Mengintip Rumah Tradisional Korea di Namsangol Hanok Village

Eka Situmorang
Curious soul who loves travelling and food. Mom of one. Travel Blogger. Instagram : ceritaeka. Blog at http://ceritaeka.com and http://ekalagi.com
Konten dari Pengguna
18 April 2019 11:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eka Situmorang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kalau ke Korea Selatan enaknya ngapain, ya? Kebanyakan sih menjawab city stroll Kota Seoul atau belanja kosmetik seperti mask sheet beraneka ragam yang diklaim bikin kulit kenyal awet muda itu.
ADVERTISEMENT
Well, dua hal tersebut memang menyenangkan dan masuk to do list saya. Namun selain itu, saya juga punya hasrat lain yang mungkin agak berbeda dengan orang-orang.
Sejak dulu, saya senang sekali mengunjungi rumah-rumah tradisional khas daerah maupun negeri mana pun. Jadi, setiap kali berlibur ke suatu daerah atau negara yang baru bagi saya, saya berusaha mengenal lebih dekat rumah tradisional suku atau penduduk lokal di situ.
Buat saya, rumah adalah gambaran jiwa sesungguhnya karena rumah adalah tempat tinggal sekaligus identitas penghuninya. Jadi, kalau mau kenal lebih dekat dengan budayanya, maka mampir ke rumah tradisional bisa jadi pilihan.
Namsangol Hanok Village Foto: Eka Situmorang
Namsangol Hanok Village, Oasis di Tengah 'Hutan Beton' Seoul
Memasuki area Namsangol Hanok Village rasanya seperti terseret ke ratusan tahun lampau. Suasana desa begitu tenang dengan kicau burung yang riuh dan pepohonan nan rimbun. Kontras sekali dengan suasana Kota Seoul yang sibuk, bising, yang baru saja saya tinggalkan 5 menit sebelumnya.
Rumah-rumah di Namsangol Hanok Village Foto: Eka Situmorang
Terdapat lima buah rumah tradisional Korea (hanoks) dari Dinasti Joseon yang dilestarikan di sana. Menariknya, rumah-rumah tradisional di sana memiliki perabot dari masa lampau yang menceritakan kehidupan sesungguhnya dari zaman dinasti tersebut. Lengkap dengan jalan yang sempit dan sedikit berliku. Seru!
Tungku Masak di Namsangol Hanok Village Foto: Eka Situmorang
Terletak di utara Gunung Namsan, tentu saja Namsan Seoul Tower (kindly link to my blog) terlihat jelas dari sana. Oh ya, selain rumah-rumah tradisional, di Namsangol Hanok Village juga ditanam sebuah kapsul waktu pada tahun 1994 dan akan dibuka 400 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 2394. Wah, kok, kedengarannya menarik, ya.
ADVERTISEMENT
Dibuka untuk umum mulai tahun 1998, desa wisata tersebut tidak memungut bayaran alias gratis bagi para pengunjung. Namun, walaupun gratis, fasilitasnya tetap komplit, lho. Mulai dari toilet yang bersih, kursi roda, bahkan stroller pun bisa dipinjam tanpa biaya tambahan.
Sumur di Namsangol Hanok Village Foto: Eka Situmorang
Saya beruntung karena mengunjungi tempat ini dua kali di waktu yang berbeda, sehingga saya mendapatkan gambaran yang cukup bervariasi. Pertama kali mampir ke Namsangol Hanok Village, saya datang di sore hari dan cukup kaget mendapati pasar malam yang sangat riuh di sana.
Well, siapa bilang pasar malam hanya milik Indonesia saja? Di Korea juga ada, lho, bahkan sangat ramai. Tua muda tumpah ruah dan berbagai macam jajanan lokal dijajakan di sana.
ADVERTISEMENT
Satu yang menarik perhatian, ada permainan tradisional yang dimainkan seperti bermain kereta api dengan berbaris dan juga bermain karet. Wow, ternyata permainan masa kecil Korea dan anak-anak Indonesia banyak kesamaan, ya, hehehe...
Membuntuti Gadis-gadis Mengenakan Hanbok
Kali kedua saya mampir ke Namsangol Hanok Village adalah pagi hari dan justru semakin terpesona saat berkeliling dari satu rumah ke rumah lainnya. Menyusuri jalan-jalan setapak yang berdebu dan tersesat di lika-liku jalannya. (hahaha)
Saya celingak-celinguk mencari-cari di mana jalan keluar dari desa ini tapi enggak ketemu. Duh, keringat dingin sudah keluar, jangan sampai ada tajuk berita tentang turis Indonesia yang tersesat, nih. Batin saya berteriak sambil memutar otak supaya menemukan jalan keluar.
Beruntung, saat tersesat itu saya lihat ada segerombolan perempuan mengenakan hanbok (baju tradisional) yang sedang hilir mudik juga. Saya enggak tahu apakah mereka turis atau memang penduduk lokal, tapi karena mereka bergerombol saya pikir mengikuti mereka lebih baik daripada sendirian.
ADVERTISEMENT
Lalu, pelan tapi pasti saya pun membuntuti mereka. Supaya enggak keliatan banget (karena malu) saya pun menjaga jarak tapi tetap mengintil dekat.
Pengunjung menggunakan Han Bok di Namsangol Hanok Village Foto: Eka Situmorang
Eh, lama-lama sepertinya mereka sadar dan melambaikan tangan kepada saya. Ya sudah, karena sudah terlanjur 'basah', maka saya pun datang dan bilang kalau membuntuti mereka karena tersesat.
Pengakuan saya disambut dengan tawa karena ternyata mereka juga turis dan sama nasibnya dengan saya: tersesat. Hahaha... Ini lucu sekali, sih. Namun, kami bersama-sama mencari jalan keluar, yang ternyata sudah enggak terlalu jauh lagi.
Walaupun pernah tersesat, tapi saya enggak kapok dan tetap pengin balik lagi ke Namsangol Hanok Village yang cantik dengan rumah-rumah tradisionalnya itu. Namun, sepertinya lain kali saya akan menyewa guide biar enggak perlu membuntuti rombongan orang lain lagi.
ADVERTISEMENT