Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengapa Orang Narsis Dibenci di Media Sosial?
21 Juli 2023 14:55 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhammad Eksayyidi Ikhsan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kemajuan teknologi telah mengubah banyak sekali perubahan, seperti bagaimana manusia bersosial, jika dahulu kita bersosial secara langsung, sekarang sudah terbantu dengan yang namanya media sosial. Dengan mudah kita bisa bersosial dengan keluarga bahkan teman-teman kita di negara yang berbeda menggunakan aplikasi media sosial, seperti Instagram, Facebook, Whatsapp, Line, Threads, dan aplikasi lainnya.
ADVERTISEMENT
Sekarang semua orang bisa mengakses media sosial baik dari kalangan muda sampai lansia, baik dari kalangan darah biru sampai masyarakat prasejahtera. Saking mudahnya kita mengakses media sosial, kadang kita sangat susah mendapatkan dampak yang positif dari media sosial, justru kadang kita sering melihat hoaks, ujaran kebencian, sampai pornografi.
Sering kali juga banyak pertengkaran yang terjadi di sosial media, sama seperti di lingkungan sosial, di media sosial juga ada yang namanya penolakan, sering kali terjadi perpecahan di media sosial, salah satu penyebab perpecahan di media sosial adalah kepribadian narsis yang di anggap meresahkan, namun mengapa kepribadian narsis banyak dibenci oleh penduduk media sosial?
Apa itu gangguan kepribadian narsistik?
Narsis atau narsistik adalah suatu kriteria kepribadian manusia yang ditandai dengan rasa mementingkan diri sendiri yang meningkat, membutuhkan kekaguman dan perhatian dari orang lain, dan merasa punya hak atas segalanya (Weiten et al., 2018). Konsep mengenai narsistik pada awalnya dipopulerkan kurang lebih seabad yang lalu oleh peneliti yang mempelajari seksualitas manusia yaitu Havelock Ellis dan Sigmund Freud seorang pendiri aliran psikoanalisis.
ADVERTISEMENT
Dalam buku General Introduction to Psychoanalysis, Sigmund Freud adalah orang yang mempelopori penggunaan istilah narsistik atau narcissism untuk menjelaskan mengenai individu yang memperlihatkan dirinya sendiri adalah seseorang yang penting secara berlebihan dan dengan penuh keinginan membutuhkan perhatian lebih dari orang lain, hal ini disampaikan oleh Freud dalam (Engkus et al., 2017).
Istilah narsistik diadaptasi oleh Freud dari suatu tokoh dalam mitologi yunani kuno, yaitu Narkissos atau dalam bahasa latin adalah Narcissus, yang mendapatkan kutukan karna kesalahannya sehingga Narcissus mencintai bayangannya sendiri di suatu kolam penuh air, lalu ia sangat dipengaruhi oleh rasa cinta pada dirinya sendiri dan tanpa sengaja menjulurkan tangannya kedalam kolam air yang dalam tersebut hingga ia tenggelam, lalu pada akhirnya tumbuh suatu bunga yang cantik dan hingga saat ini bunga tersebut disebut sebagai bunga narcissus (Engkus et al., 2017).
ADVERTISEMENT
Mengapa banyak penolakan kepada pemilik kepribadian narisitik?
Pengertian mengenai narsistik diatas sudah memberikan gambaran bahwa orang dengan kepribadian narsistik cenderung egois, hal ini lah yang melatar belakangi terjadinya penolakan. Menurut Gulo (sebagaimana disitasi dalam Liza oktavia, 2015) Penolakan terjadi karna adanya suatu tahapan atau proses mengeluarkan suatu individu dari perhatian atau kasih sayang dari kelompok atau kaumnya dalam keadaan yang timbul dari suatu tahapan atau proses tersebut, menganggap seseorang itu tidak berarti.
Hardjanta, (dalam Kristanto & Psikologi, 2012) berpendapat Narsistik merupakan ciri untuk mengkriteriakan seseorang yang terobsesi mencintai dirinya sendiri. Pemilik kepribadian narsistik memiliki kecintaan terhadap dirinya sendiri sangat berlebihan dan bersifat mengusik orang lain atau bahkan merugikan dirinya sendiri, maka hal itu bisa dianggap penyimpangan atau suatu gangguan kepribadian. Penjelasan ini lah yang menjadikan alasan mengapa orang dengan kepribadian narsistik sering kali mendapatkan penolakan dari lingkungannya bahkan orang lain.
ADVERTISEMENT
Bagaimana seorang yang berkepribadian narsistik di media sosial?
Saat ini media sosial adalah sarana atau tempat bagi orang yang memiliki gangguan kepribadian narsistik. Mereka menggunakan media sosial untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri. Mereka melebih-lebihkan dirinya sendiri dengan menyebarluaskan foto atau mungkin video keberhasilan mereka dan berbagai kelebihan-kelebihan mereka ke medsos. Dengan keinginan atau harapan akan bisa mendapatkan apresiasi bahkan pengakuan dari teman-temannya atau bahkan orang lain.
Ternyata media sosial juga dapat menjadi alat bagi penyandang kepribadian narsistik untuk memamerkan apa yang mereka punya (dalam konteks negatif), tidak jauh beda di kehidupan nyata mereka, Duran dan Barlow membuktikan pemilik kepribadian narsistik akan selalu memanfaatkan orang lain agar keinginan atau kepentingannya sendiri terpenuhi dan hanya sedikit empati yang ia berikan ke orang lain (Kristanto & Psikologi, 2012).
ADVERTISEMENT
Pendapat Nitya, Duran, dan Barlow sudah cukup jelas untuk menjelaskan bahwa individu dengan kepribadian narsistik baik di dunia nyata ataupun dunia maya sama-sama mudah untuk mendapatkan penolakan. Sebab mereka memiliki sikap yang dipandang kurang baik dan egois atau lebih mementingkan dirinya sendiri. Akibatnya akan terjadinya banyak penolakan terhadap pemilik kepribadian narsistik salah satunya karna ada suatu masalah dalam dirinya.
Menurut Neale (Sakinah et al., 2019) pemilik kepribadian narsisitik mempunyai gangguan pada self-esteem atau harga diri yang bergantungan terhadap interaksi kepada orang lain. Self-esteem adalah suatu penilaian baik maupun buruk terhadap diri sendiri dan penilaian ini dipengaruhi oleh interaksi sosial yang individu itu lakukan atau terima. Sehingga tak hanya di dunia nyata, di medsos juga pemilik kepribadian narsistik mempunyai Self-esteem yang tinggi, sehingga sulit mendpatkan penerimaan bahkan cenderung mendapatkan penolakan di lingkungannya.
ADVERTISEMENT
Live Update