Tragedi Kelabu 11 September

Dr Edy Purwo Saputro SE MSi
Dosen di Program Pascasarjana dan Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta - Solo
Konten dari Pengguna
11 September 2023 19:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dr Edy Purwo Saputro SE MSi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menara kembar World Trade Center terbakar setelah dua pesawat menabrak setiap gedung di New York, AS, pada 11 September 2001. Foto: STAN HONDA/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Menara kembar World Trade Center terbakar setelah dua pesawat menabrak setiap gedung di New York, AS, pada 11 September 2001. Foto: STAN HONDA/AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tragedi 11 September 2001 atau tepat 22 tahun yang lalu menjadi penanda realita terorisme. Tragedi pembajakan pesawat, kemudian menabrakkannya ke menara kembar di World Trade Center (WTC) di New York dan Gedung Pentagon yang mengakibatkan 2.977 orang tewas.
ADVERTISEMENT
Meskipun ada pernyataan terkait teori konspirasi, tapi faktanya tragedi WTC 11/9 itu menjadi catatan menarik di balik ketegangan global. Terkait ini perlu adanya pemahaman global bahwa ancaman terorisme memang ada benarnya yang kemudian memberikan ancaman terhadap kepentingan bersama.
Di satu sisi, tidak jelas bagaimana hal itu bisa terjadi tetapi ada pernyataan bahwa jaminan keamanan global di era now memang harus semakin diperketat. Di sisi lain, kewaspadaan secara bersama di era now memang tidak bisa lagi diremehkan karena ini berkaitan dengan keamanan.
Tidak bisa dimungkiri bahwa korban cukup banyak di balik tragedi Selasa kelabu tanggal 11 September itu. Dan karenanya perlu evaluasi bersama tentang bagaimana memberikan rasa aman kepada publik terhadap fasilitas publik, terutama gedung pencakar langit.
ADVERTISEMENT
Ini menjadi catatan menarik betapa tragedi Selasa kelabu itu membuka mata global tentang ancaman sosial dari semua aspek, terutama dari kepentingan terorisme. Oleh karena itu, beralasan jika serangan itu dianggap berhasil dan sukses membuka mata dunia-global.
Ironisnya, terorisme tidak hanya terjadi di negara industri-maju, tapi juga terjadi pada sejumlah negara miskin-berkembang. Bahkan, konflik internal negara juga menyasar dan melibatkan terorisme. Artinya, tingkat kewaspadaan harus lebih diperketat karena menyangkut jaminan rasa aman.
Potensi di balik ancaman terorisme yang terjadi di republik ini cenderung beragam maka tidak ada alasan untuk meningkatkan kewaspadaan secara sistematis dan berkelanjutan.
Hal ini pastinya juga harus melibatkan masyarakat sehingga secara proaktif bisa untuk mencegah, menangkal dan pastinya juga mereduksi berbagai potensi terjadinya aksi di sejumlah daerah yang memicu kerawanan sosial, termasuk terorisme itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Terkait ini bahwa temuan sejumlah kasus terorisme di republik ini berafiliasi dengan sejumlah jaringan, baik di lingkup nasional dan internasional. Oleh karena itu, kewaspadaan yang melibatkan semua unsur elemen masyarakat harus lebih ditingkatkan.
Argumen yang mendasari tidak bisa terlepas dari potensi konflik yang muncul dan juga berkembang di sejumlah daerah tanpa terkecuali. Jadi, riak-riak konflik yang ada sedari dini harus dipetakan dan dicari solusinya agar tidak semakin melebar.
Padahal, potensi yang terjadi cenderung bisa dipicu oleh banyak faktor. Misalnya rendahnya kesadaran di tingkat warga dan juga kerawanan akibat kemiskinan untuk disusupi kepentingan yang sesat, termasuk juga pendalaman akidah yang tidak selaras dengan kepentingan publik.
Oleh karena itu, tragedi Selasa kelabu 11 September harus menjadi pembelajaran agar ke depan kasus seperti ini tidak lagi terjadi. Sebab, dampak sistemik yang terjadi sangat kompleks, termasuk pastinya rasa trauma yang mendalam.
ADVERTISEMENT