Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
DKPP Vonis Ketua KPU : Pelanggaran Kode Etik Yang Mengancam Integritas Pemilu
22 September 2024 12:32 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Eka Rahmasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa bulan terakhir terkait Kasus pelanggaran kode etik yang menjerat Ketua KPU Hasyim Asy'ari hingga mencapai putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengirimkan sinyal serius tentang pentingnya integritas dan kepercayaan publik dalam setiap tahapan pemilu. DKPP, sebagai lembaga pengawas kode etik penyelenggara pemilu, memainkan peran krusial dalam menjaga netralitas lembaga negara seperti KPU. Hasil Keputusan DKPP atas pelanggaran ini bukan hanya mencerminkan pelanggaran personal terhadap etika jabatan, tetapi juga memperlihatkan bagaimana etika dalam penyelenggaraan pemilu memiliki dampak langsung terhadap legitimasi proses demokrasi.
ADVERTISEMENT
Sebagai seorang ketua di lembaga penyelenggara pemilu, Hasyim Asy'ari memiliki tanggung jawab yang besar untuk menjaga netralitas dan kredibilitas institusi yang dipimpinnya. Pelanggaran terhadap kode etik ini menunjukkan adanya kegagalan dalam menjaga prinsip-prinsip dasar yang seharusnya dijunjung tinggi oleh KPU sebagai lembaga independen yang berperan penting dalam memastikan pelaksanaan pemilu yang bersih, jujur, dan adil.
Lebih dari sekadar pelanggaran individu, kasus ini memperlihatkan bagaimana pelanggaran etik di tingkat penyelenggara pemilu bisa berdampak besar pada kepercayaan publik terhadap keseluruhan proses demokrasi. Etika dalam penyelenggaraan pemilu bukanlah sekadar aturan normatif yang mengatur perilaku pribadi, tetapi juga fondasi yang menopang legitimasi pemilu itu sendiri. Setiap pelanggaran terhadap etika penyelenggara pemilu, terutama oleh pejabat yang memegang jabatan tinggi seperti Ketua KPU, dapat merusak persepsi publik terhadap hasil pemilu, yang pada akhirnya berisiko menggerogoti keabsahan pemerintahan yang dihasilkan dari proses tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks hukum, DKPP berwenang memberikan putusan tegas berdasarkan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang menuntut standar etik tinggi dari setiap penyelenggara pemilu. Pelanggaran yang dilakukan oleh Hasyim Asy'ari dapat memunculkan preseden negatif jika tidak ditindak dengan tegas. Keputusan ini menggarisbawahi bahwa pelanggaran etik oleh penyelenggara pemilu, terutama di posisi strategis seperti Ketua KPU, tidak dapat dianggap sepele karena berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap hasil pemilu.
Selain dampak etik, putusan ini juga memiliki implikasi hukum administrasi. Sanksi yang diberikan DKPP merupakan bentuk akuntabilitas dan mekanisme kontrol dalam sistem pemilu Indonesia, yang harus selalu terjaga transparansi dan kredibilitasnya. Putusan ini menunjukkan bahwa tidak ada ruang untuk kompromi terhadap pelanggaran, baik etik maupun hukum, dalam proses pemilu.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, putusan DKPP terhadap Hasyim Asy'ari menegaskan bahwa setiap pejabat publik, khususnya yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu, harus tunduk pada standar etik yang ketat dan siap bertanggung jawab atas setiap pelanggaran yang terjadi. Transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme adalah pilar utama untuk menjaga demokrasi yang sehat, dan pelanggaran terhadap nilai-nilai ini harus ditindak tegas untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi di Indonesia.