Trekking Bersama Anak ke Air Terjun Banyumala di Bali

Eka Situmorang
Curious soul who loves travelling and food. Mom of one. Travel Blogger. Instagram : ceritaeka. Blog at http://ceritaeka.com and http://ekalagi.com
Konten dari Pengguna
17 September 2018 17:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eka Situmorang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagian besar orang jalan-jalan ke Bali untuk melihat pantai, berselancar, menikmati keeksotisan pura adat, atau sekadar menikmati hiburan malam di daerah Legian dan Seminyak.
ADVERTISEMENT
Namun sesungguhnya Bali lebih dari itu lho. Bali juga punya air terjun yang cakep-cakep, enggak kalah keren dari pasir putih yang lembut deh. Ada banyak air terjun yang bisa disambangi di sini. Salah satunya adalah Air Terjun Banyumala yang juga dikenal dengan nama 'Twin Waterfalls'.
(Photo: Air Terjun Banyumala/Eka Situmorang-Sir)
“Mami, air terjun itu seperti apa sih?” tanya Basti di dalam hotel saat kami baru tiba di Bali.
“Ya air yang besar gitu deh,” jawab saya pendek.
“Oh, aku tau! Seperti air di dalam ember yang abis itu dituang ke badanku pas mami mandiin aku, kan?” katanya polos.
Saya terkekeh mendengar pertanyaan Basti, lalu kepikiran untuk membawanya trekking. Mengenalkan Basti pada alam bebas secara langsung agar tumbuh rasa ingin tahu juga kecintaan pada flora dan fauna.
ADVERTISEMENT
Jadilah saya dan Adrian melakukan riset kecil secara online dan offline (dengan banyak tanya-tanya orang) kira-kira aman atau enggak membawa balita untuk trekking ke Banyumala.
Setelah persiapan dirasa cukup, maka berangkatlah kami keesokan harinya menuju daerah Buleleng di utara Bali. Butuh waktu sekitar dua jam perjalanan dari Denpasar menuju Buleleng, perjalanan yang bikin hati senang karena sepanjang waktu kami disuguhi pemandangan yang memanjakan mata.
Wisata Lain di Seputar Buleleng
Selain Air Terjun Banyumala, terdapat tempat-tempat wisata lainnya di Buleleng. Dua buah danau yang memukau berada tak jauh dari sini. Danau Buyan yang luas dan bisa dinikmati dari ketinggian dan Danau Tamblingan yang magis dengan pura adatnya di pinggir danau.
ADVERTISEMENT
Namun, kalau ternyata memang mau berburu air terjun saja, Buleleng memang terkenal dengan wisata air terjunnya. Silakan mampir ke Air Terjun Kembar Gitgit, Aling-Aling Waterfall.
Mengenalkan Alam dalam Perjalanan Menuju Air Terjun Banyumala
Sekitar pukul 11 siang kami sampai di Buleleng. Langit agak gelap dengan awan kelabu yang menggantung di angkasa. Rasa cemas sedikit merayapi hati karena trekking kali ini membawa Basti yang masih anak balita alias usianya di bawah lima tahun.
Tapi rasa cemas itu ditepis oleh pernyataan pak sopir yang menerangkan bahwa cuaca di Buleleng, Bedugul, dan Singaraja itu memang labil kayak cinta monyet anak zaman now. Sebentar gelap, sebentar cerah, sebentar hujan, sebentar terang.
Dan pernyataan beliau ada benarnya. Tak sampai 30 menit kemudian cuaca di Buleleng cerah ceria seperti binar mata kelinci kalau mendapat wortel segudang. Adrian menurunkan perlengkapan standar buat trekking seperti ransel yang berisi bekal makanan dan minuman, baju ganti, handuk, dan senter. Penginnya sih bawa charger tapi ya kali bisa nge-charge di bawah sana.
ADVERTISEMENT
Kami berjalan beriringan, saya bersenandung kecil sementara Basti berjalan dengan penuh semangat di depan. Tangannya menggandeng erat jemari bapaknya.
“Mami, ada banyak banget kupu-kupu!” jerit Basti riang. Lalu ia melepaskan tangan bapaknya dan mengejar kupu-kupu. Tak berapa lama kemudian ia bangga dapat menyeberangi jembatan kayu di atas sungai kecil yang airnya sangat jernih.
“Aku bisa nyebrang jembatan, Mami!” serunya keras dengan raut wajah penuh kepuasaan. Belum sempat saya menjawab pernyataannya, Basti sudah nyerocos lagi.
“Do you smell that, Mami? Ada bau yang aku enggak tau namanya.” tanya Basti setelah melewati jembatan.
ADVERTISEMENT
“Basti kentut?” tanya saya polos. Lha di hutan ada bau apa coba? Hahaha.
“Enggak, Mami. Baunya dari situ lho,” kata Basti sambil menunjuk ke arah daun-daun kering di tanah.
“Oh, itu namanya bau humus. Daun-daun kering mulai membusuk di tanah jadi baunya begitu. Enak kan?” terang saya panjang lebar. Basti mengangguk-angguk.
(Photo: Trekking menuju Air Terjun Banyumala/Eka Situmorang-Sir)
Tak lama, ia terpesona melihat jajaran bunga berwarna kuning cerah yang bergerombol subur.
”Bunganya cantik banget, Mami! Kuning terang seperti matahari. Cantiknya kayak Mami!” Kalimat terakhir Basti sukses bikin hati saya mekar sampe ke langit. Gini ya rasanya punya anak cowok itu, sering digombali. Hahaha.
Demi melihat tingkah polah Basti, saya merasa keputusan untuk trekking di alam bebas ini adalah keputusan yang tepat. Basti begitu senang menyatu dengan lingkungan, melihat, menyentuh, dan membaui alam secara langsung bukan hanya melihat dari TV saja.
ADVERTISEMENT
Suasana alam menuju ke Air Terjun Banyumala ini memang begitu indah. Masih sangat alami dan asri. Bau humus menguar di angkasa dan suara daun-daun bergesekan diterpa angin dengan kicau nyaring burung-burung liar menjadi teman trekking kami.
Setelah berjalan kaki sepanjang 500 meter, kami sampai di pos kecil di mana pembayaran retribusi dilakukan. Nah, selepas ini jalan setapak yang tadinya nyaman, medannya berubah menjadi sedikit curam.
Untuk meminimalkan risiko yang tidak diinginkan maka Adrian pun menggendong Basti. Jalan setapaknya makin sempit, becek, dan beberapa bagian pun bersisian dengan jurang yang hanya dibatasi dengan tangga kayu seadanya. Tapi Basti tetap semangat dan ceria. Ia malah bernyanyi naik-naik ke puncak gunung dan potong bebek angsa.
ADVERTISEMENT
“Basti, kita ini turun ke lembah menuju air terjun, bukan naik ke atas gunung,” koreksi saya mendengar nyanyiannya.
“Ya, enggak apa-apa dong, Mami. Basti kan apalnya lagu itu,” Celotehnya riang membuat perjalanan kami terasa ramai dan jauh dari sepi.
Tidak sampai 400 meter menapaki jalan setapak yang agak becek dan sedikit curam ini, sampailah kami di Air Terjun Banyumala.
(Photo: Air Terjun Banyumala/Eka Situmorang-Sir)
Air terjun yang berada di lembah ini begitu memesona. Dua buah air terjun kecil mengapit sebuah air terjun besar yang bermuara pada telaga dengan air sejuk yang begitu menggoda untuk direnangi.
Saya enggak tahu kedalaman telaganya, namun saya sempat nyebur sedikit menuju tengah dan kedalaman airnya setinggi pinggang saya. Kira-kira sekitar 100 meter. Berhubung saya tidak tahu pasti kedalaman telaganya di bagian tengah, maka saya dan Adrian tidak mengizinkan Basti untuk berenang di sini. Lagian airnya dingin banget, kami khawatir Basti enggak sanggup menahan suhunya.
(Photo: Basti dan bapaknya, saing bercerita dan mengagumi Air Terjun Banyumala/Eka Situmorang-Sir)
ADVERTISEMENT
Kalau tidak mau berenang, maka bisa duduk-duduk di bangku kayu dan sebuah gubuk sederhana tak jauh dari telaga. Hampir 2 jam kami habiskan menikmati air terjun Banyumala. Bercanda, tertawa, dan ngemil-ngemil bebas.
Keingintahuan Basti akan air terjun terbayar sudah, tapi sebenarnya kami masih punya PR. Gimana cara nanjak balik ke atas? Hahaha. Tenaga sudah habis dipakai main di sini soalnya.