Konten dari Pengguna

'Mulyonomics' dan Kelas Menengah Kita

Edo Segara Gustanto
Dosen FEBI IIQ An Nur YK, Pusat Kajian Analisis Ekonomi Nusantara
1 September 2024 8:46 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Edo Segara Gustanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana gedung-gedung bertingkat di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Suasana gedung-gedung bertingkat di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Nama Mulyono sedang ramai beberapa pekan ini, terutama sejak ada upaya dengan sengaja DPR ingin mengubah peraturan MK melalui RUU Pilkada. Bahkan secara tidak sengaja, dalam sebuah podcast mantan menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia, Mahfud MD secara tidak sengaja menyebut nama kecil (pemberian orang tua) Presiden Joko Widodo dengan sebutan Mulyono.
ADVERTISEMENT
Mulyo sebenarnya punya arti yang cukup baik, yaitu mulia. Mungkin karena ada nama di belakangnya No (tidak) dan jika digabung maka artinya menjadi 'Tidak Mulia.' Sehingga wajar saja jika Presiden Jokowi mengganti namanya dengan Joko Widodo selain saat kecil Presiden Jokowi sering sakit-sakitan.
Saya sengaja menggunakan akronim 'Mulyonomics' karena sedang hangat dibicarakan nama ini di mana-mana. Di sisi yang lain, kita juga mendapat kabar jika kelas menengah kita terancam masuk kelompok rentan (miskin) saat ini. Sehingga tulisan ini ingin menyoroti Mulyonomics dan kondisi kelas menengah kita yang tidak sedang baik baik saja.

Kebijakan Ekonomi 'Mulyonomics' (Jokowi)

'Mulyonomics' menggarisbawahi filosofi ekonomi yang dijalankannya selama masa kepresidenan. Jokowi berfokus pada pembangunan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi lokal, dan reformasi untuk mengurangi ketimpangan sosial. Konsep ini juga mencerminkan komitmen Jokowi terhadap pemerataan hasil pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
ADVERTISEMENT
Pembangunan Infrastruktur: Jokowi memprioritaskan pembangunan infrastruktur sebagai pilar utama kebijakan ekonominya. Jalan tol, pelabuhan, bandara, dan proyek-proyek besar lainnya dirancang untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan konektivitas dan efisiensi logistik.
Reformasi Birokrasi: Selain itu, reformasi birokrasi bertujuan untuk menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif. Simplifikasi perizinan dan pengurangan hambatan administratif diharapkan dapat mempermudah bisnis dan meningkatkan daya saing Indonesia.
Pemberdayaan Ekonomi Lokal: Jokowi juga menekankan pentingnya pemberdayaan ekonomi lokal, termasuk dukungan untuk usaha kecil dan menengah (UKM), yang merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia. Program-program ini bertujuan untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Beberapa program yang disebutkan atas tentu sangat baik, sayangnya tidak bisa menyelamatkan peringkat kelas menengah kita yang turun drastis. Padahal kelas menengah Indonesia juga menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia.
ADVERTISEMENT

Kelas Menengah Indonesia: Rentan dan Terancam

Catatan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan drastis jumlah kelas menengah di Indonesia. Sebanyak 9,48 juta warga kelas menengah rentan 'turun kasta' ke kelas menengah rentan hingga kelompok rentan miskin.
Ada beberapa sebab mengapa kelas menengah di Indonesia terancam miskin, di antaranya adalah:
1. Keterpaparan terhadap Krisis Ekonomi
Kelas menengah Indonesia sering kali dianggap sebagai kelompok yang rentan terhadap kemiskinan karena keterpaparan mereka terhadap fluktuasi ekonomi. Ketika terjadi krisis ekonomi karena pandemi COVID-19, ketidakstabilan pasar, kelas menengah yang memiliki utang konsumer, pinjaman, atau bergantung pada pendapatan dari sektor yang rentan dapat mengalami dampak yang signifikan. Fluktuasi ekonomi dapat mengganggu stabilitas pendapatan mereka dan mempengaruhi daya beli.
ADVERTISEMENT
2. Beban Pajak dan Biaya Hidup
Pembangunan infrastruktur dan program-program sosial memerlukan pendanaan yang signifikan, yang sering kali diimbangi dengan peningkatan pajak. Kelas menengah mungkin merasakan dampak dari beban pajak yang lebih tinggi, yang dapat mengurangi daya beli mereka. Selain itu, biaya hidup yang meningkat, termasuk harga barang dan jasa, dapat menekan anggaran rumah tangga mereka.
3. Ketimpangan Akses dan Kualitas Layanan
Meskipun pembangunan infrastruktur telah meningkat, akses ke layanan berkualitas tetap tidak merata. Kelas menengah di daerah-daerah terpencil atau kurang berkembang mungkin tidak merasakan manfaat yang sama dengan yang berada di pusat-pusat ekonomi utama. Ketimpangan dalam akses pendidikan, kesehatan, dan layanan publik lainnya dapat memperburuk ketidaksetaraan dan menghambat mobilitas sosial.
ADVERTISEMENT
4. Risiko Pengangguran dan Perubahan Pasar Kerja
Transformasi ekonomi yang dipicu oleh reformasi dan pembangunan infrastruktur dapat mengubah struktur pasar kerja. Kelas menengah yang bergantung pada sektor-sektor tertentu mungkin menghadapi risiko pengangguran atau perubahan pekerjaan. Teknologi dan otomatisasi dapat mempengaruhi pekerjaan-pekerjaan tradisional, dan mereka yang tidak dapat beradaptasi dengan perubahan ini mungkin mengalami kesulitan.

Strategi untuk Mengatasi Kerentanan Kelas Menengah

Ada beberapa tawaran dari penulis agar kelas menengah kita bisa bangkit kembali, di antaranya adalah:
1. Diversifikasi Pendapatan dan Investasi
Kelas menengah perlu mempertimbangkan diversifikasi pendapatan dan investasi sebagai strategi untuk mengurangi kerentanan terhadap krisis ekonomi. Diversifikasi portofolio investasi dan sumber pendapatan dapat membantu mengurangi risiko yang terkait dengan fluktuasi ekonomi.
ADVERTISEMENT
2. Pendidikan dan Keterampilan
Investasi dalam pendidikan dan pengembangan keterampilan sangat penting. Kelas menengah yang terus meningkatkan keterampilan mereka akan lebih mampu beradaptasi dengan perubahan pasar kerja dan teknologi, serta menghadapi tantangan ekonomi dengan lebih baik.
3. Insentif bagi Kelas Menengah
Jika kelas bawah (miskin) memiliki jaringan pengaman seperti bansos, bantuan pendidikan, bantuan kesehatan, dll. Maka yang sangat menderita adalah kelas menengah, mereka tidak mendapat insentif apa-apa meski terdampak ketika ada krisis ekonomi. Sehingga hemat saya perlu kelas menengah perlu diberi insentif misal pengurangan pajak, bantuan insentif kesehatan serta antisipasi jika mereka kehilangan pekerjaan.
4. Kebijakan Pemerintah yang Inklusif
Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ekonomi dan sosial tidak hanya fokus pada pertumbuhan, tetapi juga pada pemerataan manfaat. Program-program yang memastikan akses yang lebih adil ke pendidikan, kesehatan, dan layanan publik dapat membantu mengurangi ketimpangan dan mendukung kelas menengah.
ADVERTISEMENT

Kesimpulan

'Mulyonomics', dengan fokus pada pembangunan infrastruktur, reformasi birokrasi, dan program sosial, menawarkan potensi pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan. Namun, kelas menengah Indonesia tetap menghadapi kerentanan terhadap kemiskinan akibat fluktuasi ekonomi, beban pajak, dan ketimpangan akses.
Untuk memastikan bahwa manfaat dari 'Mulyonomics' ini dapat dirasakan secara merata, penting bagi pemerintah untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh kelas menengah dan memastikan bahwa strategi ekonomi yang diterapkan tidak hanya mendorong pertumbuhan tetapi juga melindungi dan mendukung kelompok masyarakat yang rentan.[]