Konten dari Pengguna

Remehkan Limbah Makanan Giring Perubahan Iklim

Davin Chandra
Pelajar SMA Citra Berkat Citra Raya Tangerang
14 Januari 2024 14:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Davin Chandra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Limbah Makanan di Indonesia

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berdasarkan data tahun 2021 dari Ministry of Environment and Forestry (MENLHK), pembuangan limbah atau sampah makanan di Indonesia mencapai 57% dan menurut data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) mencatat bahwa limbah makanan di Indonesia telah menyentuh angka 46,35 juta on, ampir 2x lipat sampah plastik yang ada di Indonesia. Sampah-sampah ini menghasilkan 8% dari emisi gas rumah kaca di Indonesia dan Indonesia menjadi penghasil sampah atau limbah makanan terbesar kedua di dunia. Meskipun menjadi salah satu sumber polusi dan pemanasan global yang sangat mengancam, masih banyak orang yang menutup mata dengan limbah makanan ini.
ADVERTISEMENT
Limbah makanan juga biasa dikenal sebagai food waste atau food loss dimana hal ini terjadi ketika bahan makanan yang sudah diolah dan layak dikonsumsi dibuang. Makanan yang telah dibuang ini bisa saja karena makanan tidak dikonsumsi ataupun makanan sudah rusak. Limbah makanan ini diproduksi sebanyak 115-184 kilogram per kapitanya, dan per 1 ton sampah makanan yang memadat, akan menghasilkan sekitar 50 kg gas metana ke udara. Apabila perhitungan ini diterapkan pada data yang telah dimiliki, maka pada tahun 2021, Indonesia telah menghasilkan 2.417.500 ton gas metana ke udara dan kondisi produksi gas ini masih terus berlanjut hingga detik ini.

Limbah Makanan di Dunia

Berdasarkan data dari Food and Agriculture Organization (FAO), telah terdata sebesar 1,3 miliar ton sampah yang berasal dari makanan yang telah diolah namun tidak dikonsumsi setiap tahunnya. Angka ini merupakan sepertiga dari jumlah makanan yang diproduksi. Sampah makanan ini menghasilkan gas metana yang 28x lipat lebih berbahaya dari karbon dioksida. Emisi gas metana ini telah mencapai 10% di dunia dan jauh lebih besar dibandingkan produksi plastik 3.8% dan transportasi 1.9%. Total kerugiannya juga telah mencapai $940 juta dollar setiap tahunnya dan apabila masalah ini dapat diselesaikan sepenuhnya, maka masalah kelaparan dunia atau world hunger juga dapat terselesaikan.
Sumber : Pexels - Rachel Claire

Dampak Limbah Makanan

Ancaman dari limbah makanan dapat memperparah pemanasan global dikarenakan sisa makanan yang menumpuk dan memadat terus menghasilkan gas metana. Gas metana ini juga dikenal sebagai zat rumah kaca yang merusak dan menghancurkan lapisan ozon di atmosfer.
ADVERTISEMENT
Menurut Eko Baskoro, Founder dari Climate Change Frontier, “Sampah yang bertumpuk dan tertimbun dalam tanah akan terdegradasi dan menghasilkan gas metana yang merusak lapisan ozon.”
“Kalau dilihat dari penelitian tersebut, tinggal dikalikan saja sampah yang terbuang sama Penduduk Indonesia. Itu kan jumlahnya besar sekali. Bisa dibayangkan berapa gas metana yang terbentuk,” menurut Eko Baskoro saat mengudara di Suara Surabaya, Minggu (21/8/2022).
Menurut Eko Baskoro juga, kondisi ini diperburuk oleh masyarakat Indonesia yang terbiasa membuang sampah atau limbah makanan tanpa adanya alasan yang logis ataupun masuk akal.
“Kita punya perilaku tidak menghabiskan makanan sehingga terbuang. Sudah beli tapi nggak cocok, dibuang. Atau alasan gengsi, kan kita kalau menghabiskan makanan di tempat umum cenderung malu kalau sampai bersih sehingga disisakan sedikit,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menurut beliau juga, dari sampah sisa makanan ini akan ada dampak pendek maupun panjangnya. Jangka pendeknya akan mencemari kualitas tanah kita dan jangka panjangnya akan memperparah perubahan iklim yang terjadi di dunia.
Sumber : Pexels - Pixabay

Kesadaran Masyarakat

Menurut data dan survey yang dilakukan oleh FKM UNAIR, dari 100 orang yang diberikan pertanyaan, sebesar 82% tidak menyadari betapa berbahayanya ancaman yang dapat dihasilkan oleh limbah makanan. Hanya sekitar 18% yang menyadari ancaman dari limbah ini dan tanpa adanya kesadaran masyarakat, maka pemanasan global akan terus meningkat tanpa kita sadari bahwa penyebabnya bukan hanya sampah plastik tetapi justru sampah makanan yang kita hasilkan sehari harinya.
Sumber : Pexels - Anna Shvets

Solusinya?

Founder dari Climate Change Frontier, Eko Baskoro berkata bahwa “Setiap manusia harus bisa mengukur makanan yang akan dikonsumsi. Kurang tapi nambah lagi tidak apa-apa, daripada banyak tapi bersisa dan malah dibuang.” Kebanyakan orang masih belum sadar bahwa membuang makanan yang tidak dikonsumsi sangatlah membahayakan lingkungan. Karena itu mari kita kurangi egoistic buying dan membeli makanan secukupnya, serta bertanggung jawab atas makanan yang telah ataupun akan kita konsumsi. Meskipun banyak sekali food waste processor diluar sana yang dapat mengolah limbah makanan, namun solusi penyelesaian masalah ini tetap kembali ke individu masing-masing. Mari bersama-sama meningkatkan kesadaran akan bahaya limbah makanan dan peduli pada bumi kita satu-satunya.
ADVERTISEMENT