Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Gadungan dan Kompetensi
16 September 2023 20:00 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Dr Edy Purwo Saputro SE MSi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kasus dokter gadungan sempat membuat geger, terutama menyangkut tindakan medis yang dilakukan si gadungan. Ironisnya, perilaku itu ternyata bukan hanya sekali, tapi dia juga pernah melakukannya di tempat lain.
ADVERTISEMENT
Hebatnya lagi, si gadungan pernah menjabat posisi strategi yang juga berkaitan dengan medis. Yang lebih runyam ternyata si oknum gadungan ini adalah residivis. Geger si gadungan ini membuka mata publik bahwa apa yang sebenarnya terjadi dengan proses rekrutmennya?
Terkait ini pemberitaan media di sepekan terakhir menegaskan bahwa proses rekrutmen itu terjadi pada saat pandemi dan dilakukan secara online. Jadi, proses rekrutmennya sudah dilakukan secara benar tetapi si gadungan lebih cerdik dan cerdas dalam menyiasatinya.
Lolosnya si gadungan dalam proses rekrutmen berdampak terhadap penerimaan semua hak dan tunjangan selayaknya semua karyawan. Meski demikian, model kontrak untuk perpanjangannya harus menuntut adanya tertib administrasi secara prosedural. Tahapan inilah yang kemudian membuka tabir perilaku si gadungan.
ADVERTISEMENT
Proses investigasi terkait perilaku si gadungan ternyata memalsukan identitas dari dokter lain yang sah kemudian dengan bantuan teknologi kekinian akhirnya dipalsukan sebagai identitas si gadungan. Jadi, selama dua tahun pasca rekrutmen itulah si gadungan menikmati hak dan tunjangan yang kabarnya mencapai Rp 260 juta.
Persoalannya bukan hanya nominal tersebut tetapi kepercayaan publik terhadap proses layanan medis yang dilakukan si gadungan. Betapa tidak profesi dokter bukan sesuatu yang mudah dilakukan karena harus melalui pendidikan dan pengajaran yang sistematis dan berkelanjutan.
Setidaknya hal ini untuk mereduksi malapraktik di balik kesalahannya dan untuk tetap bisa memberikan kepastian layanan kesehatan untuk semua. Jadi, fakta di balik kasus si gadungan tentu sangat meresahkan, meski realitasnya si gadungan tidak melakukan layanan praktik kepada publik.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari kasus ini, pastinya perlu tahap untuk meyakinkan terhadap semua prosedural rekrutmen, pengawasan selama menjadi karyawan, dan juga evaluasi terhadap masa kontrak.
Investasi pastinya akan terus dilakukan, baik oleh IDI dan atau pihak berwajib. Realitas di masyarakat juga memberikan pelajaran bahwa praktik-praktik gadungan sering kali terjadi pada profesi tertentu yang dipandang memberikan status sosial berlebih.
Terkait ini sejumlah kasus gadungan yang sering terjadi misalnya profesi aparat berwajib sebab menyandang status itu akan memberikan peningkatan persepsian di masyarakat, apalagi jika menyangkut status sosial.
Oleh karena itu, apa yang terjadi dengan si gadungan ini harus menjadi pembelajaran bersama pentingnya proses rekrutmen, pengawasan, serta evaluasi selama pelaksanaan kontrak. Termasuk juga kepatutan, kepantasan dan proses kewajaran dibalik semua praktiknya. Argumen yang mendasari karena gadungan pasti tidak sesuai dengan kompetensinya.
ADVERTISEMENT