Konten dari Pengguna

Dulu dan Kini, Pemaknaan Tinggalan Megalitikum yang Ada di Situs Tegur Wangi

egy rachma zulvita
Mahasiswa Jurusan Arkeologi Universitas Gadjah Mada
18 Desember 2024 11:02 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari egy rachma zulvita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tampak Atas Situs Tegur Wangi (Dokumentasi BPK Wilayah VI Sumatera Selatan)
zoom-in-whitePerbesar
Tampak Atas Situs Tegur Wangi (Dokumentasi BPK Wilayah VI Sumatera Selatan)
ADVERTISEMENT
Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keberagaman budaya sejak zaman dahulu. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya tinggalan arkeologis yang ditemukan di berbagai penjuru negeri. Mulai dari candi, prasasti, hingga objek megalitik. Megalitik berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu μέγας (megas) berarti besar dan λιθικό (lithic) yang berarti batu. Secara istilah, megalitik berarti kebudayaan masa prasejarah berupa tradisi penyembahan arwah leluhur dengan media perantaranya menggunakan batu. Dalam pemaknaannya, megalitik merupakan hasil budaya dari tradisi berupa ritual, upacara, ataupun pemujaan yang dilandaskan dari kepercayaan akan adanya kehidupan setelah kematian. Menurut Iriyanto (2018), Karena megalitik umumnya bersifat sakral, banyak objek megalitik tersebut yang dibangun di tempat yang tinggi, ataupun berorientasi ke arah yang dianggap suci, sebagai bentuk penghormatan kepada arwah leluhur.
ADVERTISEMENT
Hasil Budaya Megalitik dan Pemaknaan
Sebagai hasil dari budaya yang dikembangkan oleh masyarakat, megalitik memiliki ciri khas dan karakter yang berbeda dari budaya lainnya di Indonesia. Bahkan, temuan megalitik antara satu daerah dengan daerah lainnya di Indonesia dapat berbeda, tergantung dari berbagai aspek seperti lingkungan hingga kepercayaan masyarakat setempat. Berbagai objek megalitik seperti dolmen, menhir, kubur batu, dan lainnya, merupakan hasil budaya pendukung masyarakat dahulu dalam ritual pemujaan leluhur yang bersifat sakral. Di masa kini, pemaknaan masyarakat terkait megalitik pun dapat berbeda-beda, tergantung adat istiadat setempat. Dari berbagai situs megalitik yang ada di Indonesia, Situs Tegur Wangi menjadi cerminan hasil budaya masyarakat, sebagai bagian dari keberagaman budaya Indonesia.
Situs Tegur Wangi Bagi Masyarakat Pasemah
Arca Manusia Menunggang Gajah I Situs Tegur Wangi (Dokumentasi MBK BPK Wilayah VI Sumatera Selatan)
Situs Tegur Wangi merupakan salah satu situs megalitik yang berlokasi di wilayah Pagar Wangi, Dempo Utara, Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan. Pada situs tersebut, saat ini dijumpai berbagai tinggalan megalitik berupa 4 buah arca batu Manusia Menunggang Gajah, 3 buah Kubur Batu, Tetralith, dan beberapa batu Monolith. Selain itu juga, ditemukan lukisan figur manusia pada sebuah dinding batu besar yang terletak di sisi selatan dari Situs Tegur Wangi. Sebagai bagian dari kebudayaan Pasemah, megalitik yang ada di Situs Tegur Wangi memiliki ciri khas yang unik dan membedakannya dengan megalitik dari daerah lainnya di Indonesia. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti seperti Van Der Hoop, Van Heekeren, R. P. Soejono, dan lainnya menjelaskan adanya pengaruh akulturasi budaya yang kompleks pada tinggalan megalitik Pasemah, khususnya yang ada di Situs Tegur Wangi.
ADVERTISEMENT
Situs Tegur Wangi, sebagai bagian dari megalitik Pasemah memberikan gambaran akan kemajuan kebudayaan yang dibangun oleh masyarakat pada masa itu. Hal ini bisa dilihat dari goresan dan pahatan arca batunya yang detail dengan tingkat ketelitiannya yang tinggi. Bila melihat kesinambungan Situs Tegur Wangi dengan situs megalitik Pasemah lainnya, menunjukkan adanya tatanan dan struktur masyarakat yang kompleks secara hierarki.
Dari Triwurjani (2018), mengatakan bahwa adanya arca Manusia Menunggang Gajah yang berdekatan dengan Kubur Batu diartikan sebagai tempat berlangsungnya upacara pemujaan dan penguburan. Adanya pengaruh akulturasi budaya dari luar dengan tradisi masyarakat setempat, membuat tinggalan megalitik yang ada di Situs Tegur Wangi memiliki makna spiritual yang sangat kental di masa itu. Kebudayaan masyarakat megalitik Pasemah yang telah maju tersebut erat kaitannya dengan mitos yang menjadi kepercayaan masyarakat dahulu. Mitos terkait Situs Tegur Wangi hingga saat ini masih melekat di masyarakat, walaupun diartikan secara berbeda.
ADVERTISEMENT
Antara Mitos dan Legenda yang Berkembang di Masyarakat
Mitos telah mengisi ruang kehidupan bagi masyarakat Pasemah, khususnya yang berkaitan dengan megalitik Situs Tegur Wangi. Bagi masyarakat megalitik Pasemah, Situs Tegur Wangi sangatlah sakral secara religi. Hal ini dapat dilihat dari keletakannya secara geografis yang berada di atas bukit, dianggap sebagai tempat yang suci bagi persemayaman arwah leluhur. Dari penggambaran tokoh pada arca batu Situs Tegur Wangi, diartikan sebagai penjelmaan dari leluhur yang patut dihormati, perlu disemayamkan di tempat yang sakral, dan sebagai pelindung dari bala (musibah).
Dari paparan tersebut, dapat diketahui bahwa megalitik Pasemah erat kaitannya dengan mitos yang bersifat sakral. Kepercayaan mengenai kehidupan setelah kematian, membuat penggambaran temuan megalitik Pasemah erat kaitannya dengan kehidupan religi dan alam kematian. Sejalan dengan pendapat Soedjono (2008), hasil budaya megalitik yang berkembang di masyarakat berupa adat dan kebiasaaan tersebut memiliki kemiripan dengan kehidupan setelah kematian (alam ruh).
ADVERTISEMENT
Lantas, bagaimana dengan mitos yang berkembang di masyarakat Pasemah masa kini?
Dari mitos yang berkembang di masyarakat, adanya tinggalan megalitik Pasemah erat kaitannya dengan “Si Pahit Lidah”. Sebagai legenda yang berkembang di Sumatra Selatan, legenda tersebut menceritakan tentang ucapan dari Si Pahit Lidah atau disebut juga Serunting Sakti dapat berubah menjadi kenyataan, yang dalam kasus megalitik Pasemah ini dikutuk menjadi batu akibat ucapannya.
Antara mitos dan legenda, keduanya memiliki makna yang sama dalam menyampaikan nilai moral dalam bentuk cerita dan tradisi lisan. Menurut Angeline (2015), mitos dan legenda memiliki kesamaan dalam penyampaian tradisi lisan yang mengandung makna dan kearifan lokal, namun legenda tidak dianggap sesakral seperti cerita mitos.
ADVERTISEMENT
Dalam pemaknaan megalitik Pasemah, khususnya Situs Tegur Wangi, antara dahulu dan kini semuanya saling berkaitan dengan pesan moral yang terkandung di baliknya. Dahulu, Situs Tegur Wangi dimaknai sebagai tempat yang sakral bagi penguburan dan ritual, yang mengingatkan kita akan kematian. Sedangkan kini, dimaknai sebagai tempat adanya kutukan dari Si Pahit Lidah, yang mengingatkan kita akan pentingnya bertutur kata dan menjaga lisan. Meskipun antara masyarakat Pasemah kini dan dahulu berbeda pemaknaannya, semua saling berkesinambungan dalam mengekspresikan nilai budaya yang berwujud benda maupun tak benda, salah satu warisan budaya tersebut adalah tinggalan megalitik Pasemah, Situs Tegur Wangi.
Referensi
Van Heek Eren, H. R. (1958). MEGALITHIC CULTURES. In The Bronze-Iron Age of Indonesia. Vol. 22, hal. 44–79. Brill. http://www.jstor.org/stable/10.1163/j.ctvbqs39v.6
ADVERTISEMENT
Lathief, H., Atmojo, J. S., Mulati, S. R., Ali, S. R., & Arjana, I. G. (1999). Megalitik bumi pasemah peranan serta fungsinya. Direktorat Jenderal Kebudayaan. Diakses dari https://repositori.kemdikbud.go.id/13669/1/MEGALITIK%20BUMI%20PASEMAH%20PERANAN%20SERTA%20FUNGSINYA.pdf
Prasetyo, B. (2015). Megalitik; fenomena yang berkembang di Indonesia. Hal. 01-221. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Diakses dari http://repositori.kemdikbud.go.id/id/eprint/4657
Triwurjani, R. R. (2018). Arca-Arca Megalitik Pasemah Sumatera Selatan: Kajian Semiotika Barthes. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Van Der Hoop, A. N. J. Th. A Th. (1932). Megalithic Remains In South-Sumatra. Netherland: W. J Thieme & Cie, Zutphen
Iriyanto, N. (2018). Tradisi Megalitik Dan Dinamika Keagamaan Di Pulau Ternate Tidore (Makna Pada Masyarakat Pendukungnya). In Prosiding Seminar Nasional Pakar. Vol. 2, hal. 79-91.
Angeline, M. (2015). Mitos dan budaya. Humaniora, Vol. 6(2), hal. 190-200. Diakses dari https://media.neliti.com/media/publications/167291-ID-mitos-dan-budaya.pdf
ADVERTISEMENT
Indriastuti, K., Siregar, S. M., Purwanti, R., Fahrozi, M. N., Novita, A., Wiyana, B., ... & Rudito, B. (2015). Peradaban Masa Lalu Sumatera Selatan. Balai Arkeologi Palembang. Diakses dari https://repositori.kemdikbud.go.id/7287/1/Peeradaban%20Masa%20Lalu%20Sumatera%20Selatan.pdf