Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Budaya Rakugo, Stand Up Comedy Versi Jepang
26 Oktober 2023 9:57 WIB
Tulisan dari Edward Natanael tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Rakugo, budaya tradisional Jepang yang masih lestari hingga detik ini.
ADVERTISEMENT
Jika di Indonesia kita mengenal pertunjukan lawak yang dinamai dengan Stand Up Comedy, di Jepang terdapat budaya Jepang yang serupa dengan Stand Up Comedy di Indonesia yang berbentuk tradisional, bernama rakugo. Rakugo mempunyai kanji 落語、kanji 落 berbunyi ochi yang mempunyai arti jatuh, kanji 語 berbunyi go yang mempunyai arti kata, sehingga 落語 secara literal diartikan sebagai kata yang jatuh.
ADVERTISEMENT
Rakugo ini disebut sebagai Stand Up Comedy tradisional karena kesenian ini sudah ada sejak zaman Edo (1603~1868). Rakugo ini mulai dikenal ketika para biksu Buddha mulai mengubah gaya penceritaan lisan yang disebut dengan "kōdan" (講談) atau dakwah mereka kepada masyarakat dengan gaya yang lebih terbuka, dan diselipi kritik serta kisah-kisah yang lucu untuk lebih menarik perhatian masyarakat. Kisah yang dibawakan mengenai realita kehidupan, nilai-nilai sekuler dan lain-lain. Kemudian, dakwah tersebut berkembang menjadi seni rakugo yang masih terus lestari sampai sekarang. Pada awalnya, rakugo ini sempat menjadi pertunjukan eksklusif yang diperuntukkan untuk pejabat atau para petinggi saja, namun seiring berkembangnya zaman rakugo ini menjadi semakin terkenal di kalangan masyarakat biasa. Konsep dari rakugo ini mirip dengan Stand Up Comedy¸ dimana para pendongeng Rakugo yang disebut rakugoka membuat masyarakat terbebas dari kenyataan hidup yang pahit, dengan membuat hal tersebut menjadi komedi sehingga masyarakat bisa menertawakan diri sendiri, dimana kisah-kisah tersebut diceritakan di jalanan sehingga banyak orang yang datang untuk melihat pertunjukan tersebut. Dikarenakan hal tersebut, mulai tahun 1971, Rakugo ini mempunyai tempat pertunjukan khusus, yang disebut dengan Yose.
Rakugo ini mempunyai beberapa jenis cerita, antara lain:
ADVERTISEMENT
- Menurut zaman asal cerita:
1. Koten Rakugo (rakugo klasik), yaitu rakugo yang dibuat pada sekitar zaman Edo hingga era Meiji, dan sering dibawakan sebelum masa Perang Dunia II.
2. Shinsaku Rakugo (rakugo modern) yaitu rakugo yang tidak termasuk ke dalam koten rakugo, yang mayoritas belum dijadikan aset bersama milik para rakugoka karena terdapat unsur-unsur tertentu yang membuat rakugo tersebut hanya bisa dibawakan oleh sang pembuat rakugo itu sendiri.
- Menurut jalan cerita dan cara mementaskan:
1. Otoshibanashi (落とし噺): Cerita ini memiliki klimaks atau akhir cerita dengan punchline yang menggiring penonton untuk tertawa, dengan topik atau tema yang bermacam-macam.
2. Ninjōbanashi ( 人情噺) : Cerita ini mengkisahkan tentang kisah kasih dalam kehidupan, antara anak dengan orang tua, suami dan istri, dan lain-lain. Cerita ini adalah cerita yang panjang, bukan seperti stand up comedy biasanya sehingga jenis cerita ini tidak memiliki punchline atau klimaks. Cerita ini dulunya bisa diceritakan bersambung sampai sepanjang 10 hari, namun sekarang sudah dipersingkat hanya dengan mengambil bagian-bagian intinya saja.
ADVERTISEMENT
3. Shibaibanashi ( 芝居噺) : Cerita ini diambil dari sandiwara-sandiwara yang popular, seperti contohnya cerita hantu atau kaidanbanashi (怪談話) dan cerita dengan music atau ongyokubanashi (音曲噺). Sama seperti Ninjōbanashi, jenis cerita shibaibanashi ini juga tidak memiliki punchline.
Beberapa hal yang membedakan ketiga jenis cerita ini adalah pencerita selalu duduk ketika menceritakan otoshibanashi dan ninjōbanashi, sedangkan pencerita dari shibaibanashi ada kalanya harus berdiri untuk lebih mendalami peran yang sedang mereka ceritakan. Pada cerita jenis Kaidanbanashi (cerita hantu), bagian awal hingga bagian tengah cerita dikisahkan dengan gaya Ninjōbanashi, tetapi ketika hantu-hantu mulai keluar, cerita dikisahkan dengan memakai musik dan latar panggung (gaya Shibaibanashi). Ada pula cerita hantu yang terus menggunakan musik latar sehingga dimasukkan ke dalam golongan Ongyokubanashi (cerita dengan lagu).
ADVERTISEMENT
Dalam pertunjukan rakugo, seorang narator tunggal duduk di atas sejada dengan satu selendang yang melambangkan berbagai properti dan karakter. Dia akan memainkan beberapa peran, mengubah posisi selendangnya untuk menandai peralihan karakter. Humor dalam rakugo sering kali didasarkan pada komedi kata-kata, permainan kata, dan humor situasional. Narator juga harus memiliki kemampuan akting vokal yang kuat untuk membawakan berbagai karakter dengan cara yang memukau penonton. Oleh karena itu, kemampuan rakugoka dalam memilih diksi yang dapat menarik perhatian sangatlah penting. Selain pemilihan diksi atau kata, gerak-gerik dari rakugoka juga penting karena mayoritas dari rakugo diceritakan dalam posisi duduk sehingga rakugoka tidak perlu berdiri atau berjalan. Untuk gerak-gerik ini, rakugoka mempunyai alat bantu, diantaranya yaitu kipas lipat (sensu), tenugui (saputangan yang tepinya tidak dijahit), yunomi ( gelas teh kecil), dan lain-lain. Untuk sensu dan tenugui ini dapat diganti dengan barang lain sesuai dengan keperluan cerita. Dalam istilah rakugo, kipas lipat disebut "kaze" sedangkan saputangan disebut "mandara."
Rakugo ini merupakan salah satu budaya tradisional Jepang yang tetap lestari sampai sekarang. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah karena rakugo ini merupakan kesenian berbentuk hiburan, sehingga masyarakat tentunya akan merasa terhibur ketika melihat rakugo ini. Selain itu, masyarakat juga tetap tertarik untuk melihat rakugo ini dari masa ke masa karena rakugo ini mengangkat tema dari isu-isu sosial yang beredar dalam masyarakat, sehingga masyarakat merasakan hubungan yang dekat dengan kisah yang diceritakan oleh rakugoka tersebut. Selain menghadirkan cerita yang lucu, cerita-cerita dalam rakugo ini juga mengandung pengetahuan salah satunya mengenai cerita rakyat yang beredar di Jepang dimana hal tersebut menghadirkan orang dari berbagai macam latar belakang dan budaya.
ADVERTISEMENT
Jika sedang berkunjung ke Jepang, kita juga bisa untuk melihat rakugo secara langsung. Terdapat empat Yose di Tokyo, yaitu di Ueno, Shinjuku, Asakusa, serta Ikebukuro. Biaya yang harus kita keluarkan untuk menonton satu pertunjukan rakugo sekitar ¥3.000.