Mengenal Akad Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik Inovasi Pembiayaan Syariah Masa Kini

Eka Nuriawati
Mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
19 Juni 2021 21:09 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eka Nuriawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Canva.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Canva.com
ADVERTISEMENT
Dewasa ini, mulai bermunculan inovasi akad baru yang sebenarnya merupakan formulasi dan modifikasi dari beberapa akad yang telah ada. Sesuai dengan hukum dasar muamalah yaitu boleh, maka saat ini dikembangkan akad-akad baru yang dapat memudahkan kegiatan bermuamalah manusia. Di kesempatan kali ini akan membahas tentang akad Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik (IMBT).
ADVERTISEMENT
Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik (IMBT) adalah salah satu akad dalam proses pembiayaan di perbankan Syariah. IMBT juga bisa menjadi pilihan bagi nasabah yang membutuhkan kepemilikan akan suatu barang. Pembiayaan model ini berbasis sewa dan diakhir akad, objek sewa dipindah kepemilikan dengan akad baru bisa berupa hibah maupun jual beli. Menurut bahasa IMBT berasal dari dua kata yaitu al ijarah yang berarti sewa dan al-tamlik yang berarti kepemilikan.
Dengan kata lain IMBT berarti akad sewa menyewa dengan akhir kepemilikan. Sayangnya, akad IMBT ini kurang digunakan di perbankan Syariah sebagai salah satu pilihan pembiayaan. Jenis pembiayaan ini kurang menarik minat masyarakat karena prosesnya yang terlihat lebih rumit dari pembiayaan murabahah dan pembiayaan model lain.
ADVERTISEMENT
Ketentuan teknis akad Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik diatur dalam Fatwa DSN No.27/DSN-MUI/III/2002. Dengan adanya DSN MUI mengenai akad ini, maka menggunakan akad IMBT dalam penyaluran dana oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) merupakan hal yang legal dan boleh dilakukan.
Akad IMBT sering kali digunakan pada pembiayaan KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) di perbankan Syariah. KPR dengan skema IMBT terjadi saat bank Syariah menyewakan rumah, sebagai objek akad kapada nasabah. Pada mulanya tidak terdapat pemindahan kepemilikan (hanya pemanfaatan rumah), tetapi di akhir masa sewa bank dapat menjual atau menghibahkan rumah yang dulu disewakan kepada nasabah.
Sehingga dalam IMBT akad sewa menyewa barang antara bank dengan nasabah harus diikuti janji (wa’ad) bahwa saat berakhirnya akad ijarah, kepemilikan barang sewa akan berpindah kepada nasabah. Berbeda dengan murabahah, alur akad IMBT terlihat lebih rumit jika dibandingkan dengan murabahah yang berbasis jual beli.
ADVERTISEMENT
Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik merupakan salah satu solusi pembiayaan Syariah bagi nasabah yang menginginkan barang impian namun belum memiliki dana yang cukup untuk mengasurnya dengan akad murabahah, ijarah muntahiyah bit tamlik menjadi solusi karena dengan nasabah dapat menyewa bulanan seperti sewa-menyewa pada umumnya. Dengan perjanjian diawal, ketika akhir periode penyewaan terjadi pemindahan kepemilikan objek sewa.
Selain untuk pembiayaan konsumtif seperti kepemilikan rumah, akad IMBT juga dapat digunakan untuk pengadaan barang modal produktif. Dengan ini bank tidak hanya semata-mata membeli barang untuk dimiliki nasabah tetapi dapat juga merujuk nasabah untuk berinvestasi pada usahanya. Dalam realisasinya pihak perbankan melakukan transaksi leasing dengan dua akad yaitu akad ijarah murni dan akad Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik (IMBT).
ADVERTISEMENT
Akan tetapi pihak bank pada umumnya, lebih banyak menyukai akad IMBT dalam melakukan leasing. Hal ini disebabkan karena dari sisi pembukuannya lebih sederhana dan mengurangi beban pemeliharaan asset leasing sesudahnya.
Dalam peraturan Bank Indonesia mengenai pelaksanaan prinsip Syariah di kegiatan penghipunan dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank Syariah menjelaskan bahwa objek akad ijarah muntahiya bit tamllik adalah barang modal yang memenuhi beberapa ketentuan ijarah pada umumnya.
Manfaat produk jenis IMBT adalah sebagai salah satu alternatif pembiayaan Syariah untuk memfasilitasi pembiayaan jangka menengah hingga panjang yang sesuai dengan usaha nasabah serta mengamankan kepentingan bank. Produk IMBT cenderung lebih fleksibel dan bersaing bagi nasabah pada penentuan harga sewa (jika dibandingkan akad lain yang menggunakan angsuran).
ADVERTISEMENT
Keuntungan yang diperoleh nasabah adalah penambahan modal untuk meningkatkan investasi maupun pengadaan barang konsumtif, sedangkan dari sisi perbankan adalah sebagai bentuk diverifikasi produk dan dapat mempercepat penyaluran dana dan meningkatkan pola investasi yang baik.
Minat nasabah dalam memilih produk dengan akad ijarah muntahiyah bit tamlik terus meningkat setiap tahunnya. Nasabah cenderung lebih menyukai pembiayaan ijarah pada pengadaan objek yang tidak bergerak (seperti rumah).
Di samping itu menurut data OJK tentang statistik perbankan Syariah, terlihat bahwa pembiayaan sewa atau ijarah masih kurang terealisasi jika dibandingkan penyaluran produk pembiayaan dengan akad lainnya yaitu hanya sebesar 8.237 miliar rupiah (data Maret 2021). Angka ini masih sangat jauh jika dibandingkan dengan pembiayaan dengan akad murabahah yang mencapai jumlah 176.881 miliar rupiah.
ADVERTISEMENT
Rendahnya pembiayaan IMBT ini bisa disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat terkait akad ini. Sebagian masyarakat juga masih salah persepsi terkait terdapat multi akad yang terdapat pada IMBT yaitu akad ijarah dan perpindahan kepemilikan (akad hibah ataupun murabahah).
Padahal dari sisi legal telah dijelaskan pada fatwa DSN No. 27 Tahun 2002 bahwa pihak yang melakukan Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik harus melakukan akad ijarah (sewa) terlebih dahulu. Kemudian dalam akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli ataupun pemberian (hibah), dapat dilakukan setelah akad ijarah disepakati dan selesai. Selain itu, akad IMBT dinilai rumit dalam aplikasinya terutama untuk masyarakat menengah ke bawah yang juga minim pendidikan.
Akad ijarah muntahiya bit tamlik menimbulkan beberapa risiko di antaranya yaitu risiko default yaitu nasabah tidak membayar cicilan dengan sengaja. Terlihat dari data bahwa Non-Performing Financing (NPF) yang ditimbulkan oleh akad ijarah hanya sebesar 3.45% dari total pembiayaannya. Persentase ini cenderung kecil di bawah 5% dapat disimpulkan bank Syariah dapat memanajemen risiko wanprestasi pada akad ijarah dengan baik.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, terdapat risiko lainnya seperti asset ijarah sengaja dirusak sehingga terjadi peningkatan biaya pemeliharaan dan nasabah (penyewa) berhenti di tengah berjalannya kontrak ijarah hingga tidak mau membeli aset tersebut. Akibatnya pihak bank melakukan evaluasi keuntungan dan mengembalikan kelebihannya kepada nasabah.
Perbankan harus menyeleksi dan menentukan kriteria nasabah yang layak mendapatkan pembiayaan dengan tegas di awalnya. Sehingga risiko pembiayaan wanpretasi/pailit dapat dikurangi. Maka dari itu, dibutuhkan literasi dan edukasi kepada masyarakat tentang akad IMBT ini. Agar akad ini dapat membantu masyarakat serta perbankan untuk melakukan pembiayaan jangka menengah maupun panjang yang sesuai dengan Syariah.