Emergensi Perlindungan Data Pribadi di Indonesia

Elfian Fauzy, SH
Mahasiswa Magister Hukum Universitas Islam Indonesia dan Pemerhati Hukum Siber
Konten dari Pengguna
27 Januari 2022 15:09 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Elfian Fauzy, SH tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pengamanan data pribadi. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengamanan data pribadi. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Dewasa ini, kita pasti sadar bahwa peradaban dunia selalu identik dengan fenomena globalisasi melalui kemajuan teknologi yang berlangsung hampir di seluruh bidang kehidupan manusia. Hal tersebut senada dengan pendapat Soerjono Soekanto bahwa kemajuan di bidang teknologi akan berjalan bersamaan dengan munculnya perubahan-perubahan di bidang kemasyarakatan. Perubahan tersebut dapat bersentuhan langsung dengan nilai sosial, kaidah-kaidah sosial, pola-pola perikelakuan, organisasi, dan susunan lembaga kemasyarakatan.
ADVERTISEMENT
Peningkatan yang masif dari aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat dunia telah memasuki kepada suatu peradaban yang berorientasi kepada informasi dan data. Teknologi informasi melingkupi sistem yang melakukan pengumpulan (collect), menyimpan (store), memproses, memproduksi, dan mengirimkan informasi ke lini industri ataupun masyarakat secara efektif dan cepat.
Salah satu isu yang menarik untuk dibahas dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi adalah fenomena kejahatan dunia maya atau sering disebut dengan cyber crime. Dengan pesatnya kemajuan teknologi secara tidak langsung telah menjadi pedang bermata dua, selain memberikan kemudahan dan kontribusi di berbagai aspek kehidupan manusia, teknologi juga menjadi sarana efektif untuk melakukan perbuatan melawan hukum.
Jika dirunut dari sejarahnya, sejak 2003, kasus cyber crime telah mulai bermunculan dengan memanfaatkan kemajuan dari teknologi informasi dan komunikasi, seperti pencurian data, kejahatan carding, skimming, hacking, cracking, phising (internet banking fraud), malware (virus, worm, trojan), pornografi, perjudian online, hingga ke kejahatan transnasional (perdagangan narkoba, terorisme, human trafficking, dan money laundering) yang kesemua kejahatan tersebut bisa dengan mudah dan efektif dilakukan melalui kemajuan teknologi.
ADVERTISEMENT
Cyber crime juga berpotensi dilakukan melalui penyalahgunaan teknologi pada sektor pengelolaan data dan informasi. Dengan akses dunia yang menjadi tanpa batas (borderless), menyebabkan semakin mudahnya data pribadi untuk disalahgunakan, hal ini juga didukung dengan semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan internet dan media elektronik sebagai alat komunikasi yang memiliki potensi terjadinya pelanggaran terhadap data pribadi melalui pembobolan dan pencurian.
Perlindungan Data Pribadi
Jika kita merujuk pada RUU Perlindungan Data Pribadi, disebutkan bahwa Data Pribadi adalah setiap data tentang seseorang baik yang teridentifikasi dan/atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektonik dan/atau nonelektronik. Senada dengan hal tersebut, Jerry Kang seorang Ahli Hukum di Amerika Serikat mengemukakan bahwa data pribadi pada prinsipnya menggambarkan suatu informasi yang erat kaitannya dengan individu yang akan membedakan karakteristik satu sama lain.
ADVERTISEMENT
Prinsipnya, perlindungan data pribadi terbagi dalam dua jenis. Pertama, perlindungan data pribadi berupa pengamanan terhadap fisik data. Kedua, bentuk perlindungan data berupa pembentukan regulasi yang mengatur tentang penggunaan data oleh pihak yang tidak memiliki wewenang, penyalahgunaan data untuk kepentingan tersentu, dan perusakan terhadap data itu sendiri.
Berbagai kasus penyalahgunaan data pribadi yang terjadi belakangan ini sangat mengejutkan masyarakat. Data pribadi seakan menjadi “barang seksi” bagi pihak yang tidak bertanggung jawab. Terlebih, sejak semakin masifnya penggunaan perangkat elektronik di era Pandemi Covid-19. Masih membekas pada ingatan kita, kasus kebocoran data pada sektor swasta dan publik. Sebut saja, Pertama, pada Juli 2021 terjadi dugaan kebocoran data terhadap dua juta nasabah BRI Life yang merupakan anak perusahaan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kedua, kebocoran data yang terjadi terhadap 1.3 juta pengguna aplikasi Electronic Health Alerd Card (eHAC) dari Kementerian Kesehatan.
ADVERTISEMENT
Ketiga, kasus yang menimpa BPJS Kesehatan yang diduga mengalami kebocoran data hingga 279 juta data penduduk dan dijual di forum hacker. Bahkan, pelaku juga memberikan 1 juta sampel data secara gratis pada Raidforum. Kemudian juga terdapat kasus kebocoran data pihak Kepolisian dan peretasan data sub domain Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Terakhir, kasus yang baru terjadi pada pertengahan Januari 2022, melalui platform keamanan siber DarkTracer yang mengungkap kebocoran data dari Bank Indonesia yang diretas oleh kelompok ransomware Conti.
Beragamnya kasus pelanggaran data pribadi di Indonesia belum diiringi oleh instrumen hukum yang komprehensif, saat ini Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) belum kunjung mendapatkan titik terang untuk di sahkan sejak pengusulan awalnya di tahun 2016. Padahal telah jelas dan nyata, bahwa ancaman terhadap pelanggaran data pribadi semakin serius dan eskalasinya bisa membahayakan kedaulatan negara.
ADVERTISEMENT
Titik Nyata Darurat
Saat ini, seperti yang kita ketahui bahwa Pemerintah dan DPR telah resmi mengumumkan RUU Perlindungan Data Pribadi akan masuk ke dalam Proglam Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2022. Artinya, kita kembali berhadapan dengan harapan bahwa RUU Perlindungan Data Pribadi akan selesai tahun ini. Terlebih, pada Pidato Kenegaraan 16 Agustus 2021, Presiden Joko Widodo secara tegas mengatakan pentingnya keberadaan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Indonesia.
Bukanlah tanpa alasan kenapa RUU Perlindungan Data Pribadi harus segera disahkan, konstitusi kita melalui Pasal 28 G mengatakan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”. Amanah ini tegas dan jelas bahwa perlindungan data pribadi bagi setiap warga negara Indonesia merupakan hak asasi manusia.
ADVERTISEMENT
Masyarakat juga saat ini semakin paham akan pentingnya Perlindungan Data Pribadi, melalui Litbang Kompas disebutkan bahwa ada 1007 responden dengan minimal usia 17 tahun di 34 provinsi yang diwawancara. Proses survei menggunakan telepon yang dilakukan sejak 23-27 Februari 2021. Hasil survei tersebut menunjukan bahwa 90 persen responden menjawab bahwa RUU Perlindungan Data Pribadi sangat penting untuk segera disahkan
Data pribadi merupakan elemen kunci bagi kebebasan dan harga diri bagi setiap individu. Berdasarkan Privacy International Report, Human Rights Comitte General Comment No. 16 bahwa perlindungan data pribadi menjadi sebuah pendorong kuat bagi terwujudnya kebebasan politik, spiritual, keagamaan, hingga kegiatan seksual. Pengumpulan dan penyerbaluasan data pribadi yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan merupakan pelanggaran terhadap hak privasi seseorang. Terlebih dalam era yang serba modern saat ini, informasi memiliki peran yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Data pribadi juga bukan hanya data, ungkapan bahwa data is a new oil bukanlah tanpa argumen yang kuat. Data pribadi merupakan suatu aset atau komoditi yang bernilai ekonomi tinggi saat ini.
ADVERTISEMENT
Elfian Fauzy, S.H.
Junior Associate Isdiyanto Law Office, Peneliti PSHK FH UII, dan Anggota Asosiasi Praktisi Perlindungan Data (APPDI)