Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Benarkah Belajar Bahasa Asing Itu Susah?
25 Agustus 2018 0:02 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
Tulisan dari Elfani Prassanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
(Sumber: Wikimedia commons)
Belajar bahasa asing menjadi sebuah tantangan tersendiri. Apalagi kalau bahasa asing tersebut disertai dengan huruf yang tidak akrab di mata kita sehari-hari (selain alfabet), seperti bahasa Rusia, Thailand, Arab, China, ataupun bahasa Jepang. Melihat huruf-hurufnya saja sudah terpelintir rasanya mata ini, belum lagi harus menguasai tata bahasa, nada kata per kata yang dapat membedakan arti, menghafal kosa kata, serta nuansa bahasanya.
ADVERTISEMENT
Di era globalisasi seperti saat ini, penguasaan satu bahasa asing sudah menjadi suatu keharusan. Penguasaan dua bahasa asing ataupun lebih akan menjadi nilai tambah untuk kita. Menurut statistik Vistawide tentang urutan 30 bahasa yang paling banyak penuturnya, bahasa Mandarin menempati urutan pertama dengan total 1 miliar penutur. Berturut-turut kemudian ada bahasa Hindi, Spanyol, Inggris, Arab, Portugis, Bengali, Rusia, Jepang, dan Jerman di urutan ke-10.
Dari 10 besar tersebut, ada setidaknya 6 bahasa yang memiliki huruf yang khas: Mandarin, Hindi, Bengali, Arab, Rusia, dan Jepang. Bahasa Hindi dan Bengali memiliki akar yang sama dari bahasa Sanskerta, namun dalam huruf penulisan memiliki khasnya masing-masing. Demikian pula huruf Mandarin dan Jepang yang sama-sama berhuruf kanji namun memiliki pembeda yang khas baik dari bentuk kanji serta cara pelafalan.
ADVERTISEMENT
Saya akan coba ambil contoh bahasa Jepang. Bahasa Jepang memakai 4 macam huruf dalam penulisan sehari-hari. Yang paling banyak digunakan adalah huruf kanji turunan dari China yang jumlahnya kira-kira mencapai 50.000 kanji. Selain itu ada hiragana (huruf asli Jepang) yang terdiri dari 46 huruf terbagi atas huruf vokal dan gabungan konsonan-vokal. Hiragana digunakan untuk menulis cara baca kanji serta untuk menulis bahasa asli Jepang yang digabungkan dengan kanji.
Ada lagi katakana yang berjumlah 46 huruf, terdiri dari vokal serta gabungan konsonan-vokal, berguna untuk menulis kata serapan dari bahasa asing. Nama orang asing ditulis dengan katakana. Alfabet (huruf latin) yang biasa kita kenal juga dipakai di Jepang, namun jumlahnya tidak terlalu banyak. Mereka menyebutnya sebagai Romaji.
(Hiragana dan Katakana beserta cara baca dalam Romaji / Sumber: Wikipedia)
ADVERTISEMENT
Huruf kanji dalam bahasa Jepang tidak hanya memiliki satu jenis pelafalan, tapi bisa ada 2 atau lebih cara melafalkannya. Inilah sebabnya tidak ada metode atau rumus yang pas dalam menghafal kanji Jepang. Yang harus dilakukan adalah menghafal kanji satu persatu termasuk semua kemungkinan pelafalan kanji tersebut.
Ada pula satu kata dalam bahasa Jepang dapat dituliskan dalam 2 jenis kanji yang berbeda tergantung arti dan posisi dalam kalimat. Seperti contoh, kata naosu: dalam arti menyembuhkan, ditulis dalam huruf 治す dan akan ditulis berbeda seperti ini 直す ketika artinya adalah memperbaiki sesuatu.
ADVERTISEMENT
Penulisan kalimat dalam bahasa Jepang tidak menggunakan spasi. Pembacanya akan tahu secara alamiah pembagian kata dalam sebuah kalimat. Tanda baca titik dan koma dipakai pada akhir kalimat dan antar kalimat. Namun tanda tanya tidak lazim digunakan dalam penulisan formal karena makna pertanyaan sudah terkandung dalam predikat yang digunakan dalam kalimat tersebut. Tata urutan kalimat tunggal dalam bahasa Jepang adalah subjek-objek atau keterangan-kata kerja.
Meskipun terlihat complicated, ternyata jumlah orang Indonesia yang belajar bahasa Jepang jumlahnya mencapai 870.000 (data pada 2015) sehingga menjadikan bahasa Jepang menjadi bahasa kedua yang terbanyak dipelajari setelah Tiongkok. Hal ini tidak terlepas dari upaya Jepang melalui perwakilannya ataupun berbagai yayasan ataupun asosiasi persahabatan seperti Japan Foundation untuk terus memperkenalkan bahasa Jepang melalui berbagai aktivitas.
ADVERTISEMENT
Bantuan dana kepada universitas yang menyelenggarakan studi bahasa Jepang, penyelenggaraan kursus bahasa Jepang, pengiriman pelajar untuk belajar bahasa di Jepang dengan beasiswa menjadi contoh-contoh konkret upaya Jepang dalam program bahasa. Mereka juga memiliki program Nihongo Partners sejak 2014 sampai 2020, yakni pengiriman tenaga pengajar baik sukarelawan ataupun guru ke sekolah-sekolah di negara ASEAN termasuk Indonesia yang memiliki studi bahasa Jepang.
Pada 2018 bertepatan dengan tahun kelima program tersebut, 150 orang akan dikirimkan dan disebarkan ke seluruh penjuru Indonesia melalui kerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Sebaliknya, peminat bahasa Indonesia di Jepang juga ada meskipun jumlahnya belum sebanyak pelajar bahasa Jepang di Indonesia. Ada beberapa universitas di Jepang yang memiliki program Bahasa Indonesia baik sebagai mata kuliah umum maupun mata kuliah pilihan. Tokyo University of Foreign Studies mengajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa asing kedua setelah bahasa Inggris. Universitas ternama lain seperti Universitas Chuo, Universitas Kanda, Universitas Osaka, dan beberapa yang lainnya juga menyelenggarakan studi tentang Indonesia dan bahasa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Memang salah satu kunci penguasaan bahasa hingga tingkat mahir adalah adanya kesempatan untuk praktik secara langsung di negara asal bahasa tersebut. Nuansa dan gaya bahasa serta 'keterpaksaan' untuk berkomunikasi dengan bahasa setempat akan menempa kemampuan berbahasa seseorang menjadi lebih baik.
Salah seorang guru bahasa saya pernah menyampaikan, “apabila kamu sudah bisa bermimpi dalam bahasa asing, berarti kamu sudah sangat memahami bahasa tersebut.”
Bahasa sangat penting sebagai jembatan untuk saling mengenal antar dua negara dan dua budaya. Hal ini disadari betul oleh semua pelaku diplomasi di berbagai negara dan diimplementasikan dalam berbagai program. Seperti kutipan bahwa “Learning a second language not only has cognitive and academic benefits, it also supports a greater sense of openness to and appreciation for other cultures” (Tochon, 2009).
ADVERTISEMENT
Belajar bahasa tidak hanya mengenal tata bahasa dan menambah kosa kata semata, namun menambah kepekaan seseorang akan nuansa bahasa yang disesuaikan dengan budaya setempat. Dengan belajar bahasa, sesungguhnya secara langsung maupun tidak langsung akan mempelajari budaya dan masyarakat setempat.
Penguasaan semua hal itu akan semakin membuka wawasan tentang negara tersebut dari berbagai sisi: politik, ekonomi, sosial, dan hal lainnya. Penguasaan bahasa setempat akan mempermudah komunikasi dan membangun hubungan interpersonal yang kondusif.
Setidaknya ada 3 motivasi utama ketika seseorang ingin mempelajari bahasa asing, yakni untuk keperluan pekerjaan dan bisnis, untuk mengenal budaya baru dan wawasan baru, serta untuk keperluan travelling. Susah atau mudah dalam mempelajarinya, akan sangat tergantung dari seberapa besar niat, tujuan, dan usaha dalam mempelajari bahasa tersebut. Seperti contoh bahasa Jepang, meskipun terlihat rumit, namun jumlah peminatnya masih cukup banyak.
ADVERTISEMENT
Bahasa Rusia, bahasa Mandarin, maupun bahasa Arab yang juga memiliki huruf yang khas, pasti memiliki daya tarik tersendiri yang menyebabkan peminatnya masih terus ada. Secara umum, tidak ada yang sulit dalam belajar bahasa asing.