Konten dari Pengguna

Mengenang Tiket Kereta Api "Bebas Tempat Duduk"

16 Januari 2018 13:38 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eko Susanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"Gak usah pake pakaian bagus-bagus ko, kita ini kan naik kereta api kelas ekonomi, bebas tempat duduk lagi tiketnya" keluh Toni sepupuku, saat kami hendak mudik ke kampung halamannya di Cepu Jawa Tengah. Saat itu, jelang Idul Fitri di akhir tahun 90an.
ADVERTISEMENT
Keluhan Toni seolah menjadi potret "kepasrahan" kami ketika itu, terutama jika berbicara tentang sistem pertiketan kereta api di Indonesia pada saat itu. Kalau boleh menganalisa secara sinis, saya berpendapat saat itu sepertinya hanya orang yang punya "kekuatan" baik fisik dan kewenangan, yang bisa mendapatkan akses tiket kereta api. Terutama saat musim mudik tiba.
Kekuatan "fisik", diartikan orang itu mampu antri berjam-jam sejak malam hari di depan loket stasiun untuk bisa mendapatkan tiket. Kekuatan "kewenangan" saya artikan, orang itu punya akses kekuasaan/profesi tertentu sehingga bisa mendapat prioritas tiket kereta api. Biasanya karena ia memiliki kekerabatan dengan internal pegawai PT KAI atau dia masih keluarga tni/polri, yang ketika itu mendapat prioritas tersendiri diluar lansia.
ADVERTISEMENT
Kalo saya yang rakyat biasa ini, paling cuma bisa ngelus dada sambil mempersiapkan fisik dan mental untuk ikutan antri tiket sambil berdoa supaya tiket masih tersedia.
Boleh dikatakan, periode sebelum tahun 2000an adalah jaman jahiliah atau kegelapan bagi pengguna kereta api jarak jauh seperti saya, yang masih sempat merasakan tiket berlabel "bebas tempat duduk". Disebut bebas tempat duduk karena penumpang bebas untuk duduk dinomor kursi mana saja dalam satu gerbong kereta. Waktu itu juga tidak dibatasi jumlah tiket yang dijual. Alhasil, saat kereta yang akan kita tumpangi tiba distasiun, orang akan berlomba-lomba untuk berebut mendapatkan kursi. Selain membahayakan bagi penumpang anak dan perempuan, tentunya resiko over kapasitas sudah pasti mengintai perjalanan kereta api saat itu.
ADVERTISEMENT
Beruntung, seiring waktu teknologi dan inovasi mampu merubah segalanya. Termasuk sistem manajemen di kereta api, menyusul reformasi dan pembenahan yang dilakukan PT KAI sejak era Ignasius Jonan. Perlahan kereta api semakin manusiawi bagi penumpangnya dan manajemen pelayanan tentu saja semakin membaik.
Salah satu yang menonjol perbaikannya, tentu saja soal sistem pembelian tiket. Sejak diperkenalkan sistem online, masyarakat tentu semakin dimudahkan. Selain layanan tiket online milik PT KAI, kerjasama dengan sejumlah online agent travel juga membuat sistem ticketing menjadi lebih efisien dan transparan.
Salah satu online agent travel yang menjadi andalan saya tentu saja tiket.com. Sebagai pecinta kereta api, saya banyak terbantu dengan adanya tiket.com lewat layanan https://www.tiket.com/kereta-api yang mudah diakses dan cepat pelayanannya. Cukup via smartphone, saya bisa melakukan pembelian tiket kereta api. Istimewanya kita bisa mengetahui sisa kursi dan juga memilih nomor kursi yang kita inginkan. Perjalanan pun menjadi lebih terencana dan efisien. Apalagi saya dan istri yang sudah memiliki dua anak, jadi lebih terbantu tentunya.
ADVERTISEMENT
Mengingat lagi keluhan Toni sepupu saya waktu itu, kini seolah menjadi nostalgia dan jadi pengalaman berharga buat saya. Gimana enggak, karena saya berkesempatan bisa mengalami sejarah perkeretapian jaman jahiliah di Indonesia, terutama soal tiket. Sampai era kemudahan dengan segala fasilitasnya lewat tiket.com.
Tak ada lagi ketidakpastian untuk bisa mendapat tiket, karena lewat tiket.com semua bisa di akses oleh publik, lengkap dengan fasilitas penunjang perjalanan mulai dari hotel sampai dengan rental kendaraan. Tinggal pantengin smartphone atau ke minimarket, tiket sudah dalam genggaman. Perjalanan pun makin terencana dan menyenangkan tentunya. Jadi, terima kasih tiket.com
#TiketKemanapun