Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Unfinished Design: Tren Konsep Desain pada Kedai Kopi
10 September 2023 11:26 WIB
Tulisan dari Elektra Aulia Maharani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Kedai kopi atau coffee shop menjadi tempat yang semakin hari semakin menjamur bermunculan di Indonesia. Riset salah satu perusahaan penyedia solusi bisnis barang dan jasa di industri restoran, TOFFIN, menyebutkan bahwa konsumsi domestik pada tahun 2019 sampai 2020 mencapai 294.000 ton dan telah meningkat sekitar 13,9% dari tahun sebelumnya. Angka tersebut tentu akan semakin bertambah pada tahun 2023, mengingat semakin banyaknya anak muda yang gemar nongkrong di kedai kopi dan kehadiran platform untuk memesan makanan dan minuman secara online yang semakin memudahkan untuk membeli kopi.
ADVERTISEMENT
Kenaikan konsumsi domestik terhadap kopi kemudian juga berimbas pada banyaknya kemunculan kedai kopi di kota-kota besar Indonesia, termasuk Kota Bandung. Berdasarkan hasil riset TOFFIN, pada tahun 2019 setidaknya terdapat 2.950 gerai kedai kopi. Angka ini tentu tidak termasuk kedai-kedai kopi kecil yang tidak tercatat, dan kemungkinan akan bertambah banyak mengingat konsumsi terhadap kopi semakin meningkat.
Jika dilihat dari sejarahnya, budaya minum kopi sendiri muncul ketika Belanda membawa kopi dari India pada tahun 1696 (Aryani, 2019). Saat itu, minum kopi atau ngopi menjadi salah satu cara untuk berkumpul pada setiap acara masyarakat, bahkan dalam tradisi Jawa dan Sunda, kopi dianggap sakral dan menjadi salah satu media sesajen. Hal ini dalam beberapa referensi disebutkan karena kopi identik dengan hasil panen para petani, sehingga kopi menjadi salah satu bahan pangan yang dijadikan sesajen sebagai imbalan atau bahkan harapan agar kopi yang ditanamnya tetap subur dan membawa keberkahan.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan zaman dahulu, budaya minum kopi pada era sekarang perlahan berubah menjadi gaya hidup, khususnya identik dengan anak muda. Hal tersebut yang menjadi salah satu faktor penyebab kedai kopi kemudian identik dengan orang-orang untuk nongkrong atau sekadar belajar, selain memang makna kopi yang kadang diperuntukkan untuk nongkrong atau mengobrol. Ini yang membuat kata “ngopi” berubah arti menjadi ajakan untuk mengobrol tanpa arah di suatu kedai kopi.
Beberapa tahun berselang, tepatnya pada tahun 2014 hingga sekarang, kemudian muncul kedai-kedai kopi tandingan yang lebih terjangkau dan bahkan dimiliki oleh anak-anak muda Indonesia. Hal ini dipicu ketika pemerintah Indonesia melalui BEKRAF (Badan Ekonomi Kreatif), mendukung konsumsi produk lokal salah satunya adalah biji kopi. Dari kebijakan itulah menjadi salah satu penyebab menjamurnya kedai kopi di Indonesia, di samping masyarakat kita yang memang gemar berkumpul dan nongkrong.
ADVERTISEMENT
Selain melalui kebijakan pemerintah, tren kemunculan kopi kekinian dan kegemaran anak muda ngopi turut dimeriahkan dan dipengaruhi oleh salah satu film yang cukup populer di Indonesia. Film tersebut adalah film Filosofi Kopi (2015). Film tersebut merupakan adaptasi dari cerita pendek Dee Lestari yang kurang lebih menceritakan dua orang sahabat yang gemar minum kopi dan mencoba untuk membuka usaha kedai kopi bernama Filosofi Kopi.
Film yang ditonton 230 ribuan orang ini, menginspirasi banyak orang terutama anak muda untuk membuka usaha kedai kopi yang mengusung tema-tema unik atau menjadi gemar untuk mengonsumi kopi dan menongkrong di kedai kopi.
Kebijakan pemerintah perihal kopi dan strategi populer melalui film kemudian memengaruhi anak muda untuk membuka usaha kopi atau menyukai kopi. Hal ini dapat dilihat dari menjamurnya kedai kopi setelah tahun 2015 yang juga telah disinggung pada awal tulisan. Hal ini juga dibarengi dengan kemunculan band-band indie yang kemudian membuat kopi dan indie menjadi perpaduan yang identik. Bahkan, sampai sekarang, istilah senja kopi indie, menjadi suatu padanan yang tidak dapat dipisahkan.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari hal-hal itu, ada suatu hal yang juga menarik dari keberadaan dan menjamurnya kedai-kedai kopi kekinian di Indonesia, terutama di kota-kota besar seperti Kota Bandung pada tahun 2015 hingga sekarang. Yang menarik dari keberdaan kedai kopi tersebut adalah jika dilihat lebih dekat dan saksama, keda-kedai kopi tersebut memiliki bentuk dan gaya desain interior bangunan yang hampir serupa, yaitu mengusung konsep interior bekas bangunan atau bangunan yang belum jadi.
Dalam desain interior, konsep coffee shop bekas bangunan ini dinamakan unfinished design. Maraknya kemunculan gaya unfinished design ini sebenarnya semacam kejenuhan akan gaya desain minimalis yang memang menjamur sebelum kemunculan konsep tersebut. Namun, karena banyaknya yang mengusung tema minimalis membuat masyarakat merasa bosan, oleh karena itu beberapa kedai kopi kemudian mengusung tema yang justru kebalikan dari minimalis, yaitu tema unfinished design yang mirip dengan bekas bangunan atau bangunan yang belum jadi.
Tema unfinished design sendiri sebenarnya memiliki kemiripan dengan desain interior yang mengusung tema vintage atau zaman dahulu. Hal tersebut juga dibarengi dengan gelombang anak-anak muda yang kemudian banyak menyukai hal-hal yang berbau vintage atau zaman dahulu. Ini bisa dilihat dari lagu-lagu jadul yang didengar, koleksi vinyl, sampai pakaian-pakaian jadul yang dikenakan.
ADVERTISEMENT
Bahkan, terdapat salah satu fenomena menarik yang sempat viral dan membuat banyak anak-anak muda melakukannya yaitu thrifting atau membeli baju-baju bekas di toko-toko luak. Ini menandakan bahwa terdapat fenomena menarik yang membuat anak-anak muda Indonesia kembali ke zaman dahulu dan justru dianggap estetik atau gaul alih-alih dianggap norak dan ketinggalan zaman.
Fenomena ini juga yang kemudian menjadi salah satu alasan mengapa kedai kopi ikut-ikutan mengusung tema vintage dan bekas bangunan. Selain harga dekorasi dan bekas bangunan yang tentu lebih murah karena seakan-akan hanya menggunakan barang dan furnitur seadanya, tema tersebut juga menjadi salah satu upaya keda kopi agar semakin relevan dan disukai anak muda. Hal tersebut kemudian dapat dibuktikan dengan menjamurnya kedai kopi yang mengusung tema serupa.
ADVERTISEMENT
Kehadiran konsep unfinished design pada kedai kopi juga dibarengi dengan fenomena media sosial dan citra. Orang-orang yang sering mengunggah dirinya sedang berada di tempat kopi, seakan-akan ingin menunjukkan kelas dirinya dalam media sosial, sehingga hal ini membuat tempat kopi semakin lama menjadi gaya hidup yang menjadi identitas tersendiri bagi anak-anak muda di perkotaan. Ini yang kemudian juga membuat konsep unfinished design identik dengan furnitur yang dianggap fotogenik atau instagramable.
Meskipun terkesan seadanya, dari beberapa kedai kopi yang saya kunjungi dengan mengusung tema unfinished design, kedai kopi tersebut tetap memperhatikan kenyamanan pengunjung, seperti adanya pendingin ruangan, alunan musik, toilet yang bersih, sampai kehadiran Wi-Fi yang memang menjadi primadona ketika berkunjung ke suatu kedai kopi. Ini yang kemudian membuat para pengunjung betah untuk mengerjakan sesuatu dan bisa berdiam diri beberapa jam di kedai kopi tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain karena budaya anak muda yang kemudian kembali pada era-era 90-an dan kedai kopi berusaha untuk mengimbangi hal-hal yang sedang marak terjadi pada anak muda zaman sekarang, secara kesan dan makna, unfinished design memiliki arti tersendiri yang dicirikan dari beberapa elemen-elemen interior di antaranya: nuansa yang mirip gaya industrial, menggunakan bahan material tanpa finishing seperti batu-bata, kayu, elemen-elemen alam, bahkan hanya aci semen.
Kemudian pada dominasi warna interior, konsep unfinished design banyak menggunakan warna abu-abu, cokelat, sampai hitam yang banyak menyerupai tone bumi atau earth tone. Selain itu, konsep tersebut juga diisi oleh pernak-pernik lain yang menambah kesan vintage atau kesan homey. Seperti buku-buku yang dipajang seadanya, lampu yang agak kekuningan, dan meja-meja yang mungil.
ADVERTISEMENT
Nah, ciri-ciri tersebut memberikan kesan yang sejuk dan cozy, sehingga para pengunjung merasa betah dan nyaman. Namun, tentu hal ini harus dibarengi dengan sirkulasi udara yang nyaman dan berada di tempat-tempat yang tidak gersang. Sebab, jika memiliki sirkulasi udara yang buruk, tidak ada tanaman penghias, dan berada di tempat yang panas tanpa pendingin ruangan, konsep unfinished design justru akan gagal dan membuat pengunjung tidak nyaman.