Konten dari Pengguna

Single Parent dan Gaya Kepemimpinan Era Gen-Z

Eiffel Bintang Rachmalia
Saya mahasiswi dari Universitas Negeri Surabaya, prodi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.
21 Mei 2024 7:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eiffel Bintang Rachmalia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi seorang single parent (sumber: Foto oleh Pixabay: https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-menggendong-bayi-di-pantai-saat-matahari-terbenam-51953/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seorang single parent (sumber: Foto oleh Pixabay: https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-menggendong-bayi-di-pantai-saat-matahari-terbenam-51953/)
ADVERTISEMENT
Seorang anak memiliki hubungan yang erat dengan orang tua dalam pertumbuhannya. Sebaliknya orang tua juga memiliki peran dalam tumbuh kembang anak karena seorang anak ialah calon penerus dalam silsilah keluarga sehingga karakter anak sangat penting dalam kegiatan sehari-hari. Namun bagaimana jika seorang anak tidak mendapatkan peran salah satunya, baik sosok ayah atau ibu. Seperti yang kita ketahui pengasuhan single parent dan menjadi seorang single parent tidaklah mudah. Beban tugas dan tanggung jawab terhadap keluarga menjadi dua kali lipat. Beberapa kewajiban yang harus dilakukan seorang perempuan sebagai pemimpin di keluarga :
ADVERTISEMENT
Ketika anak mulai beranjak remaja sifat dan perilaku semakin berkembang dalam menemukan jati diri mereka. Sudah bisa dipastikan bahwa anak juga mendapatkan dampak dari orang tua yang tidak lengkap. Perpisahan atau perceraian menimbulkan masalah mental pada anak, mereka mengalami ketidakstabilan emosi, kebingungan, ketakutan untuk ditinggalkan, kemarahan, rasa bersalah, kesedihan dan konflik yang berkaitan dengan kesetiaan, dan kekhawatiran tentang apa yang telah terjadi. Inilah alasan mengapa Gen-Z sangat aware terhadap mental health karena adanya trauma ketika kecil. Berdasarkan Badan Pusat Statistik Tahun 2013, di Indonesia, jumlah single mother atau ibu tunggal lebih banyak dari jumlah ayah tunggal. Hal ini dibuktikan dengan persentase ibu tunggal sebesar 14,84%. Persentase ibu tunggal jauh lebih besar dari persentase ayah tunggal yang hanya 4,05%.
ADVERTISEMENT
Menurut beberapa kasus anak yang tumbuh tanpa sosok ayah seperti kehilangan sosok pemimpin dalam keluarga. Sehingga mereka beranggapan bahwa ibulah sosok pemimpin sebenarnya, seorang ibu yang memikul tugas kepala keluarga yang sangat berarti bagi keberlangsungan hidup mereka. Seorang anak dikandung ibunya selama 9 bulan dan 10 hari, sehingga anak bisa menyimpulkan bahwa seorang ibu sudah menerapkan kepemimpinan sejak sang bayi masih dalam kandungan. Kualitas kepemimpinan dapat ditingkatkan jika ditinjau berdasarkan dari nilai kebutuhan, tidak hanya pada kebutuhan material fisik saja, namun juga pada kebutuhan non material, dapat memberikan arti bahwa peningkatan kualitas kepemimpinan melekat pada keterampilan oleh sang pemimpin itu sendiri.
Keluarga yang dipimpin oleh seorang single parent memang tidak mudah karena seseorang harus dapat membagi waktu antara pekerjaan dan rumah. Tugas single parent selain mendidik dan mengawasi anak ia juga harus memimpin keluarga. Selain harus memimpin keluarga, seorang single parent juga memiliki kesulitan dalam membagi waktu dengan anak dan pekerjaan. Jika ia lebih memilih bekerja maka akan tidak memiliki waktu dengan anak, namun sebaliknya jika ia memilih merawat anak maka keluarga tidak memilik penghasilan karena tidak ada pemasukan yang didapatkan. Hal yang sering terjadi apabila seorang anak kurang perhatian orang tua ialah munculnya kenakalan remaja. Anak akan menjadi tidak terkontrol dan sering mencari perhatian sang orang tua.
ADVERTISEMENT
Seperti kasus di Amerika Serikat contohnya, performa pendidikan sang anak selalu dikaitkan dengan masalah kurang perhatian orang tua. Anak-anak cenderung terkendala dalam kegiatan akademik. Namun, studi menunjukkan bahwa perceraian tidak selalu berdampak pada prestasi anak justru mayoritas anak yang tinggal bersama seorang single parent lebih semangat dalam mewujudkan impian dan prestasi yang akan dicapai. Perhatian khusus dan dukungan memang dibutuhkan bagi single parent untuk mengurangi adanya stigma bahwa anak kekurangan kasih sayang dan perhatian. Seperti yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat di Zimbabwe, mereka memberikan waktu yang lebih fleksibel untuk orang tua dan anak. Selain itu mereka juga memberikan pelajaran mengenai keluarga nontradisional agar siswa bisa memahami perasaan temannya.
Peran seorang single parent, terutama seorang ibu tunggal, sangat penting dalam mendidik dan memimpin anak-anak terutama pada Gen-Z. Meskipun menjadi single parent tidaklah mudah, namun dengan memberikan perhatian khusus, dukungan, dan pendidikan yang baik. Seorang single parent dapat membantu masalah anak-anak dalam mengatasi berbagai masalah, termasuk masalah mental akibat perceraian ataupun perpisahan. Pentingnya dukungan dan pemahaman masyarakat terhadap keluarga single parent, serta upaya untuk mengurangi stigma terhadap anak-anak dari keluarga tersebut. Perhatian khusus dan dukungan diperlukan untuk mengurangi stigma bahwa anak-anak dari keluarga single parent kekurangan kasih sayang dan perhatian.
ADVERTISEMENT
Oppylia Dwi Navasari, Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Negeri Surabaya
Eiffel Bintang Rachmalia, Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Negeri Surabaya
Diva Revalina Salsabila, Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Negeri Surabaya
Rizky Afidah Putri, Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Negeri Surabaya