pusat penyebaran agama Kristen di daerah tersebut. Pada tahun 1864, ia membangun Gereja Dame, gereja pertama di Silindung, sebagai simbol komitmennya yang kokoh untuk membawa perubahan dan harapan baru bagi masyarakat Batak (Tamar Kristalia Simanullang et al. (2024).
ADVERTISEMENT
Nommensen berhasil membaptis seorang Batak pada 27 Agustus 1865 menunjukkan keberanian dan kegigihannya dalam menerapkan prinsip "Modeling the Way" Dimana pada saat itu ajaran Kristen sangat ditolak oleh Suku Batak. Keberanian ini terbukti ketika Raja Pontas Lumban Tobing, yang sebelumnya menolak kehadirannya, meminta untuk dibaptis dan mengundang Nommensen untuk pindah ke Pearaja. Perpindahan ini merupakan langkah strategis yang memperkuat posisinya, dan di tanah baru yang diberikan. Lantas, Nommensen mendirikan rumah, sekolah, dan gereja baru, menjadikan Pearaja sebagai pusat baru dari kegiatan Kristen, hingga saat ini.
• Encourage The Heart (Mendorong Hati)
Dalam situasi tragis yang menimpa Tanah Batak akibat epidemi kolera, kepemimpinan Nommensen menunjukkan penerapan teori kepemimpinan transformasional "Encourage the Heart". Wabah tersebut menyebar dan membawa dampak yang mengerikan, terutama terhadap anak-anak. Banyak keluarga memiliki lebih banyak anak yang terkubur daripada yang hidup, dan depresi yang melanda orang tua membuat beberapa dari mereka mengambil nyawa mereka sendiri dengan bunuh diri.
ADVERTISEMENT
Penelitian yang dilakukan oleh Thamar Van Bemmelen, (2012) yang meneliti surat-surat Nommensen menyimpulkan bahwa, sebagai seorang pemimpin dan missionaris, Nommensen tidak hanya menyaksikan penderitaan ini, tetapi ia juga merasakan panggilan untuk bertindak. Menyadari bahwa misinya di Batak tidak semata-mata terbatas pada tugas keagamaan, ia mengambil langkah tegas untuk menghadapi krisis ini. Sekolah Kristen yang ia dirikan di bawah naungan Batakmission tidak lagi hanya berfungsi sebagai tempat pendidikan, melainkan dialihfungsikan menjadi balai kesehatan, tempat memberikan perawatan medis bagi yang membutuhkan.
Dalam mengatasi wabah, Nommensen melakukan terapi dengan metode homeopati. Metode ini menggunakan larutan bahan alam dari tumbuhan dan hewan, yang diharapkan dapat meningkatkan daya tahan tubuh masyarakat Batak terhadap penyakit. Nommensen tidak hanya fokus untuk pengobatan secara medis, tetapi juga mengatur distribusi obat-obatan di wilayah Silindung, supaya memastikan bahwa bantuan dapat menjangkau semua yang membutuhkannya.
ADVERTISEMENT
Hasil dari usaha Nommensen adalah angka kematian di antara masyarakat Kristen yang mendapatkan perawatan darinya, lebih rendah dibandingkan dengan populasi Batak tradisional. Ini menunjukkan efektivitas dari tindakan yang diambil. Lebih dari itu, dampaknya meluas lebih jauh dari sekadar statistik kesehatan. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Nommensen membawa dampak sosial yang signifikan: mempengaruhi pandangan masyarakat setempat terhadap kemanusiaan dan hak asasi. Praktik perbudakan yang sebelumnya ada di daerah Toba mulai punah karena pengaruh misi kemanusiaan yang ia jalankan.
Nommensen, dengan usaha yang penuh kasih dan dedikasi, berhasil mengubah krisis wabah menjadi kesempatan bagi masyarakat Batak untuk menemukan harapan baru. Dengan menggalang komunitas dan menyediakan perawatan serta pendidikan, ia menginspirasi perubahan positif yang melampaui batas-batas kesehatan fisik, menyentuh hati dan jiwa banyak orang. Karya dan dedikasinya dalam menghadapi epidemi kolera ini menjadi bukti nyata bagaimana prinsip "Encourage the Heart" yang dapat diterapkan dalam situasi nyata, membawa perubahan yang mendalam dan jangka panjang dalam masyarakat yang dilanda krisis.
ADVERTISEMENT
• Inspire a Shared Vision
Nommensen memulai misinya di Tanah Batak pada tahun 1863 dengan visi yang kuat dan jelas: membawa agama Kristen kepada masyarakat Batak yang pada waktu itu belum mengenalnya. Visi ini menjadi inspirasi yang membimbing seluruh tindakannya selama lebih dari lima dekade. Ketika pertama kali tiba di Silindung, dia membayangkan sebuah masyarakat di mana orang-orang Batak dapat hidup dengan damai, bebas dari tekanan adat dan kepercayaan animisme yang mengikat mereka dalam ketakutan. Nommensen mendirikan sebuah kawasan yang disebut “Huta Dame”, yang merupakan perkampungan pertama untuk menampung orang Batak yang tertindas (Bernadtua Simanjuntak et al., 2022). Kemudian Nommensen mendirikan Gereja Dame sebagai gereja pertama di Silindung pada tahun 1864 dimana ini memperlihatkan tekadnya yang kokoh dalam merealisasikan visi tersebut. Hingga akhir hayatnya pada tahun 1918, Nommensen berhasil mengispirasi masyarakat Batak dengan visi perubahan dan harapan baru yang terus bertahan bahkan setelah kematiannya. Pembangunan Salib Kasih pada tahun 1993/1994 di puncak Bukit Siatas Barita merupakan tanda penghormatan atas jasa-jasanya menunjukkan bahwa visinya telah membentuk fondasi spiritual Kekristenan.
ADVERTISEMENT
• Enable Other to Act
Selain memiliki visi yang jelas dan menginspirasi, Nommensen juga sangat aktif dalam memberdayakan orang lain untuk bertindak. Pendekatan inklusif dan kolaboratifnya melibatkan masyarakat setempat dalam setiap tindakan penting yang diambilnya. Ketika Huta Dame sering terendam banjir, Nommensen memimpin masyarakat dalam rapat besar untuk membahas dan memutuskan pemindahan gereja ke Hutanabolon. Keputusannya untuk melibatkan tokoh-tokoh lokal dalam pembuatan keputusan menunjukkan kepercayaannya pada kemampuan dan pengetahuan mereka. Pendirian Sekolah Guru di Pansur Napitu dan kemudian memindahkannya ke Sipaholon adalah langkah strategis lainnya dalam memberdayakan masyarakat Batak. Nommensen menyadari pentingnya pendidikan dalam menciptakan pemimpin masa depan, sehingga ia mencurahkan energi dan sumber daya untuk memastikan bahwa sekolah ini menghasilkan lulusan yang mampu mengajar Injil dan membuka sekolah di daerah mereka masing-masing (Sitompul, 2020). Melalui pendidikan, Nommensen memberikan alat dan kemampuan kepada orang Batak untuk mengambil peran aktif dalam penginjilan dan pembangunan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Meskipun Nommensen telah tiada pada tahun 1918, warisannya berupa masyarakat Jumlah populasi Batak Kristen, sekolah-sekolah, dan gedung-gedung gereja menunjukkan keberhasilannya dalam memberdayakan orang lain. Pengetahuan dan keterampilan yang dia berikan kepada masyarakat Batak telah bertahan melewati banyak generasi.
• Challenge the Proses
Dalam perjalanan misinya di Tanah Batak, Nommensen menunjukkan prinsip "Challenge the Process" dari kepemimpinan transformasional dengan menghadapi berbagai tantangan dan resistensi status quo (Wellem, 1999). Saat pertama kali tiba di Silindung, Nommensen dihadapkan pada resistensi kuat dari masyarakat setempat yang dipimpin oleh para raja. Mereka khawatir bahwa kedatangan misionaris asing akan mengganggu adat istiadat dan kebiasaan mereka. Penolakan ini tidak mencegah Nommensen; sebaliknya, dia melihatnya sebagai tantangan untuk membuktikan niat baik dan visinya.
ADVERTISEMENT
Konflik besar lainnya muncul ketika kehadiran Nommensen ditentang oleh Raja Si Singamangaraja XII dan sekutunya, yang menganggap misionaris sebagai ancaman terhadap kedaulatan dan tradisi lokal. Nommensen tidak mundu. Nommensen berhasil meyakinkan banyak raja bahwa misinya adalah menyebarkan Injil, bukan mendukung dominasi kolonial Belanda pada saat itu. Hasil dari upaya beraninya adalah perubahan persepsi sehingga ada penerimaan masyarakat Batak terhadap agama Kristen. Raja-raja yang awalnya skeptis, seperti Raja Pontas Lumbantobing, Ompu Hatobung, dan lainnya, mulai melihat nilai dalam pesan Nommensen, dan banyak dari mereka beralih menjadi pendukung setia misinya
KESIMPULAN
Kepemimpinan transformasional Nommensen di Tanah Batak memberikan contoh yang kuat tentang bagaimana prinsip-prinsip dari kepemimpinan dapat diterapkan untuk menghadapi tantangan dan dapat menciptakan suatu perubahan untuk jangka panjang. Nommensen bukan hanya seorang misionaris, tetapi juga seorang pemimpin visioner yang berhasil membawa perubahan sosial, spiritual, dan pendidikan bagi masyarakat Batak melalui praktik kepemimpinan yang transformatif.
ADVERTISEMENT
Nommensen sebagai “Rasul orang batak” menjadi seorang dari banyak pekerja Tuhan yang bekerja bagi Orang Batak. Banyak missionaris yang tidak kembali ke kampung halamannya hingga ajal menjemput, termasuk Nommensen. Nomnensen rela memberikan waktu, tenaga, dan materinya untuk melakukan pekerjaan mulia. Semua ini berbuah hingga akhirnya Suku Batak berkembang dan mendapat “keselamatan” melalui kepercayaan yang dianut. Kehadiran Nommensen merupakan “hadiah dari Tuhan” bagi saya dan 4,5 juta orang Batak Kristen di seluruh dunia.