Tanah Abang dan E-commerce

Dr Edy Purwo Saputro SE MSi
Dosen di Program Pascasarjana dan Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta - Solo
Konten dari Pengguna
19 September 2023 9:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dr Edy Purwo Saputro SE MSi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kondisi Pusat Mode Tanah Abang yang sepi pengunjung, di Jakarta, Senin (11/9/2023). Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi Pusat Mode Tanah Abang yang sepi pengunjung, di Jakarta, Senin (11/9/2023). Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Gelisah yang dirasakan pedagang di Tanah Abang sejatinya adalah konsekuensi dibalik kehadiran e-commerce. Betapa tidak, e-commerce menjanjikan peluang dan tantangan di semua sektor, tidak hanya pedagang tapi juga pembeli (konsumen) dan transaksinya karena tidak bisa terlepas dari tuntutan digitalisasi.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, apa yang terjadi di pasar Tanah Abang menjadi catatan menarik terkait konsekuensi dibalik e-commerce. Padahal, persepsi dari pasar tidak bisa terlepas dari keramaian tawar menawar, selain hiruk-pikuk kehadiran pengunjungnya.
Jadi kesepian yang terjadi di pasar Tanah Abang tidak bisa terlepas dari fenomena minimnya jumlah kunjungan dan pastinya berlanjut di balik minimnya transaksi. Fakta ini menjadi pertanda dibalik ramalan sekian tahun lalu yaitu “pasar ilang kumandange?”
Tidak bisa dipungkiri bahwa fenomena akan terus berubah dan berkembang, termasuk di sektor pasar itu sendiri. Artinya, perlahan tapi pasti kehadiran pasar tentu tidak dapat mengelak dari transformasi perubahan yang terjadi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal in tentu juga berkaitan dengan kehadiran internet dan digitalisasi semua sektor tanpa terkecuali.
Ilustrasi e-commerce. Foto: Blue Planet Studio/Shutterstock
Oleh karena itu, e-commerce memberikan peluang dan pastinya tantangan bagi semua yang terlibat untuk memperhatikan transformasi yang terjadi. Hal ini juga harus mempertimbangkan kemampuan dan kemauan pedagang dan pembelinya karena mereka adalah pelaku utama dari transaksi di pasar.
ADVERTISEMENT
Persaingan antara pasar tradisional vs e-commerce pada dasarnya adalah realitas di balik modernitas semua layanan, termasuk tentunya yang terjadi di pasar Tanah Abang.
Oleh karena itu, beralasan jika perkembangan zaman era now menjanjikan kemudahan, proses kecepatan transaksi dan kenyamanan berbelanja. Terkait ini, Gubernur BI, Perry Warjiyo, menegaskan bahwa di 2023 transaksi e-commerce diproyeksi meningkat 17% menjadi Rp 572 triliun.
Argumen yang mendasari tidak terlepas dari pandemi 2 tahun yang tahun ini memasuki endemi. Penegasan itu disampaikan di Rakornas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD) 2022 di Jakarta, Selasa 6 Februari 2022 yang lalu.
Prediksi kekuatan e-commerce menjadi catatan menarik menuju akhir tahun 2023 sebab potensinya akan meningkat di tahun 2024, meski ada pesta demokrasi. Terkait ini, aspek mendasarnya adalah laju pertumbuhan transaksi penggunaan uang elektronik (e-money) yang mencapai Rp 508 triliun yang berarti naik 25,7% dibanding tahun 2022 ketika ada pandemi.
Ilustrasi uang elektronik. Foto: Shutterstock
Artinya, pandemi juga memberi andil terhadap kepercayaan penggunaan uang elektronik dan transaksi e-commerce. Selain itu, komitmen terhadap penggunaan uang digital melalui transaksi non-tunai juga akan semakin meningkat seiring dengan potensi trust – kepercayaan di balik e-commerce.
ADVERTISEMENT
Realitas ini juga didukung dengan keperilakuan konsumen yang semakin melek teknologi dan digitalisasi. Jadi, tidak ada lagi keraguan di balik pesatnya e-commerce, apalagi eksistensi generasi milenial yang sangat familiar di semua platform e-commerce. Oleh karena itu matinya transaksi pada pasar tradisional hanyalah menunggu waktu saja.
Pilihan rasional tergantung ke pelaku pasar yaitu apakah tetap bertahan dengan transaksi tradisional atau berubah ikut arus dengan model digitalisasi sebagai bagian dari layanan e-commerce untuk menjembatani perubahan perilaku konsumen. Artinya, pilihan untuk bersikap proaktif atau reaktif di balik kehadiran e-commerce menjadikan konsekuensi di era now, bukan hanya bagi pedagang di pasar Tanah Abang tapi juga berlaku semuanya.
Padahal prediksi juga menguatkan argumen terkait kehadiran transaksi digital perbankan mencapai 27,2% sedangkan transaksi e-commerce meningkat 21,87%. Jadi, pilihannya adalah berubah atau punah, proaktif atau reaktif menghadapi perubahan digitalisasi pada semua model layanan e-commerce.
ADVERTISEMENT