Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
OPINI: Dari Aristotle ke Situasi Chat — Etika Relationship Zaman Now
12 Mei 2025 13:13 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Amanda Fiesa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Dari Aristotle sampai Situasi Chat Hari Ini— Etika dan Filsafat Relationship Zaman Now
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Selamat datang di realitas relationship zaman now, di mana komunikasi bisa secepat swipe, tapi juga sekompleks pertanyaan hidup Aristotle: apa sih sebenarnya makna hubungan yang baik?
Etika Hubungan dari Aristotle
Di era Yunani kuno, Aristotle sudah berbicara panjang soal relasi dan etika. Dalam Nicomachean Ethics, ia menyebut bahwa hidup yang baik adalah hidup yang dijalani dengan kebajikan (virtue) dan penuh makna (eudaimonia). Termasuk dalam hubungan antarmanusia.
Buat Aristotle, pertemanan atau hubungan yang sehat adalah bagian integral dari hidup bermoral. Artinya, relasi nggak cukup hanya seru-seruan atau sekedar pengisi waktu luang, tapi harus melibatkan nilai kebaikan. Hubungan semacam itu adalah hubungan yang mendalam, yang dibangun dengan saling menghormati, peduli, dan menjaga integritas.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, di era sekarang, hubungan sering jadi seperti fast food: cepat, instan, tapi minim nilai. Bisa terhubung kapan saja lewat teknologi, namun apakah kita benar-benar terhubung dalam makna yang lebih dalam?
Hubungan Cepat, Tanpa Arah?
Sekilas, kita terlihat lebih mudah terhubung. Ada WhatsApp, Instagram, bahkan fitur unsend yang katanya bisa menyelamatkan gengsi. Tapi pertanyaannya: apakah komunikasi kita masih bermakna, atau malah cuma basa-basi yang ujungnya bikin bingung?
Aristotle membagi tiga jenis hubungan:
ADVERTISEMENT
Mayoritas hubungan digital hari ini sering jatuh ke dua jenis pertama. Chat-an karena gabut, dekat karena lucu atau nyaman sesaat, lalu hilang saat udah nggak relevan. Padahal, hubungan terbaik menurut Aristotle adalah yang dilandasi saling menghargai nilai dan karakter masing-masing.
Situationship: Nyaman Tapi Nggak Bertanggung Jawab
Nah, ini dia fenomena yang makin sering terjadi: situationship. Kedekatan tanpa status, jalan bareng tanpa kepastian, dan komunikasi yang intens tapi tanpa arah. Keduanya merasa "ada sesuatu", tapi nggak cukup berani untuk menyepakati komitmen atau nilai yang jelas.
ADVERTISEMENT
Kalau pakai teori Aristotle, situationship sering masuk ke kategori relasi karena kesenangan atau manfaat. Nyaman? Iya. Tapi etis? Belum tentu. Apalagi kalau salah satu pihak berharap lebih, tapi yang satu lagi menghindari kejelasan.
Situationship rawan melanggar etika komunikasi: membiarkan orang lain menggantung, memberi harapan samar, lalu menghilang begitu saja saat suasana berubah. Aristotle akan bilang: relasi tanpa kejelasan dan tanggung jawab bukan kebajikan, tapi bentuk egoisme yang dibungkus dengan kedekatan semu.
Ghosting, Love Bombing, dan Gaslighting: Realita Tanpa Etika
Fenomena seperti ghosting, love bombing, atau gaslighting adalah bentuk nyata pelanggaran terhadap etika komunikasi. Di zaman Aristotle, mungkin istilah ini belum ada, tapi prinsip moralnya sudah jelas: hubungan yang baik tidak memanipulasi, tidak meninggalkan tanpa alasan, dan tidak mempermainkan perasaan.
ADVERTISEMENT
Ketika seseorang memilih untuk diam, menghindar, atau “seen doang” setelah hubungan intens, itu bukan cuma masalah personal—tapi juga masalah etika. Sebab komunikasi, sekecil apapun, adalah cermin dari nilai-nilai yang kita pegang.
Membawa filsafat ke layar chat: Etika dalam Setiap Pesan
Etika dalam relationship bukan hanya soal setia atau enggak. Itu juga soal jujur, empati, dan mengetahui batasan. Pernahkah kamu merasa disakiti hanya karena sebuah pesan singkat yang tidak lengkap? “Seen” tanpa penjelasan bisa lebih terasa menyakitkan kalau komunikasi dibiarkan menggantung tanpa penjelasan. Ini adalah pelanggaran terhadap etika komunikasi yang seharusnya didasarkan pada rasa hormat.
Aristotle mengajarkan kita bahwa relasi yang baik dibentuk lewat habit of goodness—kebiasaan berbuat baik. Jika kamu terbiasa mengabaikan atau menghindari komunikasi yang tidak nyaman, jangan salahkan pasanganmu kalau hubunganmu terasa stuck. Sebaliknya, jika kamu melatih diri untuk lebih terbuka dan bertanggung jawab dalam berkomunikasi, maka hubungan yang terjalin pun akan menjadi lebih bermakna.
ADVERTISEMENT
Kesimpulannya?
Di tengah dunia yang serba cepat dan penuh notifikasi ini, kita butuh jeda untuk mikir: sudahkah cara kita berkomunikasi dalam relationship mencerminkan nilai-nilai etis? Jangan-jangan, kita sibuk cari “the one” tapi lupa jadi pribadi yang komunikasinya bertanggung jawab.
Jadi, sebelum kamu ngetik “lagi sibuk, nanti aku kabarin ya”, coba tanya dulu ke hati kecilmu: Aristotle bakal setuju nggak ya?
Penulis Amanda Fiesa, seorang mahasiswi Universitas Pamulang (UNPAM).