Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Tuntut Kejelasan, Ribuan Pekerja Freeport Mogok Kerja Sebulan
2 Mei 2017 20:49 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Sekitar 7.000 karyawan PT Freeport Indonesia (PTFI) memulai aksi mogok kerja selama sebulan penuh terhitung 1 Mei hingga 31 Mei 2017. Para karyawan mogok karena permintaan mereka terkait kejelasan status pekerjaan belum direspons perusahaan.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Hubungan Industrial Serikat Pekerja PT Freeport Indonesia, Tri Puspital, mengatakan karyawan yang ikut mogok tersebut adalah yang berkerja di pengangkutan tambang Grasberg sampai di pengapalan.
"Kami memulai mogok dari MayDay (hari buruh) pada 1 Mei 2017 sampai sebulan penuh. Alasannya karena tidak ada kejelasan terkait furlough atau tindakan merumahkan karyawan oleh perusahaan," kata Tri saat dihubungi kumparan (kumparan.com), Selasa (2/5).
Meskipun kegiatan operasional perusahaan sudah berlanjut lagi setelah izin ekspor konsentrat diberikan pemerintah, Tri mengatakan hingga saat ini masih ada karyawan yang dirumahkan.
"Ada lebih dari 800 orang yang masih dirumahkan, ini yang karyawan tetap. Kalau yang kontraktor, kan langsung di PHK sekitar 3.000 an," ujar Tri.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, sebelum ada furlough, jumlah karyawan Freeport sekitar 17.000 orang, 12.000 di antaranya adalah karyawan tetap dan 5.000 kontraktor. Serikat Pekerja juga sudah melakukan mediasi dengan EVP Human Resources Ahmad Didi Ardianto dengan perwakilan Kementerian Ketenagakerjaan pada 27 April lalu. Namun, sampai saat ini belum ditemukan titik temu.
"Kami sebenarnya ingin ada kejelasan informasi dan perusahaan berunding dengan kami sebelum memutuskan merumahkan karyawan. Selain itu, harus jelas apakah yang sudah dirumahkan bisa kembali bekerja atau tidak. Jika ada PHK, seharusnya mengikuti aturan ketenagakerjaan dengan kompensasi yang layak," tuturnya.
Tri menambahkan, jika hingga 31 Mei 2017 perusahaan belum menjawab tuntutan mereka, maka mogok kerja akan dilanjutkan sampai tuntutan dipenuhi.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Juru Bicara Freeport Riza Pratama belum merespon soal aksi mogok kerja ini.
Namun sebelumnya, ia membenarkan bahwa Freeport sudah mulai mengekspor konsentrat tembaga ke India dan China. Hal ini menyusul diterbitkannya Surat Persetujuan Ekspor (SPE) konsentrat dari Kementerian Perdagangan pada 21 April 2017 lalu.
"Sudah ekspor, sebesar 22 ribu ton ke India dan 22 ribu ton ke China," kata Riza kepada kumparan, Selasa (2/5).
Untuk bea keluar, menurut Riza pihaknya sudah mendapatkan bea keluar 5 persen seperti yang diminta perseroan. Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, tarif bea keluar bagi perusahaan yang pembangunan smelter di bawah 30 persen, dikenakan tarif bea keluar 7,5 persen.
Tarif 5 persen diberikan jika perusahaan sudah membangun smelter 30 hingga 50 persen. Kenyataannya, pembangunan smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur, baru mencapai 14 persen.
ADVERTISEMENT
Kementerian ESDM sebelumnya mengumumkan PT Freeport Indonesia sudah setuju mengubah Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sementara. Dengan demikian, Freeport bisa melakukan ekspor konsentrat terhitung sejak 10 Februari 2017 dan berakhir pada 10 Oktober 2017.