Museum Fatahillah atau Museum Sejarah Jakarta?

Eka Situmorang
Curious soul who loves travelling and food. Mom of one. Travel Blogger. Instagram : ceritaeka. Blog at http://ceritaeka.com and http://ekalagi.com
Konten dari Pengguna
25 Maret 2019 18:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eka Situmorang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Museum Sejarah Jakarta yang juga populer disebut Museum Fatahillah. Foto: Dok. Eka Situmorang-Sir
zoom-in-whitePerbesar
Museum Sejarah Jakarta yang juga populer disebut Museum Fatahillah. Foto: Dok. Eka Situmorang-Sir
ADVERTISEMENT
Umur berapa kamu tahu kalau nama tempat ini adalah Museum Sejarah Jakarta dan bukannya Museum Fatahillah? Saya melemparkan pertanyaan ini di Instastory beberapa waktu lalu dan jawaban yang masuk adalah.... “Hah?! Yang benar?” Lha, ya benar. Ini serius.
ADVERTISEMENT
Nama resmi museum berarsitektur neo classic ini adalah Museum Sejarah Jakarta dan belum pernah berganti nama semenjak diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin di tahun 1974.
Lebih Populer disebut Museum Fatahillah
Banyak masyarakat yang lebih mengenal museum ini sebagai Museum Fatahillah lantaran lokasinya memang berada di Jalan Taman Fatahillah nomor 1, Jakarta Barat. Sesungguhnya, sesuai namanya, Museum Sejarah Jakarta memiliki sejarah yang erat dan panjang sekali dengan keberadaan Ibu Kota tercinta kita, Jakarta.
Sore itu, di tengah udara bulan Maret Jakarta yang sedang terik-teriknya, saya dan beberapa teman mampir main-main ke museum yang dibangun pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen di awal abad ke-16 ini.
Di tengah lalu lalang masyarakat yang bermain sepeda, di halaman depan museum terdapat sebuah meriam yang dikenal dengan nama Meriam Si Jagur. Dibuat dari 16 meriam kecil yang dilebur menjadi satu, sebagian masyarakat ada yang menggagap meriam berwarna gelap sebagai Dewa Kesuburan karena terdapat kepalan tangan yang mengapit jempol di antara jari telunjuk dan jari tengah. Soal kebenaran anggapan ini siapa yang tahu ya, namanya juga mitos yang berkembang di masyakarat.
Kota Tua Jakarta Foto: Hesti Widianingtyas/kumparan
Sementara itu di bagian atap Museum Sejarah Jakarta terdapat petunjuk arah mata angin dan sebuah lonceng besar yang menjulang tinggi. Bukan, Museum Sejarah Jakarta dulunya bukanlah sebuah gereja. Namun saat lonceng berdentang maka itu adalah tanda yang digunakan memanggil masyarakat sekitar berkumpul di halaman depan untuk menyaksikan pelaksanaan hukuman bagi kriminal yang diputus bersalah.
ADVERTISEMENT
Iya, Museum Sejarah Jakarta dulunya memiliki dua fungsi: sebagai Balai Kota dan sebagai pengadilan.
Masyarakat dipanggil melihat langsung pelaksanaan hukuman pancung atau gantung untuk menimbulkan efek ngeri agar tidak melakukan kesalahan yang sama. Rata-rata tahanan yang dihukum terkait tindakan kriminal dan politik. Hal ini suatu taktik juga untuk menekan masyarakat agar tidak memberontak atau memiliki nasib yang sama dengan para tahanan yang dihukum.
Perut saya lansung mual saat pemandu lokal kami menceritakan hal tersebut. Saya nggak bisa membayangkan kengerian di masa itu seperti apa melihat hukuman penggal atau gantung secara langsung di depan mata.
Ruang Penjara Bawah Tanah
Penjara bawah tanah yang digunakan untuk menampung tahanan yang menunggu keputusan pengadilan. Foto: Dok. Eka Situmorang-Sir
Oleh karena fungsinya sebagai pengadilan tersebut, maka di bagian belakang museum terdapat 6 ruang bawah tanah yang digunakan sebagai penjara kecil. Ruangan dengan lebar 3 meter, panjang 6 meter, dan tinggi 1,6 meter itu dipakai untuk menampung orang-orang yang menunggu putusan pengadilan. Satu ruangan yang atapnya melengkung alias tidak rata ini menampung sekitar 50 tahanan pada masanya dan mereka dipasung dengan bola besi seberat 40 kilogram.
ADVERTISEMENT
Bulu kuduk saya bergidik melihat kondisi penjara bawah tanah yang tidak layak tersebut. Untuk masuk saja harus membungkukkan badan, belum lagi udaranya pengap, minim oksigen, dan dulu karena rob (pasang air laut) penjara ini sering tergenang air. Lengkap sudah kondisi tidak manusiawinya.
Sungguh sedih membayangkan orang berdesak-desakan di ruangan kecil begini. No wonder, 83% tahanan di sini meninggal karena penyakit. Pahlawan kita, yaitu Pangeran Diponegoro dan Cut Nyak Dien, pernah mengalami dingin dan kejamnya sel penjara ini sebelum diasingkan ke tempat lain.
Koleksi Museum Sejarah Jakarta
Terdapat berbagai macam koleksi dan informasi yang bisa didapatkan di dalam museum ini. Mulai dari zaman prasejarah, kedatangan bangsa Eropa, perlawanan bangsa kita atas pendudukan VOC, hingga masa sekarang. Beberapa koleksi pedang, prasasti, maupun patung merupakan replika, namun tidak mengurangi dalamnya informasi yang dapat kita gali.
ADVERTISEMENT
Dari berbagai macam ruangan yang ada di Museum Sejarah Jakarta, mulai dari Ruang Buni, Ruang Prasejarah, Ruang Taruma Negara, Ruang Kerajaan Sunda, Ruang Sultan Agung Mataram, Ruang Kedatangan VOC, Ruang 1527, Ruang Prasasti Padrao, Lobby, Ruang Solomon, Ruang Sidang, Ruang Sketsel, Ruang Indies, Ruang Ommeladen, Ruang Balkon, Ruang Dewan Kotapraja, Ruang Penjara Bawah, hingga Ruang Sidang merupakan salah satu ruangan yang menarik perhatian saya.
Ruang sidang dengan lemari arsip dari kayu. Di sisi kiri dan kanan atas terdapat patung Dewi Keadilan dan Dewi Kebenaran yang merupakan simbol agar keputusan pengadilan adil dan benar. Foto: Dok. Eka Situmorang-Sir
Saya mengira akan menjumpai ruang sidang yang megah nan mewah, namun yang saya dapati adalah sebuah meja oval dengan beberapa kursi dan lemari arsip dari kayu. Jangan pandang sebelah mata perabotnya, walau sederhana namun menakutkan. Banyak keputusan penting dan hukuman mati yang ditetapkan di meja ini.
ADVERTISEMENT
Fasilitas Museum
Fasilitas yang ada di Museum Sejarah Jakarta adalah musholla, toko suvenir, toilet bersih serta kantin mungil di belakang museum yang teduh dengan pohon-pohon besarnya. Psst, Museum Sejarah Jakarta juga instagrammable lho. Dinding belakang museum yang dirambati tanaman hijau di dekat penjara ramai dijadikan tempat foto-foto pengunjung. Selain itu, buat yang ingin sekadar mengenang memori kejayaan masa lalu bisa bersantai di cafe di depan museum.
Taman di belakang Museum Sejarah Jakarta. Foto: Dok. Eka Situmorang-Sir
Sahabat Museum
Museum Sejarah Jakarta merupakan salah satu museum kaya data dengan pemandu lokal yang informatif. Museum ini sudah berbenah, jauh berbeda pelayanannya dibandingkan beberapa tahun lalu saat saya mampir ke sini bersama teman-teman kuliah.
Sekarang ini, kunjungan ke Museum Sejarah Jakarta dikemas menarik dengan pemandu lokal yang sudah seperti ensiklopedia saja. Jujur saja, saya sering kali kecewa saat mengunjungi museum karena kadang minim pemandu lokal. Saking kecewanya bahkan pernah saya tuliskan di blog.
ADVERTISEMENT
Namun di Museum Sejarah Jakarta ini hasrat ingin tahu saya tuntas terpuaskan. Kunjungan yang sungguh refreshing. Pulang-pulang rasanya saya tambah pintar sedikit. Hahaha.
Kamu sudah pernah mengunjungi Museum Sejarah Jakarta? Ayo, main ke museum!