Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Trilogi Strategi Komunikasi Humas Pemerintah Membangun Citra Lembaga
26 April 2021 10:50 WIB
Tulisan dari Achmad Djuhdie tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apa yang terbesit dalam benak kita ketika mendengar kata lembaga riset? Bagi para peneliti, lembaga riset adalah “arena” tempat mereka bertanding untuk menemukan sebuah prestasi intelektual. Tidak demikian halnya bagi golongan masyarakat lainnya.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, kata riset sendiri mungkin tidak akan lebih berharga dari program infotainment televisi, bahkan di kalangan pelajar dan mahasiswa sekali pun terkadang kosa kata nama lembaga riset ini kalah pamor dengan nama aplikasi game online, merk gadget dan internet search engine.
Aneka sebutan pun melekat pada lembaga-lembaga riset yang ada di Indonesia ini, hingga dinilai sebagai lembaga mubazir karena implementasi output risetnya sangat sedikit sekali yang bisa sampai ke masyarakat.
Contoh predikat dan stigma semacam itu tentu semakin mempersulit lembaga-lembaga riset di Indonesia untuk segera keluar dari krisis citra, serta semakin merapuhkan kekuatan corporate branding riset nasional. Citra itu sendiri bagaikan “peta kita tentang dunia”. Tanpa citra kita akan selalu berada dalam suasana yang tidak pasti.
ADVERTISEMENT
Citra adalah gambaran tentang realitas dan tidak harus selalu sesuai dengan realitas. Citra adalah dunia menurut persepsi kita. Demikian Jalaluddin Rakhmat menulis definisi citra dalam buku bestseller-nya “Psikologi Komunikasi'' (1986:221).
Lembaga-lembaga riset semacam ini boleh saja ada ribuan, tetapi harus ada citra tertentu agar masyarakat dapat membedakan lembaga-lembaga tersebut. Memang, lebih dari sekadar persoalan multidimensi yang menimpa bangsa saat pandemi ini, namun yang lebih pelik justru dampak dari krisis itu sendiri dalam wujud yang “non fisik”, yakni image atau citra negatif.
Sebenarnya faktor utama mengapa citra lembaga riset dapat sedemikian adanya dimata masyarakat? Tak lain karena adanya faktor proses komunikasi yang tidak efektif, di mana salah satu elemennya adalah informasi.
ADVERTISEMENT
Informasi dan komunikasi memiliki hubungan yang erat dan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Citra yang baik antara lembaga dengan masyarakat akan tercipta dengan adanya komunikasi yang baik dan terpadu (integrated communication).
Trilogi Strategi Komunikasi Organisasi
Tantangan utama dalam pembentukan citra lembaga adalah saat menggali spesifikasi lembaga tersebut. Hal pertama yang perlu dilakukan dalam menjalankan strategi komunikasi tersebut adalah merancang citra itu sendiri, dengan mengetahui falsafah, visi, dan misi lembaga, agar dapat mengubah paradigma dari kepentingan korporasi atau kelompok tertentu kepada kepuasan konsumen (consumer satisfaction) yang dalam hal ini masyarakat, dengan adanya kepuasan konsumen akan tercipta saling pengertian bersama atau mutual understanding.
Selanjutnya adalah optimalisasi fungsi humas dalam menjalankan strategi komunikasi organisasi. Humas pemerintah merupakan salah satu elemen penting fungsi manajemen yang menilai sikap publik.
ADVERTISEMENT
Pada titik inilah, peran strategi komunikasi humas ditantang memberikan solusi yang perlu dikaji dan diuji agar citra baik kembali digapai. Bagi humas pemerintah yang terlembaga dalam jabatan fungsional Pranata Humas (Prahum) dirinya akan berperan sebagai komunikator bagi lembaganya.
Prahum dituntut harus sabar untuk mendengar dan melayani kebutuhan masyarakat, strategi komunikasi yang dijalankan pun perlu diperhatikan karena sangat berpengaruh pada penyampaian pesan kepada masyarakat banyak.
Apabila penyampaian pesan itu salah akan mengakibatkan persepsi yang salah juga pada masyarakat. Juga harus mengulik betul sampai detail segala hal yang tidak terpikir oleh lembaga ini, sehingga akhirnya akan teridentifikasi tuntutan masyarakat, sehingga dapat diketahui inti dari krisis komunikasi yang sebenarnya.
Tidak hanya sampai batas menjembatani antara lembaga dengan masyarakat, Prahum juga harus inward looking atau melihat ke dalam korporasi, dalam artian menjadi penjembatan antara top management korporasi dengan sivitasnya.
ADVERTISEMENT
Sehingga tugas dan fungsinya sebagai “Orang Dalam” akan mampu menyampaikan kebijakan-kebijakan top management kepada sivitasnya dan tercipta hubungan yang baik dan saling pengertian di antara keduanya serta harus menerapkan prinsip keterbukaan.
Sebagai contoh, demonstrasi yang terjadi pada sebuah perusahaan adalah salah satu contoh komunikasi yang macet. Perusahaan tesebut tak memahami pentingnya komunikasi kehumasan sehingga kebijakan top management tak sampai ke bawah yang ditandai dengan kecurigaan-kecurigaan oleh karyawannya.
Adanya Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik, merupakan momentum bagi Prahum untuk meningkatkan citra dan corporate branding-nya di instansi masing-masing tempat ia bekerja. Sebagai garda terdepan, Prahum mempunyai peran penting dalam membuka ruang bagi publik untuk mendapatkan akses informasi publik yang mudah untuk diakses, tepat dan cepat dalam merespons permintaan, keluhan, maupun opini kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dalam era keterbukaan ini masyarakat bisa mempertanyakan kebijakan pemerintah dan pemerintah harus mengkomunikasikan kebijakannya kepada masyarakat.
Di masa mendatang, lembaga yang memiliki divisi atau bagian humas, harus mengikutsertakan humas menjadi bagian top management dalam pengambilan keputusan. Terutama menyangkut kepuasan konsumen dan kepentingan atau tuntutan masyarakat, agar lembaga tersebut dapat turut merasakan kehebatan strategi public relations dalam usaha menggapai citra yang baik.