Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Menganalisis Perang Korea Menggunakan Game Theory: Balance of Power
9 Januari 2023 18:07 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Ebenezer Sondang Simanjuntak tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Game Theory: Balance of power adalah suatu keadaan di mana negara atau blok negara merasa terancam oleh peningkatan kekuatan militer negara lain atau blok negara lain.
ADVERTISEMENT
Karena hal tersebut, negara itu merespons dengan meningkatkan kekuatan negaranya sebagai upaya penyeimbang (balancing).
Di dunia internasional, yang menjadi negara adidaya adalah Amerika Serikat. Banyaknya negara yang kurang powerful meminta bantuan kepada negara super power agar dibantu dalam menyelesaikan konflik atau peperangan.
Hal itu dilakukan agar negara yang kurang powerful dapat mengimbangi kekuatan lawannya. Seperti perang saudara antara Korea Selatan dan Korea Utara.
Latar Belakang Perang Korea
Perang Korea Selatan dan Korea Utara berlangsung pada tahun 1950 – 1953, adanya perang saudara dan keterlibatan negara Adidaya pada zaman itu, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Dalam perang tersebut, Korea Selatan dibantu oleh Amerika Serikat, sedangkan Korea Utara dibantu oleh Uni Soviet.
ADVERTISEMENT
Amerika Serikat membantu Korea Selatan karena tidak ingin membiarkan komunis semakin berkembang apabila Korea Selatan jatuh di tangan Korea Utara.
Sampai saat ini, perang Korea belum berakhir karena belum adanya upaya perjanjian damai antara Korea Selatan dengan Korea Utara. Perbedaan ideologi menjadi faktor utama dalam perang tersebut, dimana Korea Selatan menganut paham liberal-kapitalis dan Korea Utara menganut paham sosial-komunis.
Berdasarkan sudut pandang Korea Selatan, berikut adalah salah satu upaya balancing yang dilakukan Korea Selatan untuk mengimbangi kekuatan Korea Utara.
Amerika Serikat adalah sekutu Korea Selatan di bawah Perjanjian Mutual Defense 1953, di mana personel Amerika Serikat telah mempertahankan kehadirannya di Semenanjung Korea dan berkomitmen untuk membantu Korea Selatan mempertahankan diri, terutama melawan agresi apa pun dari Korea Utara.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1950, Amerika Serikat membantu Korea Selatan dengan menyediakan bantuan militer. Bantuan tersebut sangat berarti bagi Korea Selatan karena saat itu Korea Utara menginvasi Korea Selatan dengan bantuan Uni Soviet dan China di belakangnya.
Beralih dari tahun perang dingin (1947-1991), berikut adalah kerja sama yang dilakukan Korea Selatan dengan Amerika Serikat pada tahun 2022.
Pada tahun 2022, Presiden Joe Biden dan mitranya yang baru dari Korea Selatan sepakat untuk mengadakan latihan militer dan mengerahkan lebih banyak senjata Amerika Serikat.
Amerika Serikat menggunakan kapal induk bertenaga nuklir USS Ronald Reagen untuk pertama kalinya dalam lima tahun. Hal ini dilakukan agar timbulnya ketakutan negara Korea Utara.
Korea Utara merasa terganggu akan latihan militer yang dilakukan Amerika Serikat dan Korea Selatan, sehingga negaranya melakukan uji coba nuklir yang dipimpin oleh Kim Jong Un.
Adanya senjata nuklir Korea Utara tidak membuat Korea Selatan takut, karena adanya negara adidaya yang melindungi Korea Selatan.
ADVERTISEMENT
Bantuan dari negara Amerika Serikat, seperti angkatan militer dan persenjataan adalah cara Korea Selatan mengimbangi (balancing) kekuatan Korea Utara, sehingga akan menjadi ancaman keamanan (prisoner's dilemma) bagi Korea Utara.
Dalam artian singkat, Korea Selatan mencari aliansi untuk mengimbangi kekuatan Korea Utara agar negaranya tetap aman.