Uji Nyali Makan Kalajengking di Bangkok

Eka Situmorang
Curious soul who loves travelling and food. Mom of one. Travel Blogger. Instagram : ceritaeka. Blog at http://ceritaeka.com and http://ekalagi.com
Konten dari Pengguna
20 November 2019 16:01 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eka Situmorang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Life is about taking chances, trying new things, having fun, making mistakes, and learning from it. – anon -
ADVERTISEMENT
Suara klakson mobil dan motor bersahutan di antara gerimis hujan yang membasahi kepala kami. Sesekali terdengar suara orang berbicara dalam berbagai macam logat dan bahasa, membuat suasana malam di Yaowarat Road, Chinatown Bangkok, terasa riuh dan penuh kehidupan. Malam itu, saya dan suami sedang melaksanakan salah satu kaul kami yaitu street food hunting di ibu kota negara Gajah putih tersebut.
Wisata Kuliner Bangkok
Thailand yang tak pernah dijajah itu memang salah satu rujukan buat wisata kuliner aneh-aneh banget. Menurut saya, Thailand memang pandai mengemas wisata kulinernya. Saking pandainya, setiap bulan mereka memasok serangga dari Kamboja demi memuaskan hasrat para turis. Lho, kok turis? Iya, karena penduduk asli Thailand tuh enggak makan serangga itu, turis-turislah yang biasanya makan. Semacam dijadikan tantangan buat wisatawan untuk makan serangga di Bangkok. And I bought that challenge, I wanna try it! Hahaha.
Ulat goreng, cemilan anti-mainstream di Bangkok (foto: Dokumen Eka Situmorang)
Serangga seperti ulat, larva, kecoa, bahkan kalajengking bisa didapatkan dengan mudah di pinggir jalan. Dijajakan seperti gorengan biasa aja gitu. Terhampar bebas di mana-mana.
ADVERTISEMENT
Namun, hasrat besar untuk uji nyali itu sempat menciut juga saat benar-benar melihat penjaja serangganya. Makan enggak, ya? Bimbang mulai merayapi hati melihat kodok goreng bersanding dekat dengan kalajengking. Sebenarnya soal makanan anti-mainstream, sih, saya sudah lumayan punya pengalaman. Saya pernah makan belalang goreng di Gunung Kidul dan melahap ulat sagu hidup-hidup di Jayapura. But still, eating scorpio is a different level of culinary!
Menantang Diri Sendiri
“Go eat it! You can do it!” Seru teman-teman peserta food tour memberi semangat. Sepertinya mereka kelebihan energi setelah lebih dari 10 jenis makanan masuk ke dalam perut kami. Di wiskul ini kami mencicipi dimsum, tom yum, cemilan khas Thailand sampai mi berwarna merah muda yang dibuat dari tomat. Jadinya ya, gitu deh, semua ribut menyemangati.
ADVERTISEMENT
Saya melirik ke suami dan ia hanya tersenyum lebar sambil memegang kamera. Duh, saya jadi bimbang, pengin makan tapi ini kalajengking. KALAJENGKING, man! Kalo beracun gimana? Tapi kalo enggak dimakan kok ya sayang amat, ya. Sudah sampai Bangkok kenapa enggak sekalian makan yang aneh-aneh, sih? Kan sudah di Bangkok, surganya street food anti-mainstream gitu, lho.
Rasa bimbang terus berperang dalam hati diiringi suara-suara menyemangati dari para peserta lain. Yang sayangnya cuma berani sorak-sorak saja tapi enggak punya nyali nyicipin serangga goreng ini. Hahaha.
Saya menghitung sampai 10, menarik napas panjang-panjang dan memantapkan hati. Dengan penuh keyakinan saya pun mengambil kalajengking yang sudah ditusuk kayak sate itu, bersiap memakannya sampai tiba-tiba terdengar suara bariton berteriak menghentikan saya.
Muka galau saat hendak mencicipi kalajengking goreng di Bangkok (foto: Dokumen Eka Situmorang)
“Tunggu, foto dulu buat kenang-kenangan!” Teriak suami saya. Eh ya ampun, gimana ceritanya pas mau dimasukin ke dalam mulut, kok ya malah mau difoto? Nanti jadi bimbang lagi gimana, nih? Jerit saya dalam hati meskipun akhirnya saya berpose juga. Setelah ada suara jepret, lagi-lagi saya mengambil napas panjang kemudian lep! Saya gigit itu kalajengking. Huahaha.
ADVERTISEMENT
Enggak pakai mikir, saya kremus-kremus badan kalajengking hitam yang cangkangnya lumayan keras itu. Awal-awal sempat nyangkut di behel gigi tapi saya enggak peduli. Adrenalin menguasai diri ini dan saya terus lanjut makan. Saya takut kalau saya berhenti maka saya akan muntah. Jadi saya terus mengunyah, makan sampai habis.
Sorak sorai teman-teman peserta tur membakar semangat dan memompa adrenalin lebih dalam. Astaga, enggak nyangka sebuah kalajengking goreng pun ludes saya santap! Hihihi.
Ternyata daging kalajengking itu teksturnya kayak tanah. Setelah sukses melewati capitnya yang keras, dagingnya jatuh dan terasa berpasir di lidah. Untuk rasa sendiri, saya enggak bisa bilang lezat tapi juga enggak bisa dibilang nggak enak. Tasteless.
Kalajengking goreng (foto: Dokumen Eka Situmorang)
ADVERTISEMENT
Yang pasti saat ini saya puas, bisa pulang ke tanah air dengan hati plong. Sudah enggak mengira-ngira lagi gimana rasanya makan kalajengking. Rasa penasaran itu sudah terbayarkan!
Teman kumparan, berani memasukkan wiskul makan kalajengking ke dalam itinerary liburan ke Bangkok enggak?
Salam,
Eka Situmorang