Konten dari Pengguna

Kesetaraan Gender Yang Bukan Hanya Isu Perempuan, tetapi Isu Kemanusiaan

Eiffel Bintang Rachmalia
Saya mahasiswi dari Universitas Negeri Surabaya, prodi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.
6 November 2024 14:37 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eiffel Bintang Rachmalia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Image by <a href="https://pixabay.com/users/geralt-9301/?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=6188940">Gerd Altmann</a> from <a href="https://pixabay.com//?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=6188940">Pixabay</a>
zoom-in-whitePerbesar
Image by <a href="https://pixabay.com/users/geralt-9301/?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=6188940">Gerd Altmann</a> from <a href="https://pixabay.com//?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=6188940">Pixabay</a>
ADVERTISEMENT
Kesetaraan gender sering kali dianggap sebagai masalah yang hanya berfokus pada perempuan. Namun, kenyataannya, kesetaraan gender adalah isu kemanusiaan yang melibatkan semua orang, baik laki-laki maupun perempuan. Ketimpangan gender tidak hanya merugikan perempuan, tetapi juga menahan potensi penuh masyarakat untuk berkembang. Maka dari itu, penting untuk memahami bahwa kesetaraan gender adalah bagian integral dari keadilan sosial, kesejahteraan, dan pembangunan berkelanjutan. Ketimpangan gender tidak hanya berdampak pada perempuan, tetapi juga pada laki-laki dan masyarakat secara keseluruhan. Ketika perempuan tidak memiliki akses yang sama terhadap pendidikan, pekerjaan, atau hak-hak dasar lainnya, masyarakat kehilangan setengah dari potensinya. Penelitian menunjukkan bahwa negara-negara dengan tingkat kesetaraan gender yang lebih tinggi cenderung memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih baik, baik dalam aspek ekonomi, kesehatan, maupun sosial.
ADVERTISEMENT
Pada negara Indonesia, meskipun regulasi tentang kesetaraan gender telah banyak dibuat, implementasinya masih jauh dari sempurna. Sebagai contoh, banyak kebijakan yang belum mendukung secara penuh partisipasi perempuan dalam berbagai sektor. Perempuan masih sering menjadi korban kekerasan berbasis gender dan diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam pekerjaan dan keluarga. Situasi ini memperlihatkan bahwa ketidaksetaraan gender berkontribusi pada ketimpangan sosial yang lebih luas, yang akhirnya merugikan masyarakat secara keseluruhan. Laki-laki juga berperan dalam kesetaraan gender, karena norma-norma gender yang kaku membatasi ekspresi emosional mereka dan memaksa mereka memikul beban ekspektasi sosial yang tinggi. Dengan demikian, kesetaraan gender membebaskan kedua belah pihak dari batasan-batasan sosial yang merugikan.
Dalam hal ekonomi, ketidaksetaraan gender menahan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Perempuan sering kali menghadapi hambatan dalam memasuki pasar kerja dan mengakses peluang ekonomi yang setara. Banyak perempuan terjebak dalam pekerjaan di sektor informal, yang tidak menawarkan perlindungan sosial. Menurut penelitian yang dipublikasikan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, diskriminasi berbasis gender masih menjadi masalah besar di Indonesia, membatasi kontribusi perempuan di sektor-sektor utama perekonomian. Kekerasan berbasis gender juga menjadi masalah yang mendalam. Remaja perempuan di Indonesia masih menjadi korban kekerasan fisik dan psikologis, sebagaimana diungkapkan dalam penelitian dari Universitas Airlangga. Kekerasan berbasis gender tidak hanya melukai korban secara individu, tetapi juga memperburuk keadaan sosial masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat dan pemerintah harus bersama-sama memastikan bahwa regulasi yang ada mampu memberikan perlindungan nyata bagi perempuan.
ADVERTISEMENT
Selain dampak langsung terhadap perempuan, kesetaraan gender memiliki pengaruh luas terhadap tatanan masyarakat secara keseluruhan. Salah satu aspek yang jarang dibicarakan adalah bagaimana ketidaksetaraan gender mempengaruhi laki-laki. Norma-norma sosial yang mengikat peran gender tidak hanya merugikan perempuan, tetapi juga membatasi laki-laki dalam berbagai cara. Dalam banyak budaya, laki-laki diharapkan menjadi pencari nafkah utama, pengambil keputusan, dan figur otoritas dalam keluarga, sehingga membebani mereka dengan ekspektasi yang tidak realistis. Hal ini menghalangi laki-laki untuk mengekspresikan sisi emosional mereka dan membangun hubungan yang lebih mendalam dengan keluarga mereka. Selain itu, tekanan untuk memenuhi peran gender tradisional sering kali memicu stres, kecemasan, dan depresi di kalangan laki-laki. Oleh karena itu, kesetaraan gender yang sejati akan menguntungkan semua orang dengan memberikan kebebasan kepada laki-laki dan perempuan untuk menjalani peran sesuai dengan kemampuan dan keinginan pribadi mereka, bukan berdasarkan harapan sosial yang kaku.
ADVERTISEMENT
Dalam dunia kerja, ketidaksetaraan gender bukan hanya merugikan perempuan yang mengalami diskriminasi, tetapi juga menurunkan produktivitas perusahaan dan perekonomian secara umum. Perempuan sering kali menghadapi kesenjangan upah, kurangnya akses ke promosi, dan keterbatasan dalam mengakses pelatihan profesional. Ini membuat potensi besar tenaga kerja perempuan tidak dimanfaatkan sepenuhnya. Sebuah studi oleh McKinsey menunjukkan bahwa peningkatan kesetaraan gender di tempat kerja dapat meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) global hingga USD 12 triliun pada tahun 2025. Di Indonesia, meskipun sudah ada beberapa regulasi yang mendukung kesetaraan gender di dunia kerja, kenyataannya perempuan masih mendominasi sektor informal yang rentan terhadap eksploitasi dan tidak memberikan perlindungan yang memadai. Misalnya, banyak perempuan yang bekerja sebagai buruh rumah tangga, pekerja industri garmen, atau pedagang kaki lima yang tidak mendapatkan hak yang sesuai.
ADVERTISEMENT
Salah satu hal yang sering diabaikan dalam diskusi kesetaraan gender adalah dampak ketidaksetaraan terhadap laki-laki itu sendiri. Norma-norma gender yang kaku membuat laki-laki harus mematuhi ekspektasi tertentu, yang seringkali membatasi kemampuan mereka untuk mengekspresikan emosi dan menjalani peran yang lebih fleksibel dalam keluarga dan masyarakat. Misalnya, banyak laki-laki yang ingin lebih terlibat dalam pengasuhan anak atau pekerjaan rumah tangga merasa terbatasi oleh tekanan sosial untuk menjadi penyedia utama. Sebaliknya, jika laki-laki diberikan kebebasan untuk menjalani peran yang lebih fleksibel, tidak hanya keluarga akan lebih sejahtera, tetapi hubungan antara laki-laki dan perempuan juga akan menjadi lebih harmonis dan setara. Di sinilah pentingnya melibatkan laki-laki dalam perjuangan untuk kesetaraan gender, karena dengan mengatasi batasan-batasan tersebut, masyarakat dapat bergerak menuju hubungan yang lebih seimbang.
ADVERTISEMENT
PBB melalui Sustainable Development Goals (SDGs) menjadikan kesetaraan gender sebagai salah satu tujuan utama untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Indonesia sudah meratifikasi SDGs dan membuat kebijakan yang mendukung kesetaraan gender. Namun, tantangan besar masih ada dalam pelaksanaannya. Dibutuhkan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk mengimplementasikan kebijakan ini agar perempuan bisa mendapatkan akses yang setara dalam berbagai bidang. Kesetaraan gender bukan hanya masalah perempuan, tetapi masalah yang mempengaruhi kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. Ketimpangan gender yang terjadi dapat mengurangi produktivitas dan kesejahteraan nasional secara keseluruhan, sehingga kesetaraan gender perlu diperjuangkan bersama oleh seluruh elemen masyarakat.