Mewaspadai Kenaikan Harga Minyak Dunia

Asmiati Malik PhD
International Relations - International Political Economist - Young Scholars Initiative - Senior researcher at AsianScenarios - Dosen Hubungan Internasional Universitas Bakrie
Konten dari Pengguna
25 Mei 2018 7:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asmiati Malik PhD tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi (Foto: Lucy Nicholson/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi (Foto: Lucy Nicholson/Reuters)
ADVERTISEMENT
Harga minyak mentah dunia sudah menyentuh harga $80 per barrel. Naik $3 sejak Trump memutuskan untuk keluar dari perjanjian Nuklir dengan Iran. Pergerakan harga minyak dunia yang begitu liar akhir-akhir ini, disebabkan oleh tiga faktor utama termasuk faktor pasokan, permintaan dan geopolitik.
ADVERTISEMENT
Analist dari Bank of America Merrill Lynch (BAML) bahkan memperkirakan harga minyak akan mencapai $100/barel. Itu berarti pukulan telak untuk industri yang sangat bergantung pada pergerakan minyak dunia termasuk salah satunya perusahaan angkutan baik itu darat, udara maupun laut.
Kenaikan harga minyak dunia ini juga akan menyebabkan beban keuangan negara terpukul signifikan karena anggaran untuk belanja negara di subsidi BBM akan membengkak yang secara signifikan akan menyebabkan pelemahan rupiah.
Disamping itu perusahaan negara yang bergerak dibidang transportasi termasuk Garuda Indonesia, akan menelan pil pahit karena akan ada pembengkakan biaya operasional menyusul harga minyak dunia yang semakin merangkak naik.
Melihat kondisi geopolitik di timur tengah dan langkah politik dari Donald Trump, termasuk langkah Amerika untuk menekan perdagangan minyak dari Iran dan berkurangnya pasokan minyak dari pasar gelap di Suriah semenjak ISIS dikalahkan, akan menyebabkan minyak menjadi barang yang sudah tidak murah lagi.
ADVERTISEMENT
Faktor geopolitik dinegara-negara produsen minyak bumi termasuk Nigeria, Libya dan Venezuela mengalami penurunan produksi karena faktor internal konflik politik. Sedangkan pemain utama Arab Saudi dan Rusia menurunkan produksinya untuk menaikkan harga minyak dunia. Sementara negara-negara seperti India, China, Jepang dan Korea Selatan meningkatkan permintaannya terhadap minyak dunia.
Disamping itu ada penyebab lain termasuk langkah-langkah Arab Saudi untuk mengurangi pasokan dari negara-negara produsen minyak lainnya termasuk Iran dan Qatar dengan menjalin kerjasama dengan Amerika Serikat untuk menaikkan harga minyak dunia.
Mewaspadai Kenaikan Harga Minyak Dunia  (1)
zoom-in-whitePerbesar
Jatuhnya harga minyak dunia yang berada pada kisaran $43/barrel pada tahun 2016, menyebabkan Arab Saudi harus mengalami defisit anggaran sebesar 12.8% dari GDP 2016, yang kemungkinan membaik ke angka 7% ditahun 2018.
ADVERTISEMENT
Kebalikannya ini akan mempengaruhi negara-negara yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap impor minyak mentah termasuk Indonesia, China, India, Jepang dan Korea Selatan. Pemerintah Indonesia sendiri sudah memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan ke posisi 4.5%, untuk menekan nilai tukar Rupiah akan tidak semakin terperosok, mengingat Rupiah sudah melemah 4% sejak 2015.
Disamping karena pengaruh naiknya harga minyak mentah, faktor pelemahan rupiah juga disebabkan oleh pelaku investor yang menjual stoknya dan bonds. Meskipun ini bukanlah faktor utama karena kontribusinya tidak sesignifikan apalagi harga minyak dunia sebelumnya tidak semahal sekarang. Menurut laporan dari Moody’s BBM, listrik dan air menyumbang 5% dari index harga konsumen di Indonesia.
Itu berarti konsumen Indonesia sangat sensiitif terhadap pergerakan harga ditiga komoditas ini. Itu disebabkan karena minyak pada prinsipnya tidak bisa disamakan sifat dan pengaruhnya dengan barang komoditas yang lain. Hal ini disebabkan karena faktor turunan dari produk tersebut yang memiliki kaitan yang sangat kuat dengan industri yang lain. Contoh misalnya apabila harga minyak naik sudah bisa dipastikan akan diikuti oleh kenaikan harga barang-barang dan jasa. Itu karena minyak dibutuhkan untuk menggerakkan produksi.
ADVERTISEMENT
Faktor ketahanan energi akan menjadi permasalahan utama yang sudah tidak bisa lagi ditunda-tunda. Ini sudah menjadi bom waktu yang hanya menunggu waktu untuk meledak. Apalagi kekuatan politik luar negeri Indonesia tidak cukup bagus untuk bisa menekan harga minyak dunia untuk tidak terus merangkak naik, karena Indonesia sendiri bukan dari OPEC dan juga sudah tidak wajar menjadi anggota OPEC karena impor sudah lebih besar dari produksi dalam negeri.
Oleh karena itu harus ada terobosan yang diambil pemerintah untuk beralih pada energi alternatif dan terbarukan, kalau tidak kita akan berhadapan pada beban keuangan yang luar biasa ketika harga minyak dunia berada diatas $100/barel.