Pilihan Berobat saat New Normal: Telekonsultasi atau Langsung ke Faskes

dr Edward Faisal
Spesialis Penyakit Dalam Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Divisi Psikosomatik dan Paliatif. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Konten dari Pengguna
31 Mei 2020 14:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari dr Edward Faisal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi wanita sedang berkonsultasi dengan dokter. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi wanita sedang berkonsultasi dengan dokter. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Konsultasi Daring atau Langsung ke Fasilitas Kesehatan
Animo masyarakat untuk berobat ke fasilitas kesehatan (disingkat faskes) dapat dikatakan masih tinggi sampai saat ini, walau pandemi masih belum selesai. Pada awal pandemi COVID-19, pelayanan kesehatan di semua faskes menjadi berjalan tidak seperti biasa. Untuk menghindari penyebaran COVID-19 secara luas yang bersumber dari faskes maka diberlakukan penyaringan pasien yang berobat. Selain itu diberlakukan strategi untuk tenaga kesehatan yang berusia lanjut dan/atau memiliki penyakit penyerta/komorbid disarankan untuk tidak ikut serta melayani secara langsung ke pasien. Bagi yang tetap melakukan pelayanan kesehatan disarankan untuk mengurangi waktu praktek agar waktu terpapar dengan COVID-19 di fasilitas kesehatan diminimalisir. Poliklinik yang biasanya menangani pasien dengan penyakit tidak gawat atau penyakit kronik dikurangi waktu pelayanannya, ada juga yang ditutup sementara. Segala upaya dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat pandemi ini. Selain tenaga kesehatan, masyarakat juga ada yang memiliki kesadaran tidak pergi berobat ke fasilitas kesehatan jika tidak berat sakitnya. Jika memang terpaksa harus berobat, pasien sudah mulai melakukan pencegahan dengan mengikuti arahan dari pemerintah. Pedoman untuk mitigasi transmisi telah dibuat oleh Gugus Tugas Penanganan COVID-19 dan sudah diimplementasikan dengan cukup baik. Walau pada kenyataanya kasus baru masih terus ditemukan akibat masih adanya masyarakat yang kurang disiplin menjalankan pedoman mitigasi ini. Pencegahan secara individu dapat dilakukan dengan menggunakan alat pelindung diri (APD), bagi tenaga kesehatan dan pasien yang berobat ke faskes. Terjadinya gangguan psikosomatik yang tidak teridentifikasi dengan baik sebagai dampak pandemi membuat masyarakat malas untuk mengikuti arahan pencegahan COVID-19. Permasalahan yang juga perlu disikapi adalah untuk pasien penyakit kronis yang perlu konsumsi obat rutin. Karena mereka masih perlu tetap memeriksakan diri secara rutin untuk memelihara kesehatannya. Edukasi pencegahan transmisi gencar dilakukan, akan tetapi sistem yang ada perlu disempuranakan untuk mengatur pengobatan pasien dalam kondisi akut dan kronik. Usaha yang dapat ditempuh adalah melakukan konsultasi daring (Telekonsultasi) yang dimodifikasi. Telekonsultasi ini sudah ada sejak sebelum pandemi COVID-19, tapi belum banyak yang menggunakannya. Jika dicermati, metode berobat saat ini ada dua, yaitu telekonsultasi dan metode berobat konvensional. Yang dimaksud metode konvensional adalah pergi langsung ke faskes untuk berobat. Sehingga saat new normal berlangsung sepenuhnya akan ada pilihan metode untuk pasien berobat. Saat ini Indonesia sedang dipersiapkan masuk ke dalam kondisi new normal dan untuk pilihan metode berobat perlu dipertimbangkan karena kedua metode berobat memiliki keunggulan masing-masing.
ADVERTISEMENT
Saat sebelum pandemic, metode berobat konvensional adalah yang ideal, karena pasien dapat bertatap muka langsung dengan dokternya. Dokter melakukan wawancara untuk mengetahui kemungkinan arah penyakit pasien, kemudian disempurnakan dengan melakukan pemeriksaan fisik. Dampak secara psikologi untuk pasien juga cukup bermakna. Karena saat dilakukan pemeriksaan fisik akan ada sensasi tersendiri dan secara tidak langsung merupakan suatu cara menjadi sembuh bagi pasien. Sejak awal ilmu kedokteran ditemukan teknik wawancara dan pemeriksaan fisik sudah terbukti 60-80% dapat menentukan ke arah mana diagnosis penyakit pasien. Tapi pada situasi saat ini metode yang cukup efektif dapat berkontribusi untuk meningkatkan transmisi COVID-19, baik kepada pasien maupun tenaga kesehatan. Karena itu ada alternatif lain untuk metode berobat pada kondisi tidak akut/gawat darurat, yaitu telekonsutasi.
ADVERTISEMENT
Telekonsultasi adalah suatu metode komunikasi kesehatan secara daring. Metode telekonsultasi secara mudah dibagi menjadi tiga, yaitu secara tekstular, komunikasi melalui suara (voice call), dan komunikasi secara tatap wajah tidak langsung (video call). Pada situasi pandemi, semua kegiatan disarankan dilakukan secara daring, demikian juga konsultasi medis. Pemerintah bersama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sangat menyarankan untuk berobat dengan telekonsultasi. Saat ini sudah banyak platform telekonsultasi kesehatan yang dapat digunkan antara lain Halodoc, Medikku.com, OKdoc, dan masih banyak lagi yang lain. Platform kesehatan ini beroperasi secara mandiri, tidak di bawah institusi rumah sakit tertentu. Selain platform secara mandiri, ada platform yang sudah merupakan bagian dari rumah sakit tertentu. Pada telekonsultasi tetap dilakukan wawancara secara daring artinya dokter dapat menggali riwayat penyakit pasien tanpa kendala. Metode daring ini memang akan menurunkan keakuratan untuk menentukan diagnosis awal karena tanpa dilakukan pemeriksaan fisik langsung kepada pasien. Tapi dokter masih dapat melakukan pengamatan secara langsung jika menggunakan komunikasi secara visual/video call. Pada kondisi tertentu, pasien dapat menunjukkan kelainan apa yang ada pada dirinya secara visual dan di saat bersamaan dokter dapat coba menyesuaikan dengan kemungkinan gambaran klinis jika ditemukan saat melakukan pemeriksaan fisik sebenarnya. Dengan demikian efektifitas telekonsultasi dapat dioptimalisasi. Keunggulan telekonsutasi adalah hambatan jarak dan waktu dapat dilewati sekajap dan tentu saja bebas treansmisi COVID-19. Tetapi perlu beberapa syarat agar telekonsultasi tidak menurun kredibilitasnya, yaitu setiap dokter harus memiliki surat izin praktek (SIP) dan tempat praktek sesuai SIP. Telekonsultasi ini juga sudah dilakukan secara mandiri beberapa rumah sakit besar untuk membantu para pasien.
ADVERTISEMENT
Pasien dengan penyakit yang sifatnya akut dan perlu arahan segera saat awal keluhan timbul, penyakit kronik, gangguan psikosomatik disarankan menggunakan telekonsutasi. Setelah melalukan telekonsultasi, pasien akan diarahkan untuk melakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan atau dapat menebus resep yang disarankan dokter. Telekonsultasi cukup ideal digunakan pada pasien yang mengalami gangguan psikosomatik. Gangguan psikosomatik adalah gangguan psikologis yang terjadi secara pararel dengan gangguan fisik. Dua gangguan psikosomatik yang banyak dialami adalah gangguan cemas dan gangguan depresi. Menurut riset kesehatan dasar kementrian Kesehatan (Riskesdas)-2018, angka kejadian gangguan depresi adalah 6,1% dan untuk gangguan cemas adalah 9%. Akan tetapi kemungkinan angka ini dibawah nilai yang ada pada kenyataannya di masyarakat. Hal ini terjadi karena kurangnya kewaspadaan terhadap gangguan psikosomatik. Walaupun terlihat tidak berbahaya tapi gangguan psikosomatik dapat menyebabkan penurunan kwalitas hidup, disabilitas, dan menyebabkan penyakit fisik. Penyakit fisik yang dapat terjadi antara lain tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, penyakit jantung coroner, stroke, dan penyakit lainnya. Pada pelonggaran aturan pembatasan sosial berskala besar mulai ditemukan banyaknya penderita gangguan psikosomatik. Yang paling menonjol adalah serangan panik. Gejala serangan panik menyerupai penyakit lain akan tetapi setelah diperiksa secara menyeluruh dengan pemeriksaan penunjang ternyata tidak ada kelainan secara fisik. Kemudahan melakukan telekonsultasi sebaiknya dimanfaatkan oleh semua orang untuk menyaring kemungkinan adanya gangguan psikologis maupun gangguan fisik. Selain itu melakukan komunikasi dengan dokter akan memberikan keuntungan walau tidak ada penyakit, yaitu merelaksasi pikiran. Salah satu agar tetap sehat secara psikologis adalah dengan apa yang disebut ventilasi aktif dan pasif. Ventilasi adalah suatu kegiatan mengeluarkan beban pikiran. Secara aktif maksudnya adalah menceritakan hal yang menjadi beban pikiran (aktif komunikasi dua arah) sedangkan secara pasif adalah dengan melihat/menonton/membaca hal yang menyenangkan (pasif menerima informasi positif).
ADVERTISEMENT
Untuk new normal pelayanan di bidang kesehatan masih perlu pengkajian lebih lanjut. Telekomunikasi adalah salah satu layanan yang dapat dilakukan tapi tentu dengan modifikasi tertentu. Jadi pilihan untuk cara berobat terbaik masih dapat dilakukan agar sistem kesehatan masih dapat berjalan dengan efektif dan efisien.