Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengapa Paus Diperhitungkan dalam Pergaulan Internasional?
9 September 2024 7:29 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Eduardus A Kurniawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia, pada 3-6 September lalu menimbulkan kesan bagi masyarakat. Pimpinan tertinggi umat Katolik di dunia ini memberikan kesan sederhana, ia dijemput mobil Innova Zenix, duduk di depan begitu tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pukul 11.16 WIB.
ADVERTISEMENT
Ia juga tak mengenakan Rolex atau Junghans, beberapa pemerhati jam melihatnya mengenakan Casio yang berkisar sekitar U$D 10. Jubah yang ia pakai tak gemerlap, ia mengenakan jubah putih polos.
Begitu pula sepatunya, Kardinal Indonesia, Ignatius Suharyo menyebut, Paus Fransiskus mengenakan sepatu hitam dengan kulit yang sudah tertekuk-tekuk.
"Sudah lekuk-lekuk, tandanya sudah lama dipakai. Itu bukan sekadar kebetulan, itu pilihan," kata Ignatius berkomentar soal sepatu Paus.
Tapi, kedatangan Paus juga tak membawa kesan sederhana. Selain pemimpin tertinggi umat Katolik, Paus, juga merupakan pemegang tampuk tertinggi Tahta Suci Vatikan atau Holy See.
Paus hadir di Istana Negara, pada Kamis 4 September. Sebelum kedatangannya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga mendampingi Presiden Joko Widodo bertemu Paus di Istana.
ADVERTISEMENT
Lalu, seperti apa sebetulnya kedudukan, fungsi, dan legitimasi Paus di relasi Internasional?
Negara Kepausan hingga Negara Kota Vatikan
Kita perlu mengerti, bahwa sistem kepausan merupakan warisan dari para rasul Yesus. Petrus, salah satu rasul Yesus dipilih menjadi penyebar utama ajaran Nasrani di dunia, usai Yesus wafat di salib.
Ia jadi Paus pertama, pada abad pertama masehi. Hingga 300 tahun setelah Yesus wafat, dan Petrus jadi Paus, umat Katolik terus mengalami presekusi oleh pemerintah Kekaisaran Romawi.
Hingga Kaisar Konstantin Agung naik tahta. Berdasar dekrit Milan, pada 313 masehi, agama Katolik mendapat toleransi dari pemerintah Romawi. Termasuk kepemilikan properti dari gereja Katolik.
Lalu, pada 380 masehi, Kaisar Theodosius I mengeluarkan dekrit Tesalonika, yang mengadopsi agama Katolik jadi agama negara Romawi.
ADVERTISEMENT
Pada 476, kekuasaan Paus diakui dalam hukum gereja Katolik. Pada tahun ini pula, kekaisaran Romawi telah pecah, Romawi barat takluk oleh Bangsa Visigoth dan Romawi timur memindahkan ibukota mereka ke Konstantinopel (Istanbul).
Roma, tempat Paus berada jadi kawasan yang diperebutkan. Sampai pada akhirnya, situasi di semenanjung Italia perlahan kondusif saat Kerajaan Lombardia berkuasa.
Pada 728 masehi, Raja Liutprand dari Lombardia memberi Paus kewenangan memerintah kota Roma. Sementara status kedaulatan mereka diberikan oleh Raja Pepin, dari Prancis, pada 756 masehi.
Eropa mengalami pergeseran pula. Pengaruh agama Katolik menguat, menggeser agama Pagan yang telah dianut berabad-abad. Posisi Paus pun menguat.
Puncaknya, ketika Paus Leo III mengangkat dan memahkotai Raja Charlemagne sebagai Kaisar Roma, sebagai pemimpin dalam imperium yang disebut Kekaisaran Romawi Suci, pada 800 masehi.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian sahihlah Tahta Suci Vatikan. Paus jadi pemimpin spiritual, yang punya kuasa mengangkat raja-raja Eropa, yang pada masa tersebut mayoritas beragam Katolik.
Tahta Suci Vatikan, yang lalu menjadi negara Kepausan, memerintah beberapa wilayah di Italia, seperti kawasan Roma, Romagna, Marche, Umbria dan Emilia.
Kekuasaan Paus mulai goyang pada Perang Napoleon, 1803-1815. Sebagai catatan Napoleon juga diangkat sebagai Kaisar Prancis oleh Paus Pius VII, di Katedral Notre-Dame, Paris, tahun 1804.
Setelah perang Napoleon usai, Kongres Wina memutuskan untuk mengembalikan batas-batas negara seperti sebelum perang. Artinya, kawasan-kawasan Negara Kepausan mesti dikembalikan lagi seperti sedia kala.
Hal ini tersendat, karena Italia diguncang perang unifikasi Italia. Pada 1870, Kerajaan Italia yang telah menguasai sebagian besar semenanjung Italia menginvasi Roma. Pada 20 September 1870, Italia berhasil menduduki Roma, dan mengakhiri status Negara Kepausan.
ADVERTISEMENT
Pada 1929, dibuatlah Perjanjian Lateran. Isinya, kerajaan Italia dibawah Raja Victor Emanuell III dan Perdana Menteri Benito Mussolini, mengakui negara kota Vatikan, mengakui Tahta Suci Vatikan sebagai pemerintahan berdaulat, dan mengakui batas-batas negara sepanjang kota Vatikan saja.
Pihak Vatikan saat itu dipimpin oleh Paus Pius XI.
Komando Paus di Dunia Internasional, Perang Salib hingga Perjanjian dengan Nazi
Jika Paus Leo III terkenal dengan menahbiskan Charlemagne atau Karl yang Agung sebagai kaisar Romawi Suci, Paus Urbanus II terkenal dengan kebijakannya mengobarkan Perang Salib di tanah Palestina.
Awalnya, ia hanya memberi bantuan kepada Kaisar Alexios I dari Bizantium, untuk melawan suku-suku Turki di kawasan Anatolia. Urbanus lalu mengumpulkan para Uskup di Eropa, membujuk mereka mendorong raja-raja Eropa mengumpulkan pasukan besar atas nama Agama untuk merebut kembali 'Tanah Suci'.
ADVERTISEMENT
Maka pecahlah ekspedisi militer pertama, tahun 1101 yang disebut sebagai Perang Salib. Perang ini berlangsung berabad-abad, tak berkesudahan hingga tahun 1291, ketika tentara Eropa kalah oleh kesultanan Mamluk dan invasi dari Mongol.
Lalu, pada 1933, Paus Pius XI menandatangani Konkordat Vatikan dengan Nazi Jerman. Paus berupaya menyelamatkan gereja Katolik dari presekusi yang dilakukan oleh Nazi, yang pada tahun itu memenangkan pemilu. Nazi berupaya mengeliminasi pengaruh gereja Katolik di Jerman, dan Paus meneken perjanjian agar properti milik gereja tak tersentuh. Perjanjian ini dianggap sebagai jalan damai antara Nazi dan Gereja Katolik. Nazi sendiri menilai, ajaran Katolik ternodai oleh kultur Yahudi.
Selama perang dunia II, Vatikan netral. Pada 1942, saat Jerman dan Jepang menguasai sebagian besar dunia, Paus memberikan pesan natal yang menyuarakan hilangnya nyawa-nyawa tak berdosa hanya karena ras mereka. Berikut penggalan pesan Natal Paus Pius XII, pada 1942 :
ADVERTISEMENT
"Umat manusia kehilangan ratusan ribu nyawa, beberapa mati tanpa kesalahan mereka sendiri, beberapa hanya karena identitas nasional mereka atau ras mereka, telah dijamin untuk mati atau pembasmian secara perlahan-lahan,"
Vatikan yang terus netral selama perang dunia II, dianggap sekutu tak berbuat banyak mencegah Holocaust. Sementara bagi pihak Jerman, Paus Pius XII yang dulunya adalah duta besar Vatikan untuk Jerman, melanggar pakta netral mereka karena terlalu berpihak pada sekutu.
Paus dan Relasi Internasional
Sejarah telah mencatat, Paus punya pengaruh dalam hubungan internasional. Setidaknya, untuk negara-negara Eropa. Status Paus cukup unik, ia adalah pemimpin tertinggi umat Katolik sekaligus pemimpin negara berdaulat, Vatikan.
Sehingga, ia punya pengaruh kuat terhadap pemimpin-pemimpin dunia yang beragama Katolik pula.
ADVERTISEMENT
Contoh nyata, pada Juni 1979, Paus Yohanes Paulus II, mengunjungi tanah kelahirannya di Polandia. Pria bernama Karol Wojtyla ini membangkitkan rasa nasionalisme warga Polandia, yang mayoritas beragama Katolik.
Kunjungannya membangkitkan solidaritas nasional (solidarnosc). Gerakan ini merupakan aksi damai menentang pemerintahan Polandia, yang dikendalikan oleh Uni Soviet kala itu.
Gerakan ini semakin meluas. Bahkan, kunjungan Paus bisa disebut membantu berakhirnya Perang Dingin untuk kemenangan Amerika Serikat dan sekutunya. Paus yang menginspirasi gerakan damai, mendapat dukungan dari pemerintahan Ronald Reagan.
Dukungan semakin meluas, pada 1989, solidarnosc berhasil mendesak pemilihan umum pertama di Polandia, dan meruntuhkan pengaruh Komunisme.
Apa yang terjadi di Polandia meluas. Perdana Menteri Uni Soviet kala itu, Mikhail Gorbachev juga menerapkan prinsip 'Glasnot Perestroika' atau keterbukaan. Jerman Timur yang komunis pun luruh, dan bersatu dengan Jerman Barat--ditandai dengan runtuhnya Tembok Berlin.
ADVERTISEMENT
Secara tak langsung Paus Yohanes Paulus II dan 'manuver' damainya, berperan terhadap berakhirnya perang dingin dan tembok besar Uni Soviet.
Negara Vatikan Terkini
Hingga hari ini, tahta suci Vatikan menjalin 183 hubungan diplomatik dengan negara-negara di seluruh dunia. Mereka punya kedutaan besar di semua negara-negara tersebut.
Kedutaan ini disebut dengan Apostolic Nunciature, yang setara dengan kedutaan besar, tapi tidak dapat mengeluarkan visa.
Di beberapa negara lainnya seperti Arab Saudi, Brunei, Palestina, Somalia dan Vietnam, Vatikan tak punya kedutaan besar. Mereka hanya menjalankan misi-misi keagamaan non diplomatik.
Sementara itu, hanya Kerajaan Bhutan, Maladewa, Republik Rakyat Tiongkok (China) dan Korea Utara yang tidak punya hubungan dengan Vatikan.
Sementara Paus terkini, Paus Fransiskus yang naik tahta pada 2013, menggantikan Paus Benediktus XVI, cukup dikenal di pergaulan internasional.
ADVERTISEMENT
Paus Fransiskus mencoba membangun relasi dengan China, yang tak mengakui negara Vatikan. Pada 22 September 2018, pemerintah China dan Vatikan menandatangani sebuah persetujuan untuk menunjuk para uskup di China. Persetujuan juga menghasilkan kesepahaman, bahwa Gereja Katolik di China, bersumpah setia kepada Partai Komunis China.
Pada 26 September, Paus Fransiskus menulis surat kepada umat Katolik di China. Berikut penggalannya:
"Pada level sipil dan politis, umat Katolik di China harus jadi warga negara yang baik. Mencintai tanah air mereka, dan melayani negara dengan kedisiplinan dan kejujuran, sebaik mungkin. Sementara pada tataran etika, mereka harus sadar, bahwa banyak sesama warga mengharapkan komitmen yang besar untuk kebaikan bersama dan kehidupan yang harmonis. Umat Katolik harus memberi kontribusi kerasulan yang konstruktif, atas nama Kerajaan Surga.
ADVERTISEMENT
Tapi di sisi lain, mereka juga harus menawarkan daya kritis, bukan sebagai oposisi, tapi demi membangun masyarakat yang lebih adil, humanis, dan meninggikan martabat dari setiap orang,"
Tak hanya menjalin relasi dengan China, Paus Fransiskus juga Paus pertama yang diundang menghadiri pertemuan G-7. Pada Forum internasional besar itu, Paus secara relevan mengingatkan para pemimpin dunia tentang Artificial Inteligence (AI).
Dikutip dari pemberitaan Asociated Press (AP). Paus berbicara soal tataran etis pada penggunaan AI. Ia berpesan, manusia tetap harus berada sebagai pengambil keputusan, bukan berbalik dikendalikan oleh AI.
"Kita harus mengedepankan transformasi digital yang inklusif, berpedoman pada kemanusiaan, yang didasari pada pertumbuhan ekonomi, pembangunan berkelanjutan, manajemen risiko, keuntungan yang maksimal, dan harus sejalan dengan nilai demokratis dan penghargaan terhadap hak asasi manusia," kata Paus Fransiskus.
ADVERTISEMENT
-----
Menilik sejarah panjang, Paus memang patut diperhitungkan di pergaulan internasional. Ia punya kendali kuat, terhadap umat Katolik di muka bumi. Pesan-pesan damai nya, menjadi elemen politik yang mumpuni. Karena seperti pesan yang ia sampaikan di Jakarta:
"Peperangan adalah sebuah kekalahan"
Maka, ia akan tetap jadi bandul relasi internasional. Kedudukannya diakui banyak negara, dan tahta nya berdaulat, secara politis, terlebih agamis.