Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Metanol sebagai Sumber Energi Terbarukan di Indonesia
10 April 2022 16:45 WIB
Tulisan dari Daffa Novaldy Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Seperti yang kita ketahui, bukti menunjukkan bahwa planet kita semakin panas dan kita merasakan dampak perubahan iklim dengan pola cuaca yang tidak menentu, termasuk: gelombang panas; banjir; dan naiknya permukaan air laut. Ini hanya akan bertambah buruk jika pemanasan global meningkat.
ADVERTISEMENT
Kita semua pernah mendengar istilah net-zero, tapi apa sebenarnya artinya? Sederhananya, net-zero mengacu pada keseimbangan antara jumlah gas rumah kaca yang dihasilkan dan jumlah yang dikeluarkan dari atmosfer. Mencapai net-zero mengharuskan kita untuk menyeimbangkan jumlah gas rumah kaca yang kita keluarkan dengan jumlah yang kita keluarkan. Ketika apa yang kita tambahkan tidak lebih dari apa yang kita ambil, kita mencapai net-zero. Keadaan ini juga disebut sebagai netral karbon.
Salah satu solusi untuk mencapai net-zero adalah dengan menggunakan metanol sebagai sumber energi terbarukan. Pengunaan metanol di dunia telah meningkat karena menawarkan jalur yang jelas untuk mengurangi emisi pada pembangkit listrik, transportasi darat, pelayaran, dan industri. Dibandingkan dengan bahan bakar fosil, metanol dapat mengurangi emisi karbon sebesar 65 hingga 95% tergantung pada bahan baku dan proses konversi (Anttila et al., 2014). Itu merupakan salah satu potensi tertinggi dalam pengurangan bahan bakar apa pun yang saat ini sedang dikembangkan untuk menggantikan bensin, solar, batu bara, dan metana. Selain itu, pembakaran metanol murni tidak menghasilkan oksida belerang (SOx), oksida nitrogen rendah (NOx), dan tidak ada emisi partikel (Hobson, 2016).
ADVERTISEMENT
Metanol (CH3OH) adalah bahan kimia cair yang digunakan dalam produk sehari-hari, termasuk plastik, kosmetik, dan bahan bakar. Metanol cair terbuat dari gas sintesis, campuran hidrogen, karbon dioksida, dan karbon monoksida. Bahan-bahan sederhana ini dapat bersumber dari berbagai macam bahan baku dan menggunakan pendekatan teknologi yang berbeda.
Metanol dapat diproduksi dari biomassa atau limbah, aliran limbah non-biogenik, atau bahkan CO2 dari gas buang. Bahan baku ini diubah (biasanya melalui gasifikasi) menjadi syngas, campuran dari karbon monoksida, hidrogen dan molekul lainnya. Syngas kemudian dikondisikan melalui beberapa langkah untuk: mencapai komposisi optimal untuk sintesis metanol, misalnya dengan menghilangkan CO2 atau menambahkan hidrogen. Untuk mengurangi dampak lingkungan dari produksi metanol, telah diusulkan untuk menggunakan listrik terbarukan untuk memasok hidrogen yang dibutuhkan melalui elektrolisis.
ADVERTISEMENT
Potensi pada metode ini terletak pada kenyataan bahwa CO2 yang digunakan dapat diperoleh melalui proses penangkapan karbon (carbon-capture), misalnya dari industri limbah gas (biogenik atau non-biogenik CO2), atau ditangkap secara langsung dari udara. Kedua proses ini dapat menghindari produksi emisi lebih jauh dan digunakan sebagai sumber pembawa energi baru. Metanol dapat mendukung keberlanjutan industri, memungkinkan produksi CO2 dikurangi, dan memperoleh netral karbon. IRENA dan The Methanol Institute, sebuah asosiasi perdagangan global dalam studinya memproyeksi produksi tahunan hidrogen akan meningkat menjadi 500 juta metrik ton (Mt) pada tahun 2050 dari 100 Mt saat ini. Jika kapasitas 500 Mt/tahun membuahkan hasil pada tahun 2050, 250 Mt/tahun akan menjadi e-metanol dan 135 Mt/tahun bio-metanol.
ADVERTISEMENT
Proyek percontohan metanol saat ini berfokus terutama pada penggunaan limbah dan aliran produk sampingan dari proses industri sebagai bahan baku, yang menawarkan ekonomi terbaik. Khususnya, gliserin yang merupakan produk sampingan dari produksi biodiesel dan lindi hitam dari industri pulp dan kertas dianggap sebagai bahan baku dasar (pabrik skala komersial yang memproduksi bio-metanol dari gliserin beroperasi di Belanda). Di Islandia, metanol terbarukan juga diproduksi dengan menyisir hidrogen dan CO2. Bahan baku potensial lainnya termasuk: biogas dari tempat pembuangan akhir atau limbah organik padat, dan ampas tebu (yaitu serat tebu yang digiling). Sekarang proyek percontohan mendapat manfaat dari kondisi yang menguntungkan seperti harga bahan baku yang rendah (gliserin), integrasi yang kuat dengan proses industri konvensional (pulp dan kertas) atau listrik terbarukan yang sangat murah (Broeren et al., 2013).
ADVERTISEMENT
Tergantung pada keberadaan kondisi lokal seperti itu, peluang awal atau khusus lainnya untuk produksi metanol, produksi terintegrasi dengan bio-etanol dari tebu, co-feeding bahan baku biomassa dan bahan bakar fosil, dan produksi bersama panas, listrik, dan bahan kimia lainnya. Penggunaan biomassa yang ditanam secara lokal untuk produksi metanol dapat mengurangi ketergantungan negara pada impor energi fosil, mengurangi emisi gas rumah kaca dibandingkan dengan produksi metanol dari bahan bakar fosil, dan dapat merangsang ekonomi lokal dan lapangan kerja. Co-feeding bahan baku terbarukan dalam gas alam atau produksi berbasis batubara dapat perlahan-lahan memperkenalkan produksi bio-metanol dan mengurangi dampak lingkungan dari produksi metanol konvensional.
Di masa yang akan mendatang, metanol menjadi bidang aplikasi baru yang luas. Karena jejak karbon (carbon-footprint) yang dihasilkan jauh lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar fosil konvensional, produk ramah lingkungan berbasis metanol menjadi pilihan yang sangat menarik untuk dekarbonisasi sektor transportasi, mobilitas tanpa memerlukan infrastruktur baru yang mahal. Indonesia akan mendapat untung dengan menjadi pemain dalam ekonomi metanol.
ADVERTISEMENT
Dengan peningkatan adaptasi produksi metanol, bahkan daerah yang sebelumnya tertinggal selama industrialisasi dapat memperoleh manfaat dengan menciptakan masa depan yang berkelanjutan. Pemanfaatan metanol sebagai sumber energi terbarukan dapat mempercepat penggunaan energi bersih di Indonesia dan juga mendukung ketahanan energi Indonesia.
Rujukan:
ADVERTISEMENT