Konten dari Pengguna

Periset BRIN, Tingkat Pengelolaan Sampah Mikroplastik di Indonesia Masih Kurang

Achmad Djuhdie
Pranata Humas Ahli Madya di Biro Komunikasi Publik, Umum dan Keseketariatan- BRIN, aktif sebagai admin website dan content creative medsos
23 Oktober 2024 11:18 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Achmad Djuhdie tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia telah menetapkan target pengurangan sampah plastik secara nasional hingga 70 persen pada tahun 2025, namun berdasarkan data yang diperoleh selama 6 tahun terakhir mulai dari tahun 2018 sampai 2023 telah terjadi peningkatan akumulasi sampah plastik sekitar 5 juta ton sampah plastik di pesisir dan lautan Indonesia. Kondisi ini menjadi ancaman serius bagi kehidupan mahluk hidup baik di darat maupun di laut, dan tidak hanya berdampak pada lingkungan kehidupan organisme dan biodiversitas laut di Indonesia saja namun juga pada kesehatan manusia, sehingga target yang sedang diupayakan Pemerintah ini memerlukan sinergi dari berbagai pihak.
ADVERTISEMENT
Ketika kita sudah tahu seberapa banyak jumlah sampah yang terakumulasi di pesisir dan lautan Indonesia, apakah nanti kehidupan organisme laut beserta ekosistem didalamnya bisa terus bertahan ?
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Oceanografi-Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhammad Reza Cordova, dalam Talk to Scientists bertajuk “Prahara Mikroplastik Bagi Kehidupan Mahluk Hidup”. Jumat (4/10), Mengemukakan, jika digambarkan secara visual laut kita ini bisa diibaratkan seperti jalan kemudian bisa kita bayangkan sampah plastik ini seperti kendaraan, hanya saja bedanya dengan kendaraan di jalanan sampah plastik ini tidak bisa dikendalikan karena bergerak tergantung arus dan arah angin yang membawanya.
Berdasarkan model terakhir yang dia digunakan bersama timnya, Reza menyebutkan bahwa kurang dari 1 tahun secara global sampah plastik yang bergerak keluar masuk dari dan ke ke wilayah lautan Indonesia berasal dari berbagai kegiatan masyarakat, dan sekitar 10 hingga 20 persennya akan melintas ke beberapa benua sampai ke Afrika Selatan, sehingga hal itu semua menjadi suatu problematika besar bagi keanekaragaman hayati laut di Indonesia.Ungkapnya
Berbagai material sampah yang berpotensi menjadi sumber sampah mikroplastik (sumber: dokumentasi achmad djuhdie)
Masalah lainnya adalah ketika sampah plastik yang bergerak ini akan menjadi tempat penempelan bagi plankton dan material organik yang lain, dan menyebabkan sampah plastik ini mengeluarkan aroma yang baunya seperti makanan dari organisme tertentu. Imbuhnya
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut Ia menuturkan, jadi sangat wajar saja jika saat ini kita sering menjumpai material sampah plastik yang dimakan oleh ikan dan mahluk laut lainnya hingga hewan ternak seperti ayam dan kambing yang menganggap sampah plastik tersebut sebagai pakannya karena mengeluarkan aroma yang mirip makanan dari organisme tertentu, dan jika tertelan oleh mamalia material plastik ini dapat mengakibatkan merusak organ pencernaan, mengurangi cadangan energi pada tubuh, mengganggu sistem reproduksi dan akhirnya akan mengakibatkan kematian. Jelasnya
Mikroplastik
Keberadaan sampah plastik di perairan Indonesia yang kaya dengan paparan sinar matahari dan ultra violet akan menimbulkan adanya perapuhan atau semakin tidak kuatnya proses ikatan pada matrial sampah plastik itu, sehingga mengakibatkan terjadinya fotodegradasi yang menghasilkan pecahan-pecahan sampah plastik besar yang kemudian mengalami fragmentasi plastik yang pada akhirnya akan menjadi sumber mikroplastik sekunder yang ukurannya kurang dari 5 millimeter. Berdasarkan data Pusat Riset dan Kajian Obat dan Makanan - BPOM Indonesia mengungkapkan cemaran mikroplastik saat ini telah ditemukan pada ikan dan air baku yang digunakan untuk air minum sehingga bisa dengan mudah masuk ke dalam tubuh manusia.
Berbagai kemungkinan dampak mikroplastik terhadap kesehatan manusia (sumber: achmad djuhdie)
Pergerakan mikroplastik juga tidak dapat dilihat secara langsung, pergerakannya di perairan sekitar Indonesia dipengaruhi oleh arah dan kecepatan arus permukaan, sehingga secara hipotesis dapat dikatakan semakin dekat dengan aktivitas penduduk maka akan semakin tinggi pula volume mikroplastik yang bergerak kearah pesisir dan laut, seperti di bagian utara dan selatan Pulau Jawa karena penduduknya lebih banyak dibandingkan wilayah lain yang konsumsi plastiknya lebih sedikit.
ADVERTISEMENT
Terkait masalah konsumsi plastik masyarakat di Indonesia, Reza mengemukakan, sebenarnya jika dibandingkan dengan negara terdekat seperti Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand, konsumsi plastik masyarakat di Indonesia sebenarnya jauh lebih rendah. Menurutnya, data terakhir dari Kementerian Perdagangan dan juga Kementerian Perindustrian menunjukkan bahwa konsumsi plastik masyarakat di Indonesia perkapitanya 22,5 kilogram atau sekitar 15 gram mikroplastik per bulan, jauh jika dibandingkan dengan Singapura yang mencapai sekitar 100 kilogram perkapitanya.
Kemudian apa yang dapat kita lakukan untuk mengurangi mikroplastik, sementara di sisi lain Indonesia juga termasuk sebagai negara penghasil sampah plastik.
Reza pun menjelaskan, sebagian besar mikroplastik berasal dari limbah rumah tangga, termasuk produk sehari-hari seperti kantong plastik dan berbagai kemasan makanan yang dibuang ke tempat pembuangan sampah, atau bahkan langsung ke saluran air dan sungai.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, untuk meminimalisasi penggunaannya dapat dimulai dari rumah kita masing-masing, masyarakat bisa mulai melalui perubahan kecil dalam kebiasaan sehari-hari yang mampu memberikan dampak besar terhadap pengurangan pencemaran mikroplastik.
Selain itu kunci utamanya juga terdapat pada sistem pengelolaan sampah, dengan bagaimana agar sampah plastik tidak terbuang ke wilayah pesisir dan lautan Indonesia. “Oleh karenanya kalau kita bisa menahan sampah plastik yang besar maka kita akan dapat menahan laju buangan mikroplastik yang lebih banyak, oleh karena itu, penting untuk memilah sampah dan memastikan plastik didaur ulang dengan benar yang ujungnya nanti menjadi zero waste dan zero emission," Pungkasnya (ade/BKPUK)