Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.0
Konten dari Pengguna
Kopi Togog: Moral Ekonomi dan Jalinan Kolaborasi dengan Mahasiswa Unnes Giat 9
23 Agustus 2024 18:18 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Elia Rosana Putri Wibawa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Sumber : Dokumentasi Pribadi](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01j5z2vyxvzgvgycazzpqv9ren.jpg)
ADVERTISEMENT
Sebuah kesempatan emas pada tanggal 11 Juli 2024, mahasiswa Unnes Giat 9 dapat melakukan kunjungan ke salah satu Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang berada di Dusun Porot, Desa Getas, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
Dalam percakapan menyenangkan bersama pemilik usaha Kopi Togog, bapak Parmin. Beliau menuturkan bahwa masih sangat minim masyarakat di Desa Getas yang mengolah hasil perkebunan kopinya. Sebagian besar hanya menjual hasil perkebunan kopi mereka langsung kepada tengkulak berupa petik merah atau bahkan ketika masih petik hijau karena berbagai alasan.
Sejalan dengan moral ekonomi petani menurut James Scott, secara umum para petani menganut etika subsistensi. Etika subsistensi melandasi segala tingkah laku dan tindakan petani untuk bertahan hidup dalam kondisi minimal. Dibandingkan mencoba meraih keuntungan bagi jangka panjang, kehidupan petani yang dekat dengan subsistensi akan lebih memilih mengutamakan apa yang dianggap aman.
Dalam kondisi subsistensi, kebanyakan petani menganut prinsip ‘safety first’. Prinsip inilah yang kemudian mengesampingkan berbagai pilihan yang mungkin saja dapat mendatangkan keuntungan, namun karena enggan menanggung risiko para petani cenderung akan memilih menjalani kehidupan di zona aman meskipun stagnan.
ADVERTISEMENT
Seperti yang nampak pada kehidupan para petani di Desa Getas, etika subsistensi ternyata masih sangat mendominasi. Hal itu dapat dilihat dari kecenderungan mayoritas petani disana yang lebih memilih menjual hasil perkebunan kopinya ke tengkulak dengan sistem tebasan. Meskipun harga jual yang ditetapkan tentu jauh lebih rendah, mereka tetap melakukan hal itu karena desakan kebutuhan.
Belum lagi, sebagian besar petani disana tidak berani mengambil risiko apabila menyimpan hasil perkebunan kopinya terlalu lama, mereka takut apabila sewaktu-waktu harga jual akan turun dan terpaksa harus menderita kerugian. Bagi mereka, selagi kebutuhan sehari-hari sudah terpenuhi, mencari inovasi untuk menghasilkan keuntungan yang lebih besar lagi sepertinya tidak penting-penting amat.
Berani Beda
Bak emas diantara pasir, bapak Parmin atau lebih akrab disapa dengan panggilan pak Togog memiliki moral ekonomi berbeda dari petani yang lain. Bisa dikatakan pak Togog adalah orang yang pandai dalam melihat peluang usaha dan tidak takut mengambil risiko. Pak Togog menjadi petani yang berjiwa kewirausahaan. Dibandingkan menjual hasil perkebunan kopi kepada tengkulak dengan harga kisaran Rp.11.000-18.000 saja untuk setiap kilonya, beliau lebih memilih mengolah hasil perkebunan kopinya sendiri meskipun harus menanggung segala risiko yang mungkin disuguhkan.
ADVERTISEMENT
Dalam proses membangun usaha Kopi Togog, begitu banyak asam garam yang harus ditelan oleh pak Parmin, bahkan hingga patah jari tangannya ketika sedang menggunakan mesin selep untuk mengolah buah kopi kering menjadi green bean. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat beliau dalam mengembangkan usaha Kopi Togog sampai sekarang.
Petani Kopi Inovatif dan Murah Hati
Sebagai petani berjiwa wirausaha selain tidak takut mengambil risiko, pak Togog juga merupakan seorang yang inovatif sekaligus murah hati. Bagaimana tidak, secara konsisten dan telaten beliau terus mempelajari teknik mengolah biji kopi hingga dapat menghasilkan berbagai varian seperti sekarang mulai dari natural, semi wash, full wash, honey, sampai dengan yang dibilang kopi mirip anggur atau wine hanya dengan bermodalkan belajar otodidak.
ADVERTISEMENT
Inovasi dalam hal rasa, proses, roasting, dan kemasan terus dilakukan oleh pak Togog demi meningkatkan kualitas serta daya jual produk kopinya. Terbukti dengan kemauan dan kerja keras yang beliau ikhtiarkan selama ini, pak Togog dapat mengubah harga jual kopi yang semula hanya ada di kisaran Rp.11.000-65.000 menjadi Rp.100.000-160.000 per kilo.
Bukan hanya inovatif mengolah biji kopi, pak Togog ternyata merupakan cerminan dari malaikat tak bersayap. Kebaikan hati untuk berbagi telah menjadi salah satu tonggak hidup beliau. Dengan berbagi orang tidak akan rugi, kira-kira seperti itulah yang menjadi motto pak Togog dalam menjalani usahanya. Sehingga tidak heran apabila dalam aktivitas jual beli atau transaksi dengan pelanggan, beliau sering memberikan diskon maupun sampel produk gratis.
ADVERTISEMENT
Menurut pak Togog yang paling penting dalam hidup ini adalah menjalin dan menjaga persaudaraan dengan sesama. Bagi beliau berbagi dapat menjadi salah satu jalan memperkuat rasa persaudaraan itu. Lebih lagi, kemurahan hati pak Togog bukan hanya sampai disitu, beliau bahkan membuka diri untuk orang-orang yang ingin belajar tentang seluk-beluk pengolahan biji kopi tanpa perasaan takut akan disaingi atau bagaimana. Menurut pak Togog, teknik mudah ditiru tetapi kekonsistenan dan ketelatenan sulit dipraktikkan.
Kolaborasi Mahasiswa Unnes Giat 9 dan Usaha Kopi Togog
Melihat kondisi awal dimana sebagian besar petani di Desa Getas masih belum menyadari potensi dari olahan biji kopi dan lebih memilih jalan praktis dalam memperoleh kecukupan finansial. Mahasiswa Unnes Giat 9, Muhamad Muhtar Allawi mencoba menyelenggarakan sosialisasi terkait ‘Teknik Pengolahan Tepat Hasil Panen Kopi Guna Meningkatkan Nilai Jual’ pada tanggal 10 Agustus 2024 dengan mengandeng Usaha Kopi Togog sebagai role model dan narasumber.
Dalam agenda sosialisasi ini, mahasiswa Unnes Giat 9 menjadikan petani perkebunan kopi sebagai target sasaran penyadaran. Dikemas secara sederhana dengan acara ngobras alias ngobrol bersama sambil minum kopi produksi pak Togog, banyak hal yang menjadi topik diskusi dalam sosialisasi ini mulai dari teknik perawatan kebun kopi, pemanenan buah kopi, proses pengolahan biji kopi hingga menghasilkan berbagai varian, teknik penjemuran, roasting, sampai dengan pengemasan kopi bubuk.
Diharapkan program kerja yang diadakan oleh mahasiswa Unnes Giat 9 ini dapat memberikan dampak berupa kesadaran bagi para petani perkebunan kopi terkhusus di Desa Getas untuk meningkatkan kesejahteraan melalui teknik yang tepat dalam pengolahan hasil panen kopi sehingga tidak hanya memenuhi kebutuhan subsistensi saja akan tetapi dapat pula meraih keadaan ekonomi yang lebih baik.
ADVERTISEMENT