RUU KIA: Optimalkah Dalam Menurunkan Kasus Stunting di Indonesia?

Eka Putri Susianti
Mahasiswi Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Islam 45 Bekasi. Memiliki ketertarikan kepada pemerintahan, politik, sejarah dan hukum yang ada di Indonesia
Konten dari Pengguna
17 November 2022 14:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eka Putri Susianti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kegiatan sosialisasi pencegahan stunting untuk memberikan pengetahuan dalam mencegah stunting pada anak (Foto: Dokumen Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Kegiatan sosialisasi pencegahan stunting untuk memberikan pengetahuan dalam mencegah stunting pada anak (Foto: Dokumen Pribadi)
ADVERTISEMENT
Stunting adalah permasalahan kesehatan anak yang disebabkan oleh kurang asupan gizi yang cukup, dengan tenggang waktu lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting masih menjadi masalah kesehatan utama bagi anak diseluruh dunia, salah satunya adalah Indonesia. Awal anak terkena stunting mulai dari janin masih dalam kandungan dan baru terlihat saat anak mulai berusia dua tahun. Stunting menimbulkan beberapa dampak negatif seperti, mempengaruhi tumbuh kembang anak, tinggi badan, perkembangan kognitif anak dan IQ anak bisa mengalami penurunan.
ADVERTISEMENT
Ada bermacam-macam faktor yang jadi penyebab anak terkena stunting, seperti Kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi, pemberian ASI eksklusif, umur yang tepat untuk memulai memberi MP-ASI kepada anak dan kurangnya perhatian ibu dan anggota rumah tangga terhadap tumbuh kembang anak.
Indonesia menempati posisi ke 5 Dunia dengan kasus stunting yang masih tinggi. Kasus stunting di Indonesia berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan tercatat mulai pada tahun 2018 kasus prevalensi stunting di Indonesia sebesar 30,8 persen dan berangsur turun hingga tahun 2021 menjadi 24,4 persen. Namun kasus prevalensi stunting di tahun 2021 masih terbilang tinggi karena baru mencapai 24,4 persen. Sedangkan pemerintah ingin angka prevalensi stunting di Indonesia harus ditekan menjadi 14 persen pada tahun 2024. Hal ini bertujuan untuk menyelamatkan generasi penerus bangsa yang memiliki tumbuh kembang baik agar menjadi SDM yang unggul.
ADVERTISEMENT
Sudah banyak cara yang telah dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk menekan angka kasus stunting di Indonesia, yang dilakukan di berbagai daerah perkotaan dan pedesaan. Cara yang telah dilakukan para tenaga medis untuk menekan kenaikan kasus stunting di Indonesia adalah dengan melakukan sosialisasi, sosialisasi ini dilakukan disetiap daerah dan sasaran utama ialah ibu hamil, ibu yang memiliki anak dan anak remaja putri. Sosialisasi ini mengenai pemberian ASI eksklusif, pentingnya pemahaman mengenai gizi penuh, pemahaman mengenai waktu yang tempat untuk memberi MP-ASI dan memberi obat penambah darah kepada anak remaja putri. Maka untuk mendukung para tenaga medis dan mempercepat penurunan kasus stunting di Indonesia, dirancang undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA).
ADVERTISEMENT
Dengan adanya Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) diharapkan dapat menekan kasus pertumbuhan stunting yang ada di Indonesia karena didalam RUU KIA ini membahas bahwa setiap anak berhak mendapatkan asupan gizi seimbang dan standar hidup yang layak bagi pengembangan fisik, mental, spiritual, dan sosial, pembahasan tersebut terdapat di pasal 9 ayat 1. Serta pasal "Kewajiban Ibu" atau pasal 10 ayat 1 yang salah satunya menyebutkan bahwa ibu wajib menjaga kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak sejak masih dalam kandungan.
Saat ini RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) sudah masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang diharap akan segera rampung tahun ini. RUU KIA dapat menjadi pedoman untuk kesehatan Ibu dan Anak, dan menjadi pedoman untuk memastikan gizi dan tumbuh kembang anak dengan baik agar menjadi generasi penerus bangsa yang memiliki tumbuh kembang yang baik agar menjadi SDM unggul.
ADVERTISEMENT
Meski RUU KIA menuai pro dan kontra di lingkungan masyarakat dan perusahaan karena mengatur tentang cuti hamil selama 6 bulan dan cuti suami selama 40 hari untuk mendampingi istri. Namun, RUU KIA mendapat dukungan dari berbagai pihak yaitu Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo yang mengatakan bahwa aturan cuti adalah langkah untuk menyelamatkan generasi bangsa dengan harapan ibu dapat memberikan ASI eksklusif dan asupan gizi penuh terhadap anak.
Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengatakan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) akan mendorong peningkatan pengetahuan ibu tentang pentingnya manajemen laktasi maksimal, agar ibu lebih memperhatikan perkembangan dan asupan gizi anak, supaya tidak terkena stunting dan anak mendapat ASI eksklusif sampai dengan usia dua tahun. RUU KIA sudah mendapatkan banyak dukungan positif dari pemerintah karena tujuannya untuk membantu menurunkan kasus stunting di Indonesia. Maka untuk mempercepat pencapaian target yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 14,4 persen di tahun 2024 dan menciptakan generasi penerus bangsa yang baik agar menjadi SDM yang berkualitas, diharapkan pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA).
ADVERTISEMENT