Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Palestina Washing Idem Memanfaatkan Situasi Perang untuk Bisnisnya
30 Desember 2024 15:16 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Edo Segara Gustanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa hari yang lalu, Ikhsan Abdullah, Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan dalam keterangan persnya bahwa ada upaya Palestina Washing selama agresi Israel ke Palestina. Palestina washing yang dimaksud adalah upaya pembelaan diri dari merek global yang terafiliasi Israel dengan berpura menaruh simpati kepada Bangsa Palestina.
ADVERTISEMENT
“Ada banyak brand global datang ke MUI meminta dukungan karena saham dan produk riil mereka terdampak gerakan boikot produk pro Israel. Semua mereka minta boikot segera diakhiri,” kata Ikhsan dalam keterangan di media (Tempo, 16/12/2024).
Menurut saya statemen salah satu pengurus MUI di atas, tidak sepenuhnya salah, tidak sepenuhnya benar juga. Dalam hal bisnis, perusahaan-perusahaan yang melakukan hal tersebut adalah wajar untuk memperbaiki kinerja keuangannya. Yang tidak wajar adalah 'memanfaatkan' situasi perang untuk kepentingan bisnis tertentu. Tulisan ini mencoba mengurai, sebenarnya Palestina Washing itu yang seperti apa dan bagaimana.
Palestina Washing = Memanfaatkan Situasi Perang Untuk Bisnis
Sub judul di atas bisa dianggap sebagai salah satu bentuk Palestina washing dalam konteks tertentu. Ketika sebuah entitas—baik itu perusahaan, selebritas, atau bahkan negara—memanfaatkan situasi perang Israel-Palestina untuk kepentingan bisnis atau citra mereka, hal itu dapat dianggap sebagai tindakan oportunistik yang sejalan dengan pengertian Palestina washing.
ADVERTISEMENT
Beberapa contoh yang relevan di antaranya, adalah:
(1). Perusahaan. Perusahaan yang memanfaatkan konflik untuk menjual produk atau jasa tertentu, misalnya, menyerang kompetitor bisnis lain dengan cara mengaitkannya dengan Israel, untuk menaikkan penjualan perusahaannya sendiri padahal datanya tidak valid (hoaks).
(2). Selebriti atau influencer. Mengambil posisi di konflik ini untuk meningkatkan popularitas atau citra tanpa komitmen nyata terhadap solusi atau bantuan kemanusiaan.
(3). Negara atau organisasi: Menggunakan isu konflik untuk mengalihkan perhatian dari masalah internal atau kebijakan lain yang kontroversial.
Namun, istilah Palestina washing lebih sering digunakan untuk menggambarkan citra "pemutihan" (whitewashing) oleh entitas yang ingin menutupi keterlibatan langsung atau tidak langsung dalam penindasan terhadap Palestina dengan mendukung isu lain yang lebih populer atau "diterima" di mata dunia.
ADVERTISEMENT
Apa Kaitan Ikhsan Abdullah dengan Le Minerale?
Jika kita menggoogling Ikhsan Abdullah, dalam berbagai kesempatan di media, pengurus MUI ini repot-repot memberi penjelasan bahwa Le Minerale adalah produk yang tidak terafiliasi dengan Israel.
Sementara itu, Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ikhsan Abdullah memastikan Le Minerale tidak memiliki afiliasi dengan upaya pendudukan zionis di Palestina (Media Indonesia, 22/7/2024).
Pihaknya juga mengapresiasi perusahaan tersebut lantaran memiliki komitmen kuat, tidak hanya sebatas pada pernyataan sikap dan bentuk empati tapi juga mendukung secara nyata sejalan dengan kebijakan luar negeri Indonesia yaitu membantu Palestina (Media Indonesia, 22/7/2024).
Yang patut dipertanyakan adalah, apa kewenangan MUI dalam menjelaskan produk Le Minerale ke konsumen? Apakah ada kaitannya statemen-statemennya selama ini 'didukung' Le Minerale? Menurut saya hal ini patut dipertanyakan ke yang bersangkutan.
ADVERTISEMENT
Memanfaatkan Situasi Perang untuk Bisnis adalah Jahat
Memanfaatkan situasi perang untuk kepentingan bisnis adalah tindakan yang sangat tidak etis dan dapat dianggap jahat. Perang seperti konflik Israel-Palestina membawa penderitaan besar bagi jutaan orang, termasuk kehilangan nyawa, pengungsian, dan pelanggaran hak asasi manusia. Menggunakan tragedi ini sebagai peluang bisnis tanpa kontribusi nyata untuk membantu korban hanya menunjukkan eksploitasi atas penderitaan manusia.
Tindakan semacam ini tidak hanya memperburuk situasi tetapi juga mengaburkan masalah inti, seperti perjuangan hak asasi manusia atau upaya perdamaian. Misalnya, perusahaan yang menjual produk bertema perang tanpa mendonasikan keuntungan kepada korban, atau media yang mencari keuntungan dari konten sensasional tentang konflik, memperlihatkan betapa rendahnya standar moral mereka. Sementara itu, mereka yang terdampak perang terus menghadapi realitas keras tanpa bantuan berarti.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, pihak yang ingin terlibat dalam situasi seperti ini seharusnya berkontribusi secara nyata, seperti mendonasikan keuntungan untuk lembaga kemanusiaan atau meningkatkan kesadaran tentang pentingnya perdamaian. Tindakan yang berorientasi pada keuntungan pribadi di tengah penderitaan hanyalah bentuk oportunisme, yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
Penutup
Palestina washing adalah istilah yang merujuk pada tindakan memanfaatkan situasi perang Israel-Palestina untuk kepentingan bisnis atau citra, yang sering kali dianggap tidak etis. Hal ini mencakup berbagai bentuk, seperti perusahaan yang menggunakan isu konflik untuk meningkatkan penjualan, selebritas atau influencer yang mengambil posisi tanpa kontribusi nyata, hingga negara atau organisasi yang mengalihkan perhatian dari masalah internal mereka. Meski dalam dunia bisnis, strategi ini sering dianggap wajar. Namun eksploitasi penderitaan akibat perang untuk keuntungan pribadi merupakan tindakan yang tidak bermoral.
ADVERTISEMENT
Pernyataan Wakil Sekjen MUI, Ikhsan Abdullah, tentang Palestina washing mengindikasikan adanya upaya menggiring isu bahwa ada produk-produk tertentu yang melakukan hal ini. Patut diduga Ikhsan Abdullah dalam memberikan pembelaan terhadap merek tertentu (Le Minerale) justru kita pertanyakan soal independensi dan tujuan sebenarnya dari pernyataan tersebut. Dalam konteks ini, semua pihak seharusnya fokus pada kontribusi nyata bagi perdamaian dan bantuan kemanusiaan, bukan menjadikan konflik sebagai sarana untuk kepentingan komersial.[]