Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Pengaruh Arab Saudi di Indonesia dan Malaysia Terlalu Kuat
11 November 2018 3:03 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
Tulisan dari Asmiati Malik PhD tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di kantor Kedutaan Arab Saudi di Turki mempengaruhi hubungan internasional mereka dengan negara mayoritas muslim di Asia Tenggara termasuk Malaysia dan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sementara itu di Indonesia, selain keresahan mengenai nasib Khashoggi, terdapat protes atas eksekusi mati tenaga kerja Indonesia Tuti Tursilawati tanpa peringatan terlebih dahulu dari pihak pemerintah Arab Saudi kepada pemerintah Indonesia.
Namun tanda-tanda di atas tidak akan cukup membawa pada perubahan karena begitu kuatnya pengaruh dana dan ideologi Arab Saudi tertanam di negara-negara tersebut.
Pengaruh Arab Saudi di Asia Tenggara
Islam di Malaysia dan Indonesia memiliki kesamaan nilai yang dibentuk dan diasimilasikan dari budaya kuno Melayu pada 625 Masehi . Penyebaran agama melalui media seni dan budaya seperti musik dan pertunjukan wayang menitikberatkan pada konsep moderasi dan keramahtamahan serta penghargaan terhadap nilai-nilai budaya lokal.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi setelah masuknya pengaruh yang begitu besar dari Arab Saudi sejak dua dekade belakangan ini telah terjadi pola perubahan cara memaknai ajaran Islam di kedua negara ini.
Arab Saudi sendiri mendapatkan perhatian yang begitu besar di masyarakat Malaysia setelah mereka dilaporkan memberikan sumbangan US$680 juta kepada Najib Razak, kala dia menjabat Perdana Menteri, meskipun fakta-fakta tersebut kemudian disanggah olah keluarga kerajaan yang malah menduga dana itu berasal dari korupsi dana pembangunan 1MDB.
Di Malaysia, Arab Saudi juga menyumbang ke sekolah-sekolah dan universitas-universitas untuk menyebarkan paham konservatif.
Mereka memberikan beasiswa kepada siswa laki-laki untuk melanjutkan kuliah di universitas-universitas di Arab Saudi seperti Universitas Islam Madinah yang terkenal dengan paham salafisme.
ADVERTISEMENT
Arab Saudi juga baru-baru ini menebar pesona mereka di Malaysia. Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel bin Ahmed Al-Jubeir berkunjung ke sana pada Oktober, untuk membahas berbagai hal termasuk kuota haji. Pihak Arab Saudi juga mencoba untuk meyakinkan kepada pemerintahan yang baru, bahwa dukungan mereka untuk Najib tidak bermaksud jahat.
Ketika Raja Salman mengunjungi Jakarta pada 2017, ia mengalokasikan dana US$13 miliar untuk bisnis, pendidikan dan agama di Indonesia.
Di Indonesia, aliran dana Arab Saudi juga terlacak sejak 1980-an. Mereka berkontribusi mendirikan Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Bahasa Arab (LIPIA). Lembaga ini didirikan dari uang Arab Saudi dan terkenal dengan paham Islam yang ortodoks.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh laki-laki dianjurkan untuk menumbuhkan jenggot dan memakai celana setengah betis. Sedangkan perempuan dianjurkan untuk memakai cadar. Pelajar-pelajar ini mempelajari filosofi ajaran Imam Muhammad bin Abdul Wahhab, yang merupakan pencetus ajaran Wahabiah di Arab Saudi.
Khalid bin Muhammad Al-Deham, yang berkebangsaan Arab Saudi memimpin lembaga dan manajemen LIPIA. Terdapat 11.535 alumni sejak 1982-2013. Jumlah lulusan mereka meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2017 mereka menamatkan 750 lulusan .
Di antara alumni mereka tersebut termasuk koordinator Jaringan Islam Liberal Ulil Abshar Abdalla, mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dan juga politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta, dan mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Alumni lain yang terkenal juga termasuk Ketua Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Syihab, Aman Abdurrahman, aktor intelektual di belakang bom Jakarta di 2016, yang menewaskan 7 korban, dan Umar Thalib, pendiri organisasi Islam militan yang dikenal dengan Laskar Jihad.
ADVERTISEMENT
Arab Saudi juga mendanai pelajar dari Indonesia untuk mendalami ajaran islam di Universitas Islam Madinah. Di antara mereka terdapat politikus PKS Hidayat Nur Wahid, Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama (GNPF-MUI) Bahtiar Nasir, dan Syafiq Riza Basalamah, seorang penceramah agama yang terkenal di Youtube. Syafiq juga merupakan dosen di Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i Jember yang mengadopsi kurikulum dari Universitas Islam Madinah.
Penyebaran ideologi Arab Saudi
Terdapat hubungan yang jelas antara LIPIA di Jakarta, USIM di Malaysia, Universitas Raja Saud di Riyadh dan Universitas Islam Madinah, yang berusaha untuk menyebarkan ideologi Arab Saudi dan didanai oleh Saudi.
Tentu saja tidak semua lulusan mereka memiliki paham yang ekstrem. Akan tetapi terdapat peningkatan paham Islam ekstrem yang memicu polarisasi dan konflik. Beberapa orang khawatir peningkatan arabisasi di Malaysia dan Indonesia dapat membawa pada tumbuhnya sikap tidak toleran dan perpecahan, bahkan di antara penganut Islam sendiri terdapat dikotomi perbedaan antara paham Islam liberal dan Islam ortodoks.
ADVERTISEMENT
Dampak ini akan berlipat ketika Arab Saudi tidak hanya mengekspor nilai-nilai Wahabiah, akan tetapi juga mendukung orang-orang untuk masuk ke politik. Di Malaysia, banyak lulusan pelajar Islam dari Arab Saudi secara aktif direkrut masuk dalam birokrasi , menyusul pendanaan kegiatan dakwah di masjid-masjid yang didanai oleh Arab Saudi.
Pengaruh politikus yang beraliran Salafiah dan Wahabiah semakin kuat di perpolitikan Malaysia dan Indonesia. Ini tidak saja menyebarkan ajaran Wahabiah semakin meluas akan tetapi juga menyematkan pengaruh Saudi Arabia di struktur pemerintahan.
Besarnya aliran dana dari Arab Saudi ke Asia Tenggara memudahkan mereka menyematkan pengaruh dan ideologi mereka. Hubungan ekonomi seperti pendanaan dan kerja sama minyak bumi antara Indonesia dan Malaysia meningkatkan dukungan dari kerajaan Arab Saudi.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, meski sekarang terjadi guncangan dan usaha untuk mentransformasi hubungan dengan Arab Saudi, akan tetapi kuatnya pengaruh ideologi dan ekonomi menyebabkan usaha ini akan sangat susah untuk dilakukan.
-----------------
Live Update
Pada 5 November 2024, jutaan warga Amerika Serikat memberikan suara mereka untuk memilih presiden selanjutnya. Tahun ini, capres dari partai Demokrat, Kamala Harris bersaing dengan capres partai Republik Donald Trump untuk memenangkan Gedung Putih.
Updated 6 November 2024, 8:38 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini