Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Cerita Pelarian Tuanku Tambusai: Wafat di Malaysia atau Hidup Hingga Akhir Masa?
5 November 2021 9:38 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Edmiraldo Siregar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pertahanan terakhir Tentara Padri di Benteng Dalu-Dalu porak poranda, 28 Desember 1838. Pasukan Belanda yang mempersiapkan penyerangan hampir 14 bulan bisa dikatakan berhasil. Saat itu, Belanda tidak sendirian. Mereka mendapat bantuan dari pasukan-pasukan pribumi yang dipaksa ikut bertempur.
ADVERTISEMENT
Pasukan Padri yang tersisa memutuskan untuk mundur ke luar benteng. Mereka menuju sungai dan menaiki sampan-sampan yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Namun, jumlah sampan tidak cukup sehingga banyak dari mereka yang terpaksa berenang menyeberangi sungai. Padahal, di seberang sudah menanti pasukan pribumi yang jadi sekutu Belanda. Korban semakin banyak berjatuhan.
Salah satu yang berhasil naik sampan adalah Haji Muhammad Saleh atau yang lebih dikenal sebagai Tuanku Tambusai . Dia mengayuh sampan menuju hilir. Namun, upaya meloloskan diri itu tidak berjalan mulus. Pasukan pribumi yang bergabung dengan Belanda terus menembaki sampan Tuanku Tambusai. Bahkan, ada yang ikut terjun ke sungai untuk mengejar si pimpinan terakhir Pasukan Padri tersebut.
Tambusai pun memutuskan untuk terjun ke sungai, menyelam ke tepian, lalu lari ke hutan. Ke mana pun pihak Belanda mencari, dia tidak ditemukan.
ADVERTISEMENT
“Dalam sampannya yang hanyut ditemukan cincin stempelnya, sebuah kitab Quran, dan beberapa kitab yang dibawanya dari Makkah. Semua orang kenal kalau cincin dan kitab-kitab yang ditemukan itu adalah milik Tuanku Tambusai,” tulis Muhammad Radjab dalam buku Perang Padri di Sumatera Barat (1803-1838).
Ke mana perginya Tuanku Tambusai memang sempat menjadi misteri. Apakah dia gugur saat ditembaki Belanda dan jenazahnya hanyut terbawa arus atau dia berhasil lolos menyelamatkan diri?
Sanusi Pane dalam Sejarah Indonesia II menuliskan, apa yang terjadi pada Tuanku Tambusai memang tidak diketahui pasti. Ada informasi bahwa dia memang terkena tembakan dari pasukan Belanda sehingga walaupun berhasil masuk hutan, tetap meninggal dalam rimba.
Ada juga yang menyebutkan, dia berhasil selamat dan melarikan diri ke wilayah Bila bersama beberapa pengikutnya. Namun, asumsi pelarian ke Bila ini menurut Prof. Dr. Hamka dalam Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao tidaklah kuat. Alasannya, di Bila sendiri tidak ada berita atau informasi yang bisa dijadikan pedoman untuk menguatkan asumsi itu.
ADVERTISEMENT
Cerita lain muncul dari Mangaradja Onggang Parlindungan dalam buku Tuanku Rao. Dia menuliskan bahwa Tuanku Tambusai berhasil lolos dari serangan Belanda dan terus berjuang hingga 25 tahun setelah serangan ke Dalu-Dalu. Dia pun sempat menghadiri acara adat suku Batak di Padang Lawas (sekarang bagian dari Sumatera Utara) pada 1863. Memang, Parlindungan percaya bahwa Tuanku Tambusai adalah orang Batak yang mempunyai nama lain Hamonangan Harahap.
Namun, masih dalam buku Tuanku Rao karya Parlindungan, disebutkan juga kalau ada kepercayaan lain seputar pelarian Tuanku Tambusai. Dia menulis, makam Tuanku Tambusai tidak pernah ditemukan dan dia tidak diketahui apakah masih hidup atau sudah meninggal.
Namun, pernyataan ini kembali dibantah Hamka. Menurut dia, apa yang disampaikan parlindungan adalah duplikasi dari paham Sy’iah Kisaniyah. Paham ini menganggap guru mereka yang bernama Imam Muhammad Ali Hanafiyah tidak mati. Melainkan sembunyi di dalam gua di bukit Ridhwa bersama kudanya. Dia akan datang kembali ke dunia membawa keadilan.
ADVERTISEMENT
Cerita yang menurut Hamka berseberangan dengan mazhab Hambali Wahabi yang dibawa Tuanku Tambusai sebagai bagian dari Padri.
Cerita terakhir soal pelarian Tuanku Tambusai muncul di buku Rokan: Tuanku Tambusai Berjuang karya Mahidin Said yang terbit 1969 silam. Disebutkan, Tuanku Tambusai berhasil menyelamatkan diri dengan sampan di Sungai Batang Sosa setelah penaklukan Benteng Dalu-Dalu pada 1838.
Tokoh yang dijuluki belanda De Padrische Tijger van Rokan (Harimau Padri dari Rokan) itu lalu meneruskan perjalanan menembus Rimba Mahato hingga sampai di Kota Pinang (sekarang Sumatera Utara). Dari sana, Tambusai menyeberangi Selat Malaka menuju Negeri Sembilan, Malaysia. Tuanku Tambusai pun meneruskan hidup di kampung bernama Rasah dan meninggal di sana.
Pada 1922, Datuk Paduko Sihamarajo dari Kerjaan Tambusai di Dalu-Dalu sempat berziarah ke makam Tuanku Tambusai. Dia pun bertemu cucu Tuanku Tambusai bernama Haja Chadijah. Haja pun mampu menceritakan silsilah keluarga dan membuktikan diri sebagai cucu Tuanku Tambusai.
ADVERTISEMENT
Perihal di mana akhir hidup Tuanku Tambusai juga dikuatkan oleh Keppres No. 71/TK/1995, tanggal 7 Agustus 1995 tentang Pahlawan Nasional . Disebutkan, sang Harimau Rokan meninggal pada 12 November 1882 di Seremban, Negeri Sembilan Malaysia dan dimakamkan di sana.
Hari ini adalah peringatan 237 tahun Tuanku Tambusai yang lahir pada 5 November 1784.
---