Konten dari Pengguna

Gali Lobang Tutup Lobang: Gaya Pengelolaan Utang Pemerintah Indonesia

Edo Segara Gustanto
Dosen FEBI IIQ An Nur YK, Pusat Kajian Analisis Ekonomi Nusantara
28 Agustus 2024 16:36 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Edo Segara Gustanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Kumparan.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Istilah "gali lobang tutup lobang" telah lama dikenal dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia sebagai gambaran tentang siklus pinjaman dan pelunasan utang yang tak kunjung selesai. Fenomena ini, sayangnya, tidak hanya terjadi pada individu tetapi juga pada skala yang lebih besar, yaitu dalam pengelolaan utang pemerintah Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kebijakan fiskal yang dijalankan pemerintah sering kali berpusat pada penerbitan utang baru untuk melunasi utang yang jatuh tempo, mirip dengan konsep "gali lobang tutup lobang".
Tahun pertama Presiden Terpilih Prabowo Subianto dihadapkan pada permasalahan pelik. Tabungan negara yang berbentuk Saldo Anggaran Lebih (SAL) tersisa Rp 308,49 triliun, sementara beban utang jatuh tempo yang harus dibayar pada 2025 sebesar Rp 800,33 triliun.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 2025 pun sudah di ambang batas aman defisit dalam Undang-Undang Keuangan Negara sebesar 3%, yakni dirancang 2,45% - 2,82% dari PDB atau mencapai Rp 600 Triliun. Sebab, penerimaan negara hanya akan di kisaran Rp 2.890-2.970 triliun sedangkan belanja mencapai Rp3.400-3.600 triliun.
Petugas kesehatan yang mengenakan alat pelindung diri (APD) bersiap merawat pasien di rumah sakit darurat penyakit virus corona (COVID-19), di Jakarta, Indonesia, 17 Juni 2021. Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/Reuters
Dinamika Utang Pemerintah Indonesia
ADVERTISEMENT
Pengelolaan utang pemerintah Indonesia semakin mendapat sorotan, terutama selama masa pandemi COVID-19. Di tengah penurunan pendapatan negara akibat berkurangnya aktivitas ekonomi, pemerintah dihadapkan pada tantangan besar untuk menjaga stabilitas fiskal.
Kebutuhan pembiayaan meningkat drastis, sementara sumber pendapatan tradisional seperti pajak menurun. Dalam situasi ini, penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) serta pinjaman dari lembaga internasional menjadi strategi utama pemerintah untuk menutup defisit anggaran yang membengkak.
Meskipun pemerintah sering menekankan bahwa utang tersebut digunakan untuk investasi produktif, terutama dalam sektor infrastruktur, kenyataan menunjukkan hal yang lebih kompleks. Sebagian besar utang baru yang diterbitkan tidak hanya digunakan untuk membiayai proyek pembangunan, tetapi juga untuk melunasi utang-utang sebelumnya yang telah jatuh tempo.
ADVERTISEMENT
Praktik ini mencerminkan pola pengelolaan utang yang menyerupai konsep "gali lobang tutup lobang", di mana utang baru terus diambil untuk menutupi utang lama.
Siklus ini menciptakan risiko jangka panjang bagi stabilitas ekonomi negara. Dengan terus menambah utang untuk melunasi utang yang sudah ada, beban pembayaran bunga semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Hal ini pada gilirannya menyisakan ruang fiskal yang semakin terbatas bagi pemerintah untuk mendanai program-program lainnya yang juga penting. Jika dibiarkan berlanjut tanpa adanya solusi yang berkelanjutan, model pengelolaan utang semacam ini dapat memperburuk situasi fiskal di masa depan.
Ilustrasi utang. Foto: Shutter Stock
Risiko dan Tantangan
Gaya pengelolaan utang dengan model "gali lobang tutup lobang" menimbulkan berbagai risiko serius bagi perekonomian Indonesia. Salah satu risiko utama adalah peningkatan beban bunga utang yang terus membengkak setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Setiap kali pemerintah menerbitkan utang baru, mereka juga harus menanggung kewajiban pembayaran bunga yang lebih besar. Akumulasi bunga ini tidak hanya membatasi fleksibilitas fiskal pemerintah tetapi juga membebani anggaran negara, menyisakan sedikit ruang bagi pendanaan program-program penting lainnya seperti pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial.
Selain itu, ketergantungan yang berkelanjutan pada penerbitan utang baru untuk membayar utang lama dapat menimbulkan keraguan di kalangan investor dan kreditur. Mereka mungkin memandang bahwa pemerintah Indonesia tidak memiliki strategi yang jelas dan terencana untuk mengurangi ketergantungan pada utang.
Hal ini dapat menurunkan tingkat kepercayaan investor terhadap kemampuan pemerintah dalam mengelola fiskal negara secara berkelanjutan. Seiring dengan menurunnya kepercayaan ini, risiko gagal bayar (default) bisa meningkat, meskipun saat ini rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih berada dalam ambang batas yang dianggap aman oleh banyak pihak.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, kerentanan fiskal yang muncul dari model pengelolaan utang ini juga dapat berdampak pada stabilitas ekonomi makro. Jika pemerintah terus menerbitkan utang tanpa memperhatikan kapasitas pembayaran jangka panjang, hal ini bisa memicu krisis utang di masa depan. Dalam kondisi yang lebih ekstrem, tekanan fiskal yang semakin besar dapat memaksa pemerintah untuk melakukan pengetatan anggaran atau penghematan yang drastis, yang pada gilirannya dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi, meningkatkan angka pengangguran, serta mengganggu kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Solusi yang diperlukan
Untuk keluar dari siklus "gali lobang tutup lobang," pemerintah perlu mengadopsi pendekatan yang lebih berkelanjutan dalam pengelolaan utang. Salah satu langkah penting adalah meningkatkan pendapatan negara melalui reformasi perpajakan yang lebih efektif dan adil.
ADVERTISEMENT
Reformasi perpajakan ini harus mencakup upaya untuk memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak, baik individu maupun korporasi. Dengan meningkatnya pendapatan dari pajak, ketergantungan pada penerbitan utang baru dapat dikurangi, memberikan ruang fiskal yang lebih luas untuk mendanai berbagai program pembangunan dan layanan publik tanpa harus terus menambah beban utang negara.
Selain reformasi perpajakan, efisiensi dalam belanja pemerintah juga harus menjadi prioritas utama. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan benar-benar digunakan secara efektif dan efisien untuk memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.
Penghematan yang dapat dilakukan dari pengelolaan anggaran yang lebih baik bisa dialokasikan untuk membiayai sektor-sektor yang mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Dengan meningkatkan efisiensi belanja, pemerintah dapat menurunkan kebutuhan untuk terus-menerus menerbitkan utang baru hanya untuk menutupi defisit anggaran.
ADVERTISEMENT
Selain itu, diversifikasi sumber pendanaan juga menjadi langkah penting dalam mengurangi risiko ketergantungan pada satu jenis instrumen utang. Pemerintah perlu memperluas basis investor, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, untuk menciptakan portofolio utang yang lebih sehat dan beragam.
Pemerintah juga perlu menjajaki alternatif pembiayaan lain, seperti kerjasama publik-swasta (Public-Private Partnerships/PPP), yang dapat mengurangi beban langsung pada anggaran pemerintah. Dengan melibatkan sektor swasta dalam pembiayaan proyek-proyek strategis, pemerintah dapat memperluas cakupan pembangunan tanpa menambah beban utang secara signifikan.
Kesimpulan
Gaya pengelolaan utang pemerintah Indonesia yang kerap diibaratkan sebagai "gali lobang tutup lobang" menunjukkan adanya tantangan serius dalam menjaga keseimbangan fiskal di tengah kebutuhan pembiayaan yang terus meningkat.
Meskipun utang pemerintah masih sesuai dengan Undang-Undang terkait rasio hutang yang tidak melebihi 60 persen, penting bagi pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah strategis agar siklus ini tidak berlanjut dan membebani generasi mendatang. Reformasi perpajakan, efisiensi belanja, dan diversifikasi sumber pendanaan adalah beberapa solusi yang dapat membantu pemerintah keluar dari siklus ini dan memastikan pengelolaan utang yang lebih sehat di masa depan.
ADVERTISEMENT