Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Filantropi Spiritual Ala Raja Ali Haji
14 Maret 2024 8:56 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Edo Segara Gustanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Belum lama, kawan saya di Hukum Islam Program Doktor (HIPD) UII Yogyakarta, Dr. Muhammad Rizky menyelesaikan S3-nya dengan menulis disertasi berjudul, "Nilai-nilai Filantropi Spiritual Pemikiran Raja Ali Haji dalam Konteks Transformasi Sosial." Tentu ia lulus dengan predikat memuaskan. Saya menyaksikan langsung sidang ujian terbukanya.
ADVERTISEMENT
Yang menarik dalam disertasi Muh. Rizky, ia mendefinisikan Filantropi bukan hanya bentuk kedermawanan dalam bentuk materi, namun melibatkan pemberian nasihat, bimbingan, arahan, gagasan, dan ide memajukan serta mentransformasi masyarakat ke arah yang lebih baik.
Landasan filantropi spiritual ini bertumpu pada cinta kasih yang bersifat moral dan batiniah, yang mencakup rasa cinta yang tulus tanpa motivasi imbalan materi. Nilai-nilai filantropi spritual ini adalah prinsip-prinsip yang menjadi dasar konsep filantropi dengan dimensi spritual dan agama.
Siapa Raja Ali Haji?
Raja Ali Haji adalah tokoh besar Melayu dan sastrawan yang banyak karyanya banyak berkontribusi untuk bahasa Indonesia. Bahkan pemerintah Indonesia telah mengangkat Raja Ali Haji sebagai pahlawan nasional sejak 2004. Ia adalah orang pertama yang menulis aturan tata bahasa Melayu baku, yang sekarang menjadi bahasa nasional kita, bahasa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dilahirkan pada tahun 1808 M, Raja Haji Ali merupakan anak kedua dari Raja Ahmad al-Hajj Ibni Raja Haji Fisabilillah bin Opu Daeng Celak, juga dikenal sebagai Engku Haji Ali Ibni Engku Haji Ahmad, dan Encik Hamidah binti Panglima Malik Selangor. Dia lahir di tengah pergeseran dinamika budaya dan ilmu pengetahuan di Riau pada abad ke-19.
Raja Ali Haji memiliki tujuh bersaudara. Beberapa saudara Raja Ali Haji di antaranya adalah Raja Muhammad Said, Raja Haji Daud, Raja Abdul Hamid, Raja Usman, Raja Haji Umar, dan Raja Haji Abdullah.
Karya Besar Raja Ali Haji
Sepanjang hidupnya, Raja Ali Haji adalah seorang pujangga kerajaan yang menyukai menulis dan mengajar. Banyak karyanya ditulis dalam bahasa Melayu. Karya pertamanya dalam bidang linguistik adalah Bustan al-Katibin lis-Subyan al-Muta’allimin, atau Bustanul Katibin.
ADVERTISEMENT
Gurindam Dua Belas, yang ditulis pada tahun 1847. Gurindam Dua Belas adalah karya paling terkenal yang ditulis oleh Raja Ali Haji. Terdiri dari dua belas pasal puisi didaktik tentang falsafah Melayu yang bersumber pada ajaran Islam, Rindam Dua Belas adalah karya puisi yang diridai Allah yang berisi nasihat dan petunjuk hidup. Gurindam Dua Belas dianggap sebagai pembaru gaya sastra Melayu pada masa itu.
Selain senang menulis soal keagamaan, Raja Ali Haji juga menuliskan berbagai karya di bidang pendidikan, hukum dan pemerintahan, sejarah, falsafah Melayu, hingga puisi.
Beda Filantropi dengan Lembaga Zakat
Filantropi adalah tindakan sukarela dan kedermawanan. Filantropi bisa berasal dari unsur filantropi tradisional dari agama (Misal, Islam dan Kristen). Dalam keagamaan, filantropi dikaitkan dengan kegiatan dakwah dan misionaris. Seperti penyediaan layanan sosial atau kerja sosial di bidang pendidikan, kesejahteraan sosial, dan kesehatan, disitulah para pegiat filantropi berkembang.
ADVERTISEMENT
Sedangkan lembaga zakat/Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
Payung hukum yang melegalkan lembaga filantropi dan lembaga penyalur zakat/wakaf berbeda. Pertama UU tentang Pekumpulan Uang atau Barang tahun 1961, dalam UU ini diatur seluruh kegiatan yang meliputi yayasan atau panti-panti sosial yang melakukan penggalangan dana untuk memberikan bantuan. Sedangkan untuk filantropi agama, diatur dengan UU Zakat dan juga UU Wakaf.
Filantropi Spiritual Ala Raja Ali Haji
Filantropi atau kedermawanan merupakan salah satu bentuk ajaran Islam tentang kepedulian dan keadilan sosial kepada sesama manusia. Istilah filantropi diartikan dengan rasa kecintaan kepada manusia yang terpatri dalam bentuk pemberian derma kepada orang lain.
ADVERTISEMENT
Filantropi ini sering diekspresikan dengan cara menolong orang-orang yang membutuhkan. Perbedaan rasa cinta, kasih, peduli dan keramahan, sangat tipis, seseorang terkadang sangat sulit untuk membedakan perasaan dan motif yang ada di dalam hatinya ketika ia memberikan pertolongan kepada orang lain (Hilman Latief, 2013).
Imam Al-Ghazali mendefinisikan spiritualitas Islam ialah tazkiyah al-nafs, di mana konsep ini merupakan konsep pembinaan mental spiritual, pembentukan jiwa dengan nilai-nilai Islam. Dalam ilmu psikologis, spiritualitas berarti pembentukan kualitas kepribadian individu untuk menuntun menjadi kematangan dirinya dari isu-isu moral dan agama serta jauh dari sifat keduniawian (Yahya Jaya, 2014)
Filantropi dapat mewujud dalam berbagai bentuk, termasuk sumbangan finansial, dukungan dalam bentuk pengetahuan atau keterampilan, serta partisipasi aktif dalam kegiatan amal (sosial) dan bantuan nonmateri (Muh. Rizky, 2024).
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Dalam tulisan ini, penulis menggambarkan sosok Raja Ali Haji sebagai seorang filantropis yang menjadikan kebaikan sosial sebagai prinsip hidupnya. Melalui karya sastra dan aktivitas nyata, Raja Ali Haji memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan kebersamaan.
Pendekatan filantropinya tidak hanya terfokus pada pemberian materi, tetapi juga pada pembangunan intelektual dan moral masyarakat. Raja Ali Haji menginspirasi dengan dedikasinya dalam meningkatkan kesejahteraan bersama, melestarikan budaya, dan mempromosikan pendidikan di masyarakatnya. Dengan demikian, tulisan ini menunjukkan pentingnya peran filantropi spiritual dalam membentuk masyarakat yang lebih adil dan berkelanjutan.[]