Konten dari Pengguna

Saatnya Mengatur AI di Indonesia

Eko Prastowo
Direktur eLaw Institute, Sekjen Pergerakan Advokat
26 Desember 2024 17:17 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eko Prastowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: https://pixabay.com/
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: https://pixabay.com/
ADVERTISEMENT
Ketika WhatsApp meluncurkan tombol AI Meta, X memperkenalkan Grok, dan Google merilis Gemini, kita menyadari bahwa teknologi AI (artificial intelligence) atau kecerdasan buatan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. AI kini tidak lagi sekadar alat tambahan, tetapi solusi utama untuk meningkatkan produktivitas, menyederhanakan komunikasi, hingga menciptakan karya kreatif yang sebelumnya sulit dibayangkan.
ADVERTISEMENT
Namun, kemajuan ini membawa tantangan baru yang tidak bisa diabaikan: bagaimana mengatur teknologi yang terus berkembang ini? Tanpa regulasi yang jelas, AI bisa menjadi pedang bermata dua. Pelanggaran privasi, bias algoritma, hingga sengketa hak cipta atas karya yang dihasilkan AI adalah risiko yang nyata dan mendesak untuk diantisipasi.
Uni Eropa telah mengambil langkah maju dengan Artificial Intelligence Act (AI Act), yang mulai berlaku Agustus 2024. Regulasi ini mengklasifikasikan risiko AI dan menetapkan aturan ketat untuk aplikasi berisiko tinggi seperti pengenalan biometrik dan penilaian kredit. Di Singapura, Model AI Governance Framework menekankan tata kelola etis dan transparansi untuk memastikan AI digunakan secara bertanggung jawab.
Di sisi lain, Indonesia masih mengandalkan regulasi umum seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Kedua regulasi ini belum cukup untuk mengakomodasi kompleksitas dan risiko unik AI. Kini saatnya bertanya, apakah Indonesia siap merumuskan aturan yang lebih spesifik guna memastikan teknologi ini memberikan manfaat optimal tanpa mengorbankan hak-hak pengguna?
ADVERTISEMENT

Persoalan Hukum AI

Indonesia belum memiliki undang-undang yang secara khusus mengatur AI. Kekosongan ini menciptakan ketidakpastian hukum yang dapat menghambat inovasi sekaligus membuka celah penyalahgunaan teknologi. Untuk memastikan AI digunakan secara bertanggung jawab, beberapa persoalan utama harus segera diatur.
Pertama, status hukum AI masih belum jelas. Apakah AI hanya dianggap sebagai alat atau dapat dikategorikan sebagai subjek hukum dengan hak dan kewajiban tertentu? Ketidakjelasan ini menjadi masalah ketika AI membuat keputusan yang salah atau merugikan. Misalnya, jika sebuah sistem AI salah mengidentifikasi pelaku kejahatan, siapa yang bertanggung jawab—pengembang, institusi pengguna, atau pihak lain?
Kedua, hak cipta atas karya AI belum diakui. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mendefinisikan pencipta sebagai manusia, sehingga karya yang sepenuhnya dihasilkan oleh AI tidak memiliki landasan hukum. Potensi konflik kepemilikan dapat muncul, terutama jika karya tersebut bernilai ekonomi tinggi.
ADVERTISEMENT
Ketiga, perlindungan data pribadi dalam konteks AI masih kurang memadai. Meski Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) telah berlaku, belum ada pedoman khusus untuk pengolahan data oleh AI. Risiko penyalahgunaan data menjadi sangat tinggi, mengancam privasi masyarakat.
Keempat, bias dalam algoritma AI menimbulkan tantangan baru. Jika data pelatihan tidak representatif atau mengandung bias, hasilnya pun akan bias. Hal ini dapat merugikan kelompok rentan, seperti minoritas atau masyarakat terpencil, dan memperburuk ketidakadilan sosial.
Kelima, keamanan siber menjadi isu krusial. AI kini digunakan di sektor strategis seperti keuangan, transportasi, dan kesehatan. Tanpa regulasi yang memastikan keamanan, AI berpotensi menjadi target serangan siber yang mengancam stabilitas nasional.
Keenam, transparansi dalam pengambilan keputusan berbasis AI perlu dijamin. Banyak algoritma bekerja sebagai black box, sehingga proses pengambilan keputusan sulit dipahami manusia. Hal ini menimbulkan ketidakpercayaan, terutama dalam evaluasi ekonomi, kredit, atau keputusan strategis lainnya yang berdampak besar pada kehidupan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Ketujuh, pedoman etika penggunaan AI harus dirumuskan. Tanpa panduan etika, AI berisiko disalahgunakan untuk manipulasi informasi, pengawasan massal, atau penyebaran konten berbahaya. Panduan ini harus memastikan AI digunakan untuk kepentingan masyarakat secara bertanggung jawab.

Regulasi yang Komprehensif

Ketiadaan hukum yang spesifik dalam mengatur AI membawa dampak signifikan bagi pengembang dan pengguna teknologi. Ketidakpastian ini membuat mereka tidak memiliki panduan yang jelas tentang penggunaan teknologi secara legal dan etis. Akibatnya, potensi penyalahgunaan meningkat, sementara inovasi bisa terhambat.
Untuk menjawab tantangan ini, beberapa langkah strategis perlu segera diambil. Pertama, pemerintah harus merumuskan regulasi khusus untuk AI yang mencakup definisi teknologi ini, pedoman penggunaannya, dan tanggung jawab hukum bagi pengembang, pengguna, serta institusi yang terlibat. Aturan yang komprehensif akan menjadi dasar untuk mencegah penyalahgunaan sekaligus mendukung inovasi.
ADVERTISEMENT
Kedua, revisi terhadap Undang-Undang Hak Cipta dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi menjadi langkah penting. Revisi ini harus mengakomodasi pengakuan karya yang dihasilkan oleh AI serta memberikan perlindungan yang lebih kuat terhadap data pribadi yang diproses melalui algoritma canggih. Tanpa langkah ini, konflik hukum di masa depan hanya akan semakin kompleks.
Ketiga, transparansi dalam algoritma AI harus menjadi prioritas utama. Pengembang teknologi harus diwajibkan membuka akses untuk audit independen terhadap algoritma mereka. Langkah ini penting untuk mencegah bias sistemik dan memberikan kepercayaan kepada masyarakat atas keadilan dan akurasi teknologi AI.
Keempat, pembentukan lembaga pengawas independen menjadi kebutuhan mendesak. Lembaga ini berfungsi memastikan bahwa penggunaan AI sesuai dengan aturan hukum dan etika, sekaligus menjadi mediator dalam menyelesaikan sengketa hukum yang melibatkan teknologi ini. Dengan lembaga pengawas, Indonesia dapat menciptakan ekosistem AI yang aman dan bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Langkah-langkah ini tidak hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga memastikan bahwa potensi besar AI dapat dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan nasional, tanpa mengorbankan hak masyarakat atau keadilan sosial.