Konten dari Pengguna

Pendidikan dan Keadilan : Analisis Kasus Supriyani Melalui Lensa Pancasila

Amanda Fiesa
Mahasiswi Ilmu Komunikasi di Universitas Pamulang (UNPAM)
29 Oktober 2024 10:25 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Amanda Fiesa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi penjara : (sumber: https://pixabay.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penjara : (sumber: https://pixabay.com/id/)
ADVERTISEMENT
Seperti akhir-akhir ini yang diberitakan di akun Instagram resmi @kompastv pada (23/10/24), yang di mana diberitakan seorang guru honorer Supriyani ditahan atas tuduhan penganiayaan terhadap seorang siswa di SD Negeri Baito, Konawe Selatan. Kasus ini viral, telah menarik perhatian publik terutama kalangan guru dan organisasi profesi guru, yang merasa prihatin atas tuduhan tersebut dan menjadi sorotan dalam konteks keadilan sosial dan nilai-nilai Pancasila. Kasus ini tidak hanya melibatkan aspek hukum, tetapi juga menguji nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan dalam masyarakat. Dalam artikel ini, kita akan menganalisis kasus ini melalui lensa nilai-nilai Pancasila dan implikasinya terhadap pendidikan serta perlindungan hukum bagi guru honorer.
ADVERTISEMENT
Kejadian dugaan penganiayaan ini terjadi pada kamis (25/04/2024) korban mengakui bahwa dirinya mendapatkan luka pada bagian paha belakang akibat dipukul dengan menggunakan sapu yang memicu tuduhan bahwa Supriyani telah melakukan kekerasan. Orang tua siswa melaporkan kejadian ini ke pihak berwajib, yang kemudian menahan Supriyani. Namun, kasus ini mengalami perkembangan setelah penangguhan penahanan diberikan oleh Kejaksaan Negeri Konawe, mengingat Supriyani memiliki anak balita yang perlu diasuh dan peran pentingnya sebagai pengajar. Meski sudah keluar dari tahanan, proses hukum terhadap Supriyani masih berlanjut.
Setelah itu, dukungan solidaritas datang dari ribuan anggota Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang berharap agar Supriyani mendapat keadilan. Bahkan, pihak Menteri Pendidikan Dasar dan Sekolah Menengah akan memberikan afirmasi bagi Supriyani untuk dapat diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Langkah ini menjadi simbol dukungan nyata bagi guru yang sudah mengabdi selama 16 tahun.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks kasus ini, ada beberapa nilai – nilai Pancasila yang terlihat dalam kasus ini:
ADVERTISEMENT
Peran media sangat penting dalam membentuk persepsi masyarakat dan mengedukasi publik mengenai kasus ini. Liputan media dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dan bahkan proses hukum itu sendiri, baik positif maupun negatif. Penyebaran informasi yang akurat sangat penting untuk memastikan bahwa masyarakat memahami konteks penuh dari kasus ini.
Kasus ini berpotensi memiliki dampak jangka panjang terhadap kebijakan pendidikan dan perlindungan hukum bagi guru honorer di masa depan. Jika tidak ditangani dengan baik, kasus seperti ini bisa memperburuk kondisi kerja guru honorer dan mengurangi minat orang untuk memasuki profesi tersebut. Keterlibatan masyarakat sangat penting dalam mengawasi penegakan hukum dan mendukung guru honorer. Masyarakat perlu berperan aktif dalam memastikan bahwa hak-hak guru dihormati dan dilindungi.
ADVERTISEMENT
Dalam setiap peristiwa yang terjadi di masyarakat, selalu ada berbagai perspektif yang dapat diambil. Kasus guru honorer Supriyani menyoroti berbagai aspek dalam dunia pendidikan yang perlu diperhatikan. Di satu sisi, kasus ini mengungkap nilai positif berupa dukungan publik yang luas. Supriyani mendapat sokongan dari rekan – rekannya serta masyarakat yang menunjukkan solidaritas terhadap guru honorer yang sering kali terpinggirkan dalam sistem pendidikan. Selain itu, Kejaksaan Negeri memberikan penangguhan penahanan, mempertimbangkan tanggung jawabnya sebagai ibu dan guru, yang menunjukkan pengertian terhadap situasi yang dihadapinya. Lebih lanjut, Supriyani berkesempatan untuk menjadi Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (PPPK), yang bisa meningkatkan status pekerjaannya dan memberikan jaminan yang lebih baik dalam karirnya.
Namun, di balik nilai positif tersebut, ada juga sejumlah nilai negatif yang mencolok. Proses hukum terhadap Supriyani dianggap janggal dan berpotensi mengarah pada kriminalisasi, terutama karena tuduhan yang dilayangkan berasal dari orang tua murid yang juga merupakan anggota kepolisian. Ini menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dalam proses hukum yang dihadapinya. Selain itu, terdapat laporan mengenai permintaan uang damai yang tidak dibenarkan oleh keluarga korban, menambah kompleksitas kasus ini dan menciptakan ketidakpastian mengenai motivasi di balik tuduhan tersebut. Lebih parah lagi, penahanan dan proses hukum yang berkepanjangan menyebabkan tekanan psikologis yang signifikan bagi Supriyani dan keluarganya, yang mengganggu kesejahteraan mental dan emosional mereka.
ADVERTISEMENT
Kasus Supriyani mengungkap tantangan yang dihadapi oleh guru honorer di Indonesia, yang sering kali bekerja dalam kondisi yang tidak menentu dan sering kali tanpa perlindungan hukum yang memadai. Di satu sisi, dukungan publik dan pengertian dari pihak kejaksaan memberikan harapan, namun disisi lain, proses hukum yang dianggap janggal menimbulkan pertanyaan keadilan. Penting bagi masyarakat untuk terus mendukung dan mengawasi perlindungan hukum bagi guru honorer.
Implikasi jangka panjang dari kasus ini sangat signifikan. Penting bagi pemerintah untuk memperkuat kebijakan pendidikan yang memberikan perlindungan hukum bagi guru honorer dan memastikan bahwa proses hukum dilaksanakan secara adil.
Dengan demikian, Pancasila sebagai dasar negara harus menjadi pedoman dalam penegakan hukum yang mengutamakan perlindungan hak asasi manusia dan keberanian dalam mengambil keputusan yang adil dan transparan. Reformasi dan peningkatan perhatian terhadap masalah ini sangat diperlukan agar pendidikan di Indonesia dapat berjalan dengan lebih baik dan berkeadilan.
ADVERTISEMENT
Amanda Fiesa, mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Pamulang (UNPAM).