Konten dari Pengguna

Fenomena Es Teh Jumbo: Melihat Benang Merah Budaya, Ekonomi, dan Ekologi

Elia Rosana Putri Wibawa
Mahasiswa Jurusan Sosiologi dan Antropologi, Universitas Negeri Semarang
3 Mei 2024 10:17 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Elia Rosana Putri Wibawa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi es teh manis. Foto: KateYudina/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi es teh manis. Foto: KateYudina/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Ngeteh sudah menjadi tradisi di telatah nusantara, meskipun menyeruput teh bukanlah kultur asli Indonesia melainkan warisan dari kolonial Belanda. Namun, ngeteh seolah sudah menjadi ritual wajib setiap kali menyambut tamu atau ketika akan menikmati kudapan.
ADVERTISEMENT
Tradisi ngeteh semula hidup di bilik rumah aristokrat, tetapi kemudian budaya ngeteh mulai tersebar dan berkembang di seluruh kalangan masyarakat menembus sekat-sekat sosial.
Hingga muncullah berbagai franschise es teh jumbo yang kini menjamur di setiap meter jalan raya. Nikmat memang meneguk es teh apalagi di kala cuaca panas seperti akhir-akhir ini, namun yang kurang disadari adalah semakin banyak kita mengkonsumsi es teh kemasan maka semakin banyak pula sampah plastik yang akan kita hasilkan.
Bayangkan saja jika dalam seminggu kita minum es teh kemasan sebanyak lima kali saja, coba jumlahkan berapa banyak sampah plastik dalam sebulan yang kemudian kita sumbangkan untuk ibu bumi?
Sebagai konsumen penikmat es teh jumbo kadang kala kita lupa untuk mengelola sampah pribadi kita, ujung-ujungnya ya masuk ke tong sampah lalu bermuara di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan menumpuk begitu saja menjadi lautan atau kadangkala menjelma bak gunung Everest.
ADVERTISEMENT
Sungguh ini bukan permasalahan yang sepele untuk jangka panjang. Kita ketahui bersama bahwa butuh ratusan tahun untuk sampah plastik dapat terurai sedangkan hanya perlu waktu lima menit bagi kita untuk meneguk es teh di siang hari yang begitu terik dan panas.
Fakta paling menyedihkan adalah jika terus dibiarkan begini, beberapa puluh tahun kedepan anak-anak kita mungkin saja tidak lagi bisa menikmati pemandangan hijau nan asri, melainkan terpaksa menyiksa mata dengan panorama sampah dimana-mana.
Oleh karena itu, perlu digerakkan langkah perubahan dari hulu hingga ke hilir untuk mengatasi permasalahan sampah plastik akibat ledakan franchise es teh jumbo ini.

Dilema antara Pertumbuhan Ekonomi dan Perubahan Iklim

Bak mata koin bersisi ganda, menjamurnya berbagai franchise es teh jumbo sekarang ini seolah menghadapi dilema antara pertumbuhan ekonomi dan perubahan iklim. Di satu sisi keberadaan fenomena es teh jumbo telah mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat karena kemudian membuka lapangan pekerjaan dan menjadi ladang memanen pendapatan.
ADVERTISEMENT
Namun di sisi lain, tidak bisa dipungkiri bahwa ledakan franchise es teh jumbo dapat semakin memperparah permasalahan mengenai sampah plastik dan memperkeruh perubahan iklim.

Tangisan Ibu Bumi

“Anakku ibu kesakitan, tubuh ibu makin lama makin rusak karena perangaimu”. Kira-kira apakah itu yang akan dikatakan oleh ibu bumi ketika diberi kesempatan untuk berbicara? Semakin lama ibu bumi semakin rapuh. Bukan hanya karena usia melainkan jika dalam ilmu sosial ada yang disebut sebagai antrophogenic atau istilah lainnya adalah human made induced climate change.
Sehingga proses perubahan iklim tidak semata-mata dipandang hanya sebagai sebuah fenomena alam, melainkan juga fenomena yang melibatkan aktivitas manusia. Seperti yang telah disebutkan diawal bahwa sebagai konsumen es teh jumbo, seringkali masyarakat masih kurang memiliki kesadaran untuk bertanggung jawab atas pengelolaan sampah pribadinya.
ADVERTISEMENT
Perlu disadari bahwa mengelola sampah pribadi bukan berarti hanya melakukan pemilahan atau membuang sampah pada tempatnya melainkan juga menerapkan diet terhadap penggunaan sampah terutama plastik sekali pakai.

Bukan Hanya Mitos

Permasalahan sampah plastik dan perubahan iklim bukan sekedar mitos belaka. Penjelasan mengenai bagaimana sampah terutama plastik memberikan kontribusi terhadap perubahan iklim sudah banyak dibahas di berbagai platform media massa dan artikel jurnal.
Ada sebuah penelitian menarik yang mengkaji mengenai kaitan mendasar antara perubahan iklim dan polusi sampah plastik yaitu “The Fundamental Links Between Climate Change and Marine Plastic Pollution” yang diterbitkan oleh Science of the Total Environtment.
Secara garis besar artikel jurnal itu menjelaskan mengenai dampak polusi sampah plastik terhadap mahkluk hidup dan perubahan iklim menggunakan perspektif sains. Di Indonesia sendiri, populasi sampah pada tahun 2023 telah mencapai 19,5 ton dan ada sekitar 34,07% yang kemudian tidak terkelola.
ADVERTISEMENT
Menurut Katadata, bahkan Indonesia menduduki peringkat keenam penyumbang emisi gas rumah kaca setelah Tiongkok, Amerika Serikat, India, Uni Eropa, dan Rusia. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa emisi gas rumah kaca dapat memicu peningkatan global warming.
Maka dari itu, permasalahan sampah plastik tidak lagi bisa diabaikan begitu saja, karena masa depan anak-anak kita bergantung dari bagaimana kita memperlakukan ibu bumi saat ini.

Sebuah Tawaran menuju Perubahan

Demi menjaga dunia tetap layak huni bagi anak-anak kita di masa mendatang ada beberapa area yang perlu dibereskan terkait dengan gempuran fenomena es teh jumbo ini.
Area pertama adalah regulasi. Pada area regulasi ini dibutuhkan usaha penegakan dan peninjauan ulang pada peraturan mengenai peta jalan pengurangan sampah oleh produsen. Pemerintah harus mendorong produsen, dalam konteks ini adalah pengusaha franchise es teh jumbo untuk tidak lagi menggunakan plastik sekali pakai sebagai kemasan.
ADVERTISEMENT
Area kedua, penertiban. Pada area penertiban ini perlu sinergi antara publik dengan pemerintah untuk sama-sama melakukan pengawasan dan menertibkan setiap pengusaha franchise es teh jumbo agar menaati peraturan mengenai peta jalan pengurangan sampah oleh produsen.
Area ketiga, penyadaran. Perlu kesadaran dari kita semua untuk tidak hanya mengelola sampah pribadi kita melainkan juga melakukan diet sampah plastik sebab memilah dan mendaur ulang sampah saja masih belum cukup. Apabila sampah didaur ulang ada beberapa hal yang kemudian menjadi kelemahan seperti perlu lebih banyak biaya dan masih berpotensi untuk kembali lagi menjadi sampah.
Tidak ada larangan memang untuk membeli dan mengkonsumsi es teh kemasan, namun untuk memperpanjang usia ibu bumi mungkin menggunakan tumbler atau alat minum sendiri bisa menjadi alternatif solusi.
ADVERTISEMENT
Mengutip pepatah dari Mahatma Gandhi, “Jadilah perubahan seperti yang ingin anda lihat di dunia”. Maka mari kita memulai setiap langkah kecil dari hari ke hari untuk menjaga keberlanjutan ibu bumi dan menciptakan dunia yang layak huni bagi anak-anak kita di masa depan dengan “say no to single-use plastic”.