Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Huru-Hara Kenaikan Tarif PPN 12%: Tahun Baru, Skema Baru
2 Januari 2025 11:27 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Elfina Dea Rosalita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bagaimana Dampak Kenaikan Tarif PPN 12% Terhadap Masyarakat Luas?
ADVERTISEMENT
Peneliti ekonomi dari Universitas Padjadjaran menyebut kenaikan PPN 12 persen akan berdampak terjadinya inflasi serta penurunan daya beli masyarakat yang secara jangka panjang dapat memicu perlambatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan angka pengangguran.
ADVERTISEMENT
Di tengah kondisi masyarakat saat ini, pemerintah mencanangkan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% per 1 Januari 2025. Tarif PPN 12% mengacu pada pasal 7 ayat (2) Undang-Undang No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan . Bahkan, tarif PPN dapat naik hingga 15% di kemudian hari sebagaimana bunyi pasal 7 ayat (3). Dari sisi pemerintah, kenaikan tarif PPN ini akan mengoptimalkan penerimaan negara, sehingga dapat mendukung pemulihan ekonomi dan pembangunan. Lalu, bagaimana dampaknya terhadap masyarakat?
PPN Naik, Harga Barang dan Jasa Naik
Adanya kenaikan statutory tax rate atau tarif yang tertulis secara legal sebesar 1% pada kenyataannya akan meningkatkan beban pajak sebesar 9% dari pajak sebelumnya. Jika sebelumnya masyarakat membayar PPN sebesar 110.000 rupiah untuk barang seharga 1 juta rupiah, dengan adanya PPN 12% maka masyarakat harus membayar pajak sebesar 120.000 rupiah. Terdapat peningkatan 10.000 rupiah atau dengan kata lain naik sebesar 9,09%.
ADVERTISEMENT
Kenaikan harga barang dan jasa akibat tarif PPN 12% sudah diumumkan oleh berbagai macam perusahaan yang menaungi berbagai bidang. Dari sisi kebutuhan pokok rumah tangga, PT Indofood yang mengumumkan bahwa tarif baru PPN 12% tetap berlaku untuk penjualan terigu dari Bogasari. Selain itu, pada tanggal 24 Desember 2024, PT Wings yang mengakomodir penjualan sabun, detergen, shampoo, pasta gigi, dan kebutuhan sejenisnya menyatakan bahwa per 1 Januari 2025 harga barang pada purchase order sudah menggunakan tarif PPN 12%.
Tidak hanya itu, masyarakat juga dihebohkan atas kenaikan tarif pada bidang teknologi dan komunikasi. Beberapa penyedia layanan jasa teknologi dan komunikasi seperti ICONNECT, rumahweb, Indosat Hifi, dan beberapa perusahaan sejenisnya menyatakan terdapat kenaikan tarif pajak menjadi 12% per tanggal 1 Januari 2025. Banyak perusahaan yang berbondong-bondong mengumumkan kenaikan tarif barang dan jasa imbas dari pernyataan kenaikan PPN 12% ini.
ADVERTISEMENT
Harga Melambung, Inflasi Membumbung
Kenaikan harga barang tentunya akan berdampak pada inflasi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) , pada November 2024, inflasi berada di angka 1,55 persen. Angka tersebut berpotensi melonjak mulai Januari 2025. Apabila melihat tren dari tahun sebelumnya, inflasi meningkat hingga menjelang bulan Ramadhan. Pada bulan Maret 2025 angka inflasi diprediksi dapat menyentuh angka lebih dari 3% atau diprediksi meningkat lebih besar dari tahun sebelumnya. Lonjakan tajam sangat mungkin terjadi dengan adanya kenaikan tarif PPN. Inflasi tersebut berkaitan erat dengan harga barang maupun jasa. Meskipun beberapa bahan pokok dikecualikan dalam pemberlakuan PPN, hal tersebut tetap akan memberikan efek domino bagi masyarakat.
Daya Beli Masyarakat Anjlok
ADVERTISEMENT
Adanya kenaikan harga dan inflasi secara tidak langsung akan meningkatkan biaya produksi dan konsumsi sehingga daya beli masyarakat cenderung melemah. Konsumen akan cenderung mengurangi atau bahkan membatalkan transaksi dan pembelian yang dikenakan PPN. Beberapa penelitian termasuk penelitian Junianto (2023) tentang PPN di negara berkembang mengungkapkan bahwa selama 2 - 3 tahun, konsumsi rumah tangga akan menurun sebesar 0,32% – 0,51% jika terjadi peningkatan sebesar 1%.
Saat terjadi penurunan daya beli masyarakat, maka otomatis omzet para pelaku usaha juga menurun karena penjualan turun. Ketika penjualan menurun maka akan berdampak pada kapasitas produksi. Hal ini berpotensi terjadinya pengurangan sumber daya seperti phk yang berakibat pada lonjakan angka pengangguran.
Kenaikan PPN menjadi momok baru bagi masyarakat pada momen tahun baru. Kebijakan ini memberikan efek domino bagi masyarakat secara luas. Lonjakan harga dan inflasi serta tergerusnya daya beli menjadi alasan utama kebijakan ini harus dipertimbangkan. Ketidakmerataan ekonomi di negeri ini juga menjadi tantangan yang harus dihadapi. Secara nasional, kenaikan harga mungkin tidak dipermasalahkan oleh beberapa kalangan. Namun, jika kita lihat disparitas harga yang ada di berbagai daerah cukup tragis.
Berdasarkan data SP2KP oleh Kementerian Perdagangan dalam upaya menjaga stabilitas harga barang kebutuhan pokok dan barang penting melalui SP2KP (Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok), di akhir tahun 2024, daerah dengan disparitas harga tertinggi paling banyak dialami oleh provinsi yang ada di Pulau Papua, yaitu Provinsi Papua Pegunungan, Papua Tengah, dan Papua Barat. Provinsi-provinsi tersebut memiliki disparitas harga tertinggi pada bahan pokok beras, minyak goreng sawit, daging ayam, telur ayam, dan daging sapi. Sebagai contoh harga beras medium mencapai angka Rp25.000 di Provinsi Papua Pegunungan. Harga tersebut hampir setara dengan dua kali lipat harga rata-rata beras medium nasional, yakni sebesar Rp14.500/kg. Hal tersebut tidak selaras dengan kondisi ekonomi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Parahnya lagi, minyak goreng sawit kemasan di Pulau Papua mencapai lebih dari Rp25.000 per liter, padahal di Pulau Jawa dengan disparitas harga minyak goreng sawit kemasan terendah hanya sebesar Rp19.600 per liter. Peningkatan PPN pada tahun 2025 dapat mengurangi konsumsi barang kebutuhan pokok di Papua karena masyarakat lebih memilih mengurangi konsumsi daripada membeli barang dengan harga lebih tinggi. Hal ini dapat memperlambat aktivitas ekonomi lokal dan memengaruhi kesejahteraan masyarakat di wilayah itu sendiri.
Kebijakan PPN 12% : Tahun Baru, Skema Baru
Huru-hara terkait PPN 12% masih berlanjut menjelang pergantian tahun. Pernyataan mengenai skema baru PPN sangat mengejutkan masyarakat seluruh Indonesia. Pada tanggal 1 Januari 2025, keyword PPN 12% menjadi trending pertama di kanal X. Bagaimana tidak, semua perusahaan yang sudah menyatakan sikap terkait penyesuaian tarif barang dan jasa mereka akibat kenaikan PPN 12% sudah dirilis dan dibagikan ke seluruh masyarakat. Akan tetapi, Ibu Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Rapat Tutup Kas APBN 2024 dan Launching Core Tax di Kementerian Keuangan menegaskan dalam unggahan Instagram bahwasannya Kebijakan PPN sesuai amanat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan UU 7/2021 mencakup poin-poin berikut.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Hal tersebut membuat masyarakat bingung dan mendesak beberapa perusahaan yang telah menyatakan sikap untuk meninjau ulang kebijakan mereka berdasarkan keputusan terbaru mengenai tarif PPN 12% ini. Banyak pihak juga mengimbau agar masyarakat tetap waspada dan mengawal kebijakan tarif PPN 12% yang diberlakukan mulai tahun 2025. Sebagai masyarakat kita harus bijak dalam menghadapi kasus ini. Jangan biarkan oknum tertentu memanfaatkan momen huru-hara kenaikan tarif PPN untuk kepentingan pribadi. Mari kawal terus implementasi kebijakan tarif PPN 12% di lapangan. #KawalPPN12%