Konten dari Pengguna

Demokratisasi Omnibus Law RUU Cipta Kerja di Indonesia

Edi Purnawan
mahasiswa ilmu hukum dan sebagai peneliti di Pusat Studi Syariah dan Konstitusi UIN Sunan Kalijaga, aktif menulis dan berdiskusi
4 Oktober 2020 20:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Edi Purnawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gambar ini diambil dari: https://nasional.tempo.co/read/1333773/pks-tolak-bahas-omnibus-law-ruu-cipta-kerja-saat-pandemi-covid-19
zoom-in-whitePerbesar
Gambar ini diambil dari: https://nasional.tempo.co/read/1333773/pks-tolak-bahas-omnibus-law-ruu-cipta-kerja-saat-pandemi-covid-19
Pancasila sebagai groundslag dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia. nilai-nilai pancasila menjadi ruh dan spirit dalam segala sendi bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Tidak hanya itu Pancasila pun menjadi sumber segala sumber hukum bernegara dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang termaktub dalam Pasal 2 Undang-Undang Nommor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). Negara secara tegas dalam konstitusi (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia) Pasal 1 ayat (3) menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Makna negara hukum artinya bahwa dalam segala penyelenggaran pemerintahan atau segala tindakan dalam bernegara harus berdasarkan atas hukum yang berlaku. Dalam hal ini peraturan perundang-undangan menjadi salah satu sumber hukum tertulis di Indonesia yang diakui keabsahannya melalui proses pengundangan oleh lembaga yang berwenang yaitu Dewan Perwakilan Rakyat bersamaan Presiden. Undang-undang merupakan suatu instrumen untuk mencapai tujuan bernegara dan tujuan hukum yang diinginkan oleh masyarakat yaitu kepastian, kemanfaatan, dan keadilan untuk menciptakan ketertiban dalam bermasyarakat. Menciptakan ketertiban bukan satu-satunya bagian dari tujuan hukum itu, tetapi ada hal yang paling fundamental yaitu kesejahteraan dan keadilan masyarakat yang termuat dalam nilai-nilai Pancasila.
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini lahirnya konsep omnibus law dalam proses pembentukan undang-undang. Konsep ini menimbulkan penolakan secara besar-besaran oleh masyarakat khususnya oleh kaum buruh, yang dalam ketentuannya tidak berpihak bagi masyarakat, serta menodai nilai-nilai demokrasi dalam hal masyarakat terkait tidak dilibatkan dalam proses pembentukan RUU Cipta Kerja ini. Konsep omnibus law ini lahir dan berkembang di negara yang notabene menganut sistem hukum common law yaitu proses penemuan hukumnya bersumber pada case law dan jurisprudensi (putusan hakim terdahulu). Konsep ini pernah dilakukan oleh negara Amerika Serikat, Serbia, Belgia, Inggris menawarkan untuk memperbaiki permasalahan hukum yang timbul dari konflik dan tumpang tindih (overlaving) norma peraturan perundang-undangan. Apabila mengharmonisasian dan pembenahan melalui satu persatu peraturan perundang-undangan, maka demikian akan memakan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Kemudian, dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan di pihak legilatif sering menuai deadlock atau tidak sesuai dengan kepentingan (Firman Freaddy Busroh. 2017: 271). Secara konseptual, omnibus law adalah aturan yang bersifat menyeluruh dan komprehensif, dan tidak terikat pada satu rezim pengaturan saja (Henry Donald Lbn. Toruan, 2017: 464). Jadi konsep omnibus law merupakan penggabungan dalam proses pembentukan undang-undang yang memuat subjek dan tema yang berbeda, tetapi pasal-pasal yang di dalamnya saling berkaitan. Mengapa Indonesia harus menerapakan omnibus law, sedangkan di Indoensia sendiri ada mekanisme dalam harmonisasi dan proses judicial review ketika ada undang-undang yang bertentang ?
ADVERTISEMENT
Penerapan Omnibus Law di Indonesia
Gagasan dibentuknya undang-undang omnibus law adalah pertama kali dilontarkan oleh Sofyan Djalil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional. Melihat problem terbesar dalam proses investasi di Indonesia adalah berkaitan dengan regulasi yang cukup banyak dan secara jenis hierarki mengalami pertentangan norma satu sama yang lain. Banyaknya norma undang-undang yang saling bertentangan baik secara horizontal, maupun secara vertikal, makas konsep omnibus law hadir untuk menjembatani persoalan yang berkaitan dengan regulasi yang begitu banyak, terkhusus untuk memudahkan investasi dalam proses perizinan secara tertib dan tidak banyak prosedur, sehingga tidak menghambat bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia, hal ini yang merupakan visi misi utama Jokowi dalam satu periode ini.
ADVERTISEMENT
Zimmy sebagaimana dilangsir oleh hukum online.com mengatakan, bahwa konsep omnibus law, pertama kali diterapkan oleh negara yang menganut sistem hukum common law dengan sebutan omnibus bill yang berkaitan dengan kasus yang tidak ada instrumen hukum secara mengikat mengatur perkara tersebut, maka negara ini melakukan terobosan hukum melalui konsep omnibus bill dengan mengambil sumber hukum dari negara bagian dan kasus-kasus yang berkaitan untuk menjadi satu dalam konsep omnibus bill. Hal ini dapat kita temukan dalam kasus perjanjian privat pemisahan dua rel kereta api di Amerika Serikat yang tidak ada aturan hukum untuk menyelesaikan perkaranya, pada tahun 1967 Piere Menteri Hukum Amerika Serikat mengenalkan konsep Amandement Bill Criminal Law dengan mengkodifikasi beberapa isu menjadi satu omnibus bill. Bagaimana dengan negara Indonesia yang notabene menganut tradisi sistem hukum Eropa Continental (konsep hukum civil law) ?. Penerapan omnibus law di Indonesia perlu melakukan penyesuaian terlebih dahulu dengan kondisi ekonomi, sosial, budaya, sipil, dan politik. Karena hal tersebut tidak bisa dilepaskan dalam proses pembentukan hukum di Indonesia yang memiliki asas sebagai dasar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Namun terlepas dari itu semua, konsep omnibus law tidak menutup kemungkinan dapat diberlakukan di Indonesia, karena konsep ini adalah konsep baru dalam pembentukan undang-undang yang mempunyai potensi terhadap penggabungan undang-undang yang memiliki muatan materil berkaitan dimasukan kedalam satu undang-undang yaitu undang-undang omnibus law. Lantas bagaimana dengan dengan kedudukan omnibus law dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ?. ketika kita konstruksikan bahwa kedudukan omnibus law ini adalah masuk ke dalam bentuk undang-undang, namun perbedaannya menggunakan baju yang berbeda dengan undang-undang biasanya. Karena dalam undang-undang omnibus law memuat beberapa ketentuan undang-undang dengan jenis tema yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Anti Demokrasi
Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur dalam tempo.co menyatakan, bahwa dalam proses pembentukan undang-undang omnibus law tidak mencerminkan sistem demokrasi yang dianut di Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 berbunyi “Kedaulatan tertinggi di tangan rakyat dan dijalankan berdasarkan Undang-Undang Dasar.” Yang diantaranya, pertama parlemen atau lembaga legislasi tidak peka atas ususlan rancangan undang-undang omnibus law yang berasal dari eksekutif menjadi priotas dan mengabaikan terhadap RUU yang berasal dari aspirasi masyarakat secara langsung yang dimuat dalam program legislasi nasional. Kedua Realitanya draf RUU Cipta Kerja yang berasal dari pemerintah tidak mengikutsertakan stake holders apalagi pembahasannya di tengah Covid-19 dilakukan secara sembunyi-sembunyi, sehingga menimbulkan kecaman dan penolakan dari berbagai pihak supaya RUU Cipta Kerja ini dapat digagalkan karena tidak sesuai dengan nafas rakyat dan asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Partisipasi masyarakat, transparasi merupakan bagian asas formil yang melekat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dan bagian dari negara demokrasi yang menitikberatkan pada kebebasan berpendapat dan keterlibatan secara langsung dalam pembuat kebijakan, meskipun secara keterwakilan.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya dalam pembentukan hukum yang demokrasi, rakyat merupakan aktor utama dalam pembentukannya, karena rakyat sendiri yang menjadi media untuk menjalankan dan mentaati hukum tersebut, namun dalam realitantanya, semua dikendalikan oleh penguasa yang mengaku-ngaku sebagai representatif dari rakyat, melainkan hanya untuk memenuhi kepentingan segelintir orang sebagaimana yang termuat dalam RUU Cipta Kerja yang sebentar lagi akan menjadi undang-undang. Tujuan hukum dalam undang-undang Cipta Kerja ini sebagaimana diungkapkan oleh Gustav Radbruch hanya menyentuh terhadap aspek kepastian hukum semata, tetapi tidak menyentuh terhadap tujuan hukum dan cita negara keadilan dan kemanfaatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat yang notabene negara demokrasi.
Oleh Edi Purnawan
(Mahasiswa Ilmu Hukum & Peneliti PS2K UIN Suka)
ADVERTISEMENT