Konten dari Pengguna

Memberantas Judi Online, Siapa Sanggup?

Edyanus Herman Halim
Dosen Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Riau
6 Juli 2024 22:35 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Edyanus Herman Halim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi judi online. Foto: Tia Dwitiani Komalasari/katadata.co.id
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi judi online. Foto: Tia Dwitiani Komalasari/katadata.co.id
ADVERTISEMENT
Indonesia darurat judi online. Data Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring (Satgas Judi Daring) menyebut ada 4 juta orang Indonesia terlibat, datang dari berbagai latar belakang sosial ekonomi, profesi, maupun umur yang berbeda-beda.
ADVERTISEMENT
Dari sisi profesi, hampir semua kalangan sudah terjebak dalam kegiatan hitam ini. Sebut saja ASN, TNI dan Polri, bahkan anggota Dewan dan berbagai profesi lainnya.
Dari sisi usia, pemain terbanyak 1,64 juta berumur 31-50 tahun, kemudian usia 50 tahun keatas 1,35 juta. Naasnya, pelaku judi online juga dilakukan oleh remaja bahkan anak yang masih dibawah umur. Angkanya sekitar 80 ribu anak.
Tumbuh suburnya judi online bukan saja ilusi yang sudah tertanam di benak sebagian masyarakat ‘kaya tanpa usaha’ akan tetapi sudah menjadi jaringan bisnis yang dikreasikan dan dilindungi oleh kekuatan tertentu. Tren yang kemudian menjadi mental ketergantungan tanmpa menyadari sepenuhnya implikasi dari perbuatan tersebut.
Bisnis ini memiliki perputaran yang sangat fantastis. Dalam 5 tahun terakhir, jumlah dan nilai aliran dana transaksi judi online menunjukan tren pertumbuhan yang eksponensial. Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukan secara berturut tahun 2020 mencapai 5,6 juta transaksi dengan nilai Rp 15,8 triliun, kemudian di tahun 2021 43,6 juta transaksi dengan nilai Rp 57,9 triliun, pada 2022 jumlah transaksinya naik dua kali lipat lebih menjadi 104,8 juta transaksi dengan nominal 104,4 triliun, 2023 jumlah transaski 168 juta dengan nominal aliran dana Rp 327 triliun. Terakhir kuartal I 2024 jumlah transaksi 60 juta dengan nilai aliran dana di angka Rp 101 triliun. Jumlah dan nilai aliran dana tersebut sangat bombastis.
ADVERTISEMENT
Bukan saja berdampak buruk bagi keluarga dan dan lingkungan sekitar seperti anak-anak yang putus sekolah atau tindakan kriminal. Tetapi dalam konteks yang lebih luas dan dari sisi kejahatan, negara bisa jadi korban, sebab judi daring ini seringkali terkait dengan aktivitas illegal misalnya pencucian uang dan kegiatan kriminal lainnya yang dapat merusak tatanan sosial dan ekonomi.
Penyakit sosial ini sudah sangat memprihatinkan, dan taruhannya adalah masa depan bangsa Indonesia.
Dampak Bagi Generasi Muda
Tren gaya hidup dan pergaulan membuat anak-anak muda Indonesia memilih jalan instan untuk mendapatkan uang. Judi online menjadi salah satu pilihan untuk mendapatkan uang. Padahal yang namanya judi, apapun bentuknya, hanya akan membawa bencana.
Ketergantungan generasi muda pada judi berdampak luas. Mulai dari finansial dimana uang akan raip dan berdampak turunan seperti stress bahkan depresi.
ADVERTISEMENT
Kemudian penurunan kualitas hidup baik mental maupun fisik. Secara mental tidak bahagia. Bahkan ini seturut dengan pinjaman online. Sedangkan fisik karena menghabiskan waktu lebih didepan handphone atau computer dibandingkan istrahat yang cukup dan olahraga berpotensi menimbulkan penyakit.
Selanjutnya, secara sosial akan membuat Generasi Z dan Alpha menjadi tidak interaktif. Bahkan membuat mereka lalai dalam mengerjakan kewajiban di sekolah sampai putus sekolah.
Dalam jangka panjang kecanduan judi daring akan merambat pada berbagai perilaku menyimpang seperti narkoba dan berbagai kenakalan lainnya.
Semua dampak tersebut, menjadi sisi penghambat bagi bangsa ini lepas landas menjadi negara maju. Bonus demografi yang harusnya membuat bangsa ini produktif, justru bisa menjadi beban bahkan bencana.
Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Keppres Nomor 21 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring. Pembentukan Satgas ditujukan untuk melakukan percepatan pemberantasan kegiatan judi online secara tegas dan terpadu.
ADVERTISEMENT
Mengutip, Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Media Indonesia, 20 Juni 2024) ada 3 prosedur untuk pemberantasan judi online, dalam kaitannya dengan pembentukan Satgas yakni pencegahan, penindakan, dan rehabilitasi korban.
Pertama, pencegahan dengan cara menutup dan memblokir situs-situs judi online. Tugas itu menjadi domain Menko Bidang Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia (Polhukam), Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Polri, dan Badan Intelijen Negara (BIN).
Kedua, penindakan dengan cara memburu, menangkap, dan menindak para pelaku judi online, baik yang berperan sebagai bandar, pemain, maupun backing. Tugas itu menjadi domain Menko Polhukam, TNI, Polri, dan Kejaksaan.
Ini untuk menjawab—membuktikan berbagai kabar yang seliweran, sayup-sayup terdengar bahwa judi online dilindungi kekuatan tertentu sehingga berbagai laporan kelompok civil society tidak diproses. Tak jarang pula mereka takut melakukan investigasi ataupun mempublikasikan temuannya karena mendapatkan intimidasi, kekerasan fisik, bahkan taruhan nyawa.
ADVERTISEMENT
Ketiga, rehabilitasi korban dengan memberikan bantuan untuk pemulihan keadaan psikososial korban, antara lain berupa bantuan-bantuan sosial, program pemberdayaan, konseling trauma, dan konsultasi psikologis. Tugas itu menjadi domain Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Kementrian Sosial, Kementrian Kesehatan, dan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Publik berharap Satgas tersebut mampu memberantas judi online sampai ke akar-akarnya. Penindakan akar persoalan ini sangat urgent karena judi online adalah bagian dari ekosistem sindikat bahkan dilindungi oleh kekuatan tertentu. Satgas tidak boleh berkomporomi. Hulunya harus dibersihkan, kalau ini tidak diselesaikan, harapan Indonesia bebas dari judi online hanyalah harapan palsu.
Satgas sudah memiliki instrument, bisa menggunakan pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), maupun UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Namun akan menjadi tidak efektif-operasional kalau segenap stakeholder terkait tidak berkomitmen melakukan penegakan hukum. Tanmpa pandang kelas, siapapun pelaku atau yang melindungi bisnis haram ini termasuk penegak hukum itu sendiri harus ditindak.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, mengingat transaksi judi online sangat besar, maka kerja-kerja institusi tersebut memerlukan keterlibatan sosiolog dan ahli IT sehingga praktik haram ini bisa dibongkar sampai ke akar-akarnya. Terkhusus ahli IT sangat dibutuhkan mengingat modus-modus tersembunyi perjudian semakin canggih.